
Teh hijau adalah salah satu minuman paling populer di dunia. Namun, tak hanya itu, ada juga bukti bahwa teh hijau dapat digunakan sebagai obat herbal atau alami untuk meredakan nyeri pada persendian akibat radang sendi, terutama rheumatoid arthritis.
Green tea atau teh hijau kaya akan polifenol bernama epigallocatechin 3-gallate (EGCG), yang bersifat antioksidan dan antiradang. Tidak hanya meredakan peradangan, kandungan ini juga bermanfaat untuk melindungi sendi, tulang rawan, dan tulang dari kerusakan.
Meski demikian, sebagian besar bukti tersebut baru ditunjukkan melalui penelitian pada hewan. Dibutuhkan uji coba lebih luas terhadap pengaruhnya pada manusia dengan kondisi radang sendi.
3. Jahe
Jahe adalah rempah bumbu masak yang bisa Anda jadikan sebagai salah satu obat tradisional herbal atau untuk nyeri sendi akibat radang yang terjadi. Bahan alami ini telah terbukti memiliki sifat antiinflamasi yang mirip dengan obat rematik atau rheumatoid arthritis, yaitu ibuprofen dan COX-2 inhibitor (celecoxib).
Tak hanya membantu mengatasi rheumatoid arthritis, dilansir dari Arthritis Foundation, jahe dengan dosis harian 500-1.000 mg juga dapat mengurangi rasa nyeri pada osteoarthritis di pinggul dan lutut. Selain itu, bahan alami ini pun diyakini bisa membantu mengurangi nyeri sendi akibat asam urat.
Meski demikian, jahe sebagai obat alami nyeri sendi tidak boleh digunakan pada penderita batu empedu. Rempah ini disebut dapat mengganggu obat pengencer darah yang sedang Anda konsumsi. Oleh karena itu, konsultasikan dengan dokter sebelum mengonsumsi obat herbal dari bahan alami ini.
4. Lidah buaya
Lidah buaya merupakan salah satu bahan alami yang bisa digunakan sebagai obat tradisional untuk nyeri akibat radang sendi. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan Central European Journal of Immunology, mengonsumsi ekstrak lidah buaya dapat membantu meredakan nyeri sendi akibat osteoarthritis.
Kandungan di dalam lidah buaya disebut bersifat antiradang, yang bekerja dengan mencegah produksi dan pelepasan enzim pemicu radang ke dalam darah. Meski demikian, penelitian ini baru terbatas pada tikus, sehingga dibutuhkan studi lanjutan untuk membuktikannya pada manusia.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar