backup og meta

Memahami Krisis Eksistensi Diri, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Memahami Krisis Eksistensi Diri, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Kecemasan, stres, atau depresi bisa hadir dalam hidup setiap orang. Terkadang, kondisi ini bisa menimbulkan keputusasaan yang mendalam dan memunculkan krisis eksistensi.

Apa itu krisis eksistensi?

Krisis eksistensi adalah perasaan tidak nyaman tentang makna, pilihan, dan kebebasan dalam hidup. Kondisi ini juga disebut kecemasan eksistensial (existential anxiety).

Orang yang mengalaminya kerap kali mempertanyakan tujuan hidupnya di dunia. Lalu, konflik dalam diri akan timbul karena ia gagal memperoleh jawaban yang memuaskan.

Kondisi ini menimbulkan frustasi dan kehilangan rasa suka cita. Ini bisa membuat seseorang beranggapan bahwa hidup pada dasarnya tidak ada gunanya dan keberadaan dirinya juga tidaklah berarti.

Krisis eksistensial sering muncul selama periode transisi, yaitu ketika seseorang merasa kesulitan beradaptasi. Hal ini kerap kali terkait dengan hilangnya rasa keamanan dan kenyamanan.

Tahukah Anda?

Gagasan tentang krisis eksistensial telah dipelajari oleh para ahli, seperti Kazimierz Dabrowski dan Irvin D. Yalom, sejak tahun 1929. Meski telah banyak penelitian, kondisi ini masih belum dipahami sepenuhnya karena sekilas mirip gangguan kecemasan dan depresi.

Macam-macam krisis eksistensi

Kecemasan eksistensial merupakan sebuah payung dari beberapa jenis masalah seperti di bawah ini.

1. Krisis akan kebebasan dan tanggung jawab

Eksistensialisme menekankan bahwa semua orang bebas untuk membuat pilihan dalam hidup. Dengan adanya kebebasan membuat pilihan, muncul rasa tanggung jawab.

Namun, mengingat semuanya akan berakhir dengan kematian, tindakan Anda bisa tampak tidak berarti.

Pada akhirnya, Anda akan menyimpulkan bahwa kebebasan menyebabkan keputusasaan. Tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini pun menyebabkan kecemasan.

Ketakutan mengambil keputusan yang salah ini mencerminkan kecemasan tentang kebebasan yang terkait dengan masalah eksistensial.

2. Krisis dengan arti kehidupan dan kematian

Jika Anda punya krisis eksistensi, mungkin pernah tebersit, “Apa gunanya hidup?” saat Anda menghadapi perubahan dalam hidup dan merasa kehilangan rasa aman.

Apabila semua hal yang sudah dilakukan pada akhirnya berujung dengan kematian, Anda mungkin berkesimpulan untuk apa bekerja keras dan sebagainya.

Kecemasan ini umumnya menyerang pada usia tertentu. Contohnya pada orang yang berulang tahun ke-50 tahun, mereka dapat merefleksikan arti hidup yang sudah setengah abad ini.

Selain itu, mungkin juga timbul pertanyaan seperti, “Apa yang terjadi setelah kematian?”. Rasa takut akan apa yang terjadi setelah kematian bisa memicu kecemasan berlebihan.

3. Krisis isolasi dan keterhubungan

Meski Anda menikmati kesendirian, pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Hubungan yang kuat dengan orang lain dapat membawa kepuasan dan kegembiraan batin.

Permasalahannya, hubungan ini tidaklah selalu permanen. Anda mungkin terpisah secara fisik dan emosional, bahkan kematian sering memisahkan orang yang dicintai.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan isolasi dan kesepian sehingga membuat beberapa orang merasa bahwa hidup mereka tidak ada gunanya.

4. Krisis emosi, pengalaman, dan perwujudan

Tidak membiarkan diri merasakan emosi negatif bisa menyebabkan krisis eksistensi. Sebagian orang menahan penderitaan dengan berpikir bahwa hal ini akan membuat mereka bahagia.

Namun, hal ini malah menjadi bumerang karena dapat menyebabkan rasa bahagia yang salah. Ketika Anda tidak mengalami kebahagiaan sejati, tentu hidup bisa terasa hampa.

Di sisi lain, mewujudkan emosi serta mengakui rasa sakit dan ketidakpuasan dapat membuka pintu menuju pertumbuhan diri dan meningkatkan pandangan hidup.

Ciri-ciri krisis eksistensi

cara cepat tidur saat gelisah

Secara umum, krisis eksistensi pada manusia paling sering diawali dengan gejala kecemasan.

Kondisi ini selanjutnya diikuti dengan perasaan kewalahan, kurangnya motivasi dalam melakukan sesuatu, kecenderungan untuk menjauhkan diri dari orang sekitar, hingga depresi.

