Obesitas diartikan sebagai kondisi penumpukan lemak berlebihan yang bisa meningkatkan risiko penyakit kronis. Diagnosis obesitas tidak hanya dilihat dari postur tubuh saja. Ada beberapa ketentuan yang harus terpenuhi dan tes kesehatan lain yang perlu dilakukan.
Pemeriksaan untuk diagnosis obesitas
Menegakkan diagnosis obesitas tidak cuma sekadar melihat berat badan saja.
Faktanya, evaluasi menyeluruh terhadap status berat badan seseorang dibutuhkan dengan pertimbangan banyak faktor, menggunakan alat bantu, dan tes diagnostik.
Supaya Anda lebih paham, berikut ini adalah berbagai tes kesehatan yang biasanya dokter rekomendasikan.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi obesitas meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan.
Tes sederhana ini dilengkapi juga dengan pengecekan detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dan ukuran lingkar perut.
Selain itu, dokter biasanya mengajukan beberapa pertanyaan terkait gaya hidup. Beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai berikut.
- Pola makan dan kontrol nafsu makan.
- Aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga.
- Kebiasaan merokok dan minum alkohol.
- Obat-obatan yang sedang digunakan.
- Riwayat kesehatan diri dan keluarga.
- Keluhan yang dirasakan terkait naiknya berat badan dari sebelumnya.
2. Menghitung indeks massa tubuh (BMI)
Mengetahui hasil perhitungan BMI dengan rumus masuk dalam tes diagnosis obesitas.
Cara ini memang tidak sepenuhnya akurat, tapi masih dipakai karena lebih mudah, cepat, dan tidak berisiko.
Rumus untuk menghitung BMI adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) kuadrat. Nah, hasil perhitungannya kemudian dibandingkan dengan standar kategori berat badan pria dan wanita menurut WHO.
Anda masuk dalam kategori obesitas tingkat II jika hasilnya mencapai angka 30 ke atas.
Sementara jika angkanya sekitar 23 – 29,9, Anda memiliki berat badan berlebih dan kecenderungan obesitas (obesitas tingkat I).
Untuk lebih mudah, Anda bisa memanfaatkan kalkulator BMI di bawah ini yang sudah disediakan oleh Hello Sehat.
[embed-health-tool-bmi]
3. Menghitung lingkar perut
Selain menghitung BMI, lingkar perut atau lingkar pinggang juga perlu dihitung.
Dibandingkan dengan perhitungan BMI, ukuran lingkar perut cenderung lebih akurat untuk mendiagnosis kondisi obesitas sentral.
Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak pada perut yang menyebabkan perut buncit.
Selama proses pengukuran, Anda akan diminta untuk berdiri dengan kaki terbuka selebar bahu.
Kemudian, sebuah pita pengukur akan ditempatkan di antara bagian bawah tulang rusuk terendah dan bagian atas tulang pinggul. Hasil pengukuran akan dicatat dalam sentimeter.
Dokter akan membandingkannya dengan kriteria ukuran lingkar perut berdasarkan etnis sesuai dengan standar International Diabetes Federation.
Anda dinyatakan obesitas jika ukuran lingkar perut untuk pria lebih dari 90, sementara untuk wanita lebih dari 80.
4. Tes darah
Tes diagnosis ini bertujuan untuk mengecek diabetes atau masalah kesehatan lain yang mungkin menyebabkan obesitas. Tes ini juga bisa membantu dokter mengetahui kadar kolesterol.
Jika memang belum terkena diabetes, perawatan difokuskan untuk mengatasi obesitas saja, yakni dengan perubahan gaya hidup dan tambahan obat obesitas.
Namun jika pasien obesitas terdeteksi juga mengalami diabetes, perawatan lebih lanjut dilakukan untuk mengendalikan gejala diabetes sekaligus mencapai berat badan yang ideal.
Begitu juga dengan penyakit lain yang mungkin menyebabkan obesitas, seperti Prader-Willi syndrome dan Cushing syndrome.
Setelah tes darah dan didiagnosis memiliki obesitas, pasien harus menjalani pengobatan sesuai penyebab yang mendasari sekaligus menurunkan berat badannya.
5. Tes fungsi ginjal
Tes penunjang ini perlu diikuti pasien yang sudah didiagnosis obesitas untuk menilai kesehatan ginjal.
Pada beberapa kasus, obesitas yang disertai penyakit penyerta, seperti diabetes atau hipertensi dapat menurunkan fungsi ginjal.
Dengan mengetahui kesehatan ginjal, dokter dan pasien bisa melakukan tindakan untuk meningkatkan kesehatan organ ini.
Sebaliknya, jika kesehatan ginjal mengalami penurunan, dokter akan merekomendasikan tindakan-tindakan pencegahan.
Di samping itu, tes ini bisa membantu dokter dalam menilai efektivitas cara mengatasi obesitas dan penyakit penyerta yang berhubungan kesehatan ginjal.
Pemeriksaan ini meliputi tes eGFR dan rasio albumin-kreatinin urine yang dilakukan secara berkala, yaitu setahun sekali.
6. Tes lainnya
Di samping tes fungsi ginjal, dokter mungkin juga menyarankan Anda untuk menjalani tes hormon tiroid dan elektrokardiografi.
Tes hormon tiroid perlu dilakukan karena ada hubungannya dengan fungsi tiroid dengan berat badan.
Bila ditemukan kelainan pada produksi hormon yang menyebabkan kenaikan berat badan tidak kendali, dokter bisa memfokuskan pengobatan pada kondisi ini.
Begitu juga dengan elektrokardiografi, yang perlu dilakukan sebagai tes penunjang karena hasil tes yang tidak normal sering kali terjadi pada pasien obesitas.
Jika kondisi ini diketahui lebih awal, dokter bisa merencanakan perawatan lebih lanjut untuk meningkatkan kesehatan pasien obesitas secara menyeluruh.