Kesemua tanda tersebut pada umumnya timbul setelah seseorang mengalami peristiwa besar dalam hidupnya, seperti:

Penyebab krisis eksistensi

Tantangan dan tekanan dalam hidup sehari-hari bisa menjadi pemicu kecemasan eksistensial.

Penyebab lain dapat mencakup perasaan bersalah yang berkepanjangan (guilt complex), menghadapi kematian karena sakit parah, ketidakpuasan pada diri sendiri, dan kehilangan orang yang dicintai.

Seseorang yang mengidap penyakit mental, seperti depresi, gangguan obsesif kompulsif (OCD), dan borderline personality disorder, juga berisiko mengalami kondisi ini.

Cara mengatasi krisis eksistensi

Apabila Anda merasa mengalami krisis eksistensi, konsultasi dengan psikolog dapat membantu Anda mengatasi masalah ini.

Dikutip dari laman Cleveland Clinic, berikut ini adalah beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi dan menghadapi kecemasan eksistensial.

1. Ubah sudut pandang

Alih-alih menganggap situasi tertentu sebagai sumber kecemasan atau hal yang buruk, Anda dapat melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.

Sebagai contoh, alih-alih merasa takut dengan lingkungan tempat kerja yang baru, Anda bisa menjadikannya kesempatan untuk belajar hal baru.

Cobalah untuk melihat situasi tersebut sebagai peluang untuk melakukan perubahan yang akan membuat diri menjadi lebih bahagia.

2. Tulis jurnal rasa syukur

Buat jurnal dan tuliskan hal-hal yang Anda syukuri agar hidup terasa lebih bermakna.

Selain itu, Anda juga bisa mencatat apa saja yang ingin Anda lakukan untuk membuat hidup Anda menjadi lebih bahagia ke depannya.

3. Terhubung dengan orang lain

curhat masalah pernikahan pada teman dan keluarga

Krisis eksistensi bisa terjadi karena Anda terputus dari orang-orang dalam hidup Anda. Bangun lagi komunikasi dengan orang terkasih, misalnya dengan menghubungi teman atau orangtua.

Anda juga bisa menjalin pertemanan dengan orang baru yang memiliki minat atau hobi yang sama. Dengan begitu, Anda bisa merasa terhubung dengan orang lain.

4. Perhatian pada hal-hal di sekitar

Luangkan sebagian waktu untuk merasakan hal-hal di sekitar Anda menggunakan indera yang Anda miliki.

Contohnya, Anda bisa menikmati keindahan alam dengan berkemah atau mendaki gunung. Hirup udara bersih melalui hidung dan dengarkan desir angin di sekitar Anda.

5. Jangan memikirkan masa lalu

Cobalah move on dari masa lalu yang membuat Anda tertekan, stres, atau merasa tidak berdaya.

Daripada terus melihat ke belakang dan menyesali apa yang telah terjadi, cobalah mulai melangkah ke depan untuk menciptakan perubahan dalam hidup Anda.

Pada beberapa kasus, krisis eksistensi dapat memicu perilaku menyakiti diri sendiri (self harm) dan bahkan pemikiran untuk bunuh diri.

Jika muncul pikiran untuk bunuh diri, Anda mungkin bisa mempertimbangkan konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mengatasinya.

Kesimpulan

  • Krisis eksistensi adalah perasaan tidak nyaman tentang makna, pilihan, dan kebebasan dalam hidup seseorang.
  • Kondisi ini dapat dipicu oleh peristiwa besar dalam hidup, seperti perubahan karier, kehilangan orang yang dicintai, hingga penyakit serius.
  • Jika masalah ini tidak dapat ditangani sendiri, Anda mungkin bisa mempertimbangkan konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mengatasinya.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

6 Ways to Overcome an Existential Crisis. (2022). Cleveland Clinic. Retrieved November 15, 2023, from https://health.clevelandclinic.org/ways-to-overcome-an-existential-crisis/

Dabrowski’s Theory and Existential Depression in Gifted Children and Adults. (2022). Davidson Institute. Retrieved November 15, 2023, from https://www.davidsongifted.org/gifted-blog/dabrowskis-theory-and-existential-depression-in-gifted-children-and-adults/

Hirschberger, G. (2018). Collective trauma and the social construction of meaning. Frontiers in Psychology, 9. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01441

Butenaitė, J., Sondaitė, J., & Mockus, A. (2016). Components of existential crisis: A theoretical analysis. International Journal of Psychology : a Biopsychosocial Approach, 18, 9-27. https://doi.org/10.7220/2345-024x.18.1

Andrews, M. (2016). The Existential Crisis. Behavioral Development Bulletin, 21(1), 104–109. https://doi.org/10.1037/bdb0000014

American Psychiatric Association. DSM-5 Task Force. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-5.

Versi Terbaru

16/11/2023

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Diah Ayu Lestari


Artikel Terkait

Membedakan 7 Jenis Depresi dan Beragam Pemicunya

Sebenarnya, Apa Beda Cemas dan Gangguan Kecemasan?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 16/11/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan