Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Delirium

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 19/05/2021

Delirium

Definisi delirium

Apa itu delirium?

Delirium adalah gangguan mental serius yang mengakibatkan seseorang mengalami disorientasi atau kebingungan dan berkurangnya kemampuan dalam memerhatikan lingkungan sekitar. Penderitanya kerap tidak dapat berpikir dan mengingat dengan jelas, sehingga mudah teralihkan.

Gangguan ini biasanya terjadi secara tiba-tiba, cepat, dan sementara. Umumnya, penderita delirium bisa merasakan kebingungan dalam beberapa jam atau hari, yang mungkin datang dan pergi.

Terkadang, disorientasi yang timbul kerap sulit dibedakan dengan gejala demensia. Apalagi, kondisi ini juga sering terjadi seiring pertambahan usia.

Namun, perlu dipahami, delirium merupakan kondisi yang lebih serius. Penderitanya pun seringkali membutuhkan perawatan inap di rumah sakit. Meski demikian, gangguan mental ini masih bisa diobati dengan berbagai perawatan medis yang diberikan.

Seberapa umumkah kondisi ini?

Delirium adalah gangguan kesehatan mental yang umum terjadi pada orang lanjut usia atau lansia, dan orang dengan kondisi kesehatan tertentu yang menjalani rawat inap di rumah sakit atau panti jompo.

Dilansir dari Cleveland Clinic, sulit untuk mengetahui berapa banyak orang yang mengalami delirium, karena gangguan ini hanya bersifat sementara. Peneliti memperkirakan, gangguan ini memengaruhi 15-50 persen orang yang menjalani rawat inap di rumah sakit.

Meski demikian, kondisi ini dapat diatasi dengan mengurangi faktor-faktor risiko. Hubungi dokter Anda untuk informasi lebih lanjut.

Tanda & gejala delirium

Apa saja tanda-tanda dan gejala delirium?

Tanda-tanda dan gejala kondisi ini umumnya terjadi secara mendadak dan cenderung memburuk dalam beberapa jam atau hari. Terkadang, gejala muncul berfluktuasi sepanjang hari, yang cenderung lebih buruk pada malam hari dan kerap diikuti dengan periode tanpa gejala.

Secara umum, ciri-ciri, tanda-tanda, atau gejala delirium yang khas adalah:

  • Berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar

Kondisi ini biasanya ditandai dengan beberapa gejala, seperti sulit berkonsentrasi dan fokus, terjebak pada suatu ide daripada menanggapi pertanyaan atau percakapan, mudah teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting, dan sering melamun.

  • Kemampuan berpikir atau kognitif yang buruk

Gejala ini termasuk memiliki masalah memori atau daya ingat, disorientasi (tidak menyadari waktu, tempat, dan siapa dirinya), kesulitan bicara atau mengingat kata-kata, bicara melantur, sulit memahami ucapan, serta kesulitan untuk membaca dan menulis.

  • Perubahan perilaku atau kebiasaan

Kondisi ini biasanya ditandai dengan beberapa gejala, seperti di bawah ini:

  1. Melihat hal-hal yang tidak ada (halusinasi) atau delusi.
  2. Menunjukkan perilaku agresif.
  3. Membuat suara-suara yang tidak biasa, seperti mengerang.
  4. Menarik diri dari lingkungan sosial.
  5. Merasa lesu atau gerakan menjadi lambat.
  6. Menunjukkan pola tidur yang terganggu, seperti tidur pada siang hari dan terbangun pada malam hari.

  • Gangguan emosional

Beberapa gejala gangguan emosional yang mungkin muncul diantaranya adalah rasa cemas dan takut yang berlebihan atau paranoid, depresi, mudah marah, kegembiraan yang berlebihan (euforia), perubahan suasana hati yang cepat dan tidak terduga, serta kepribadian yang berubah.

Selain itu, beberapa gejala yang terkait dengan fisik pun kerap dialami penderita delirium. Gejala ini termasuk tremor dan kehilangan kontrol terhadap usus atau kandung kemih (inkontinensia urin).

Mungkin ada gejala-gejala yang tidak disebutkan di atas. Apabila Anda mempunyai kekhawatiran mengenai suatu gejala, konsultasikanlah pada dokter Anda.

Kapan harus periksa ke dokter?

Penderita delirium mungkin tidak menyadari bahwa dirinya memiliki kondisi ini. Oleh karena itu, perhatian dan masukan dari orang sekitarnya sangat diperlukan untuk membantu dokter menentukan diagnosis yang tepat.

Sebab itulah, jika Anda melihat kerabat, teman, atau saudara mengalami gejala seperti yang disebutkan di atas, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan menentukan diagnosis dan perawatan yang tepat.

Jenis-jenis delirium

Ada tiga jenis atau tipe delirium yang mungkin terjadi. Adapun setiap jenis kondisi ini menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang berbeda. Berikut adalah jenis-jenis delirium yang dimaksud:

  • Delirium hiperaktif

Ini merupakan jenis yang paling mudah dikenali. Pasalnya, perubahan perilaku yang terjadi sangat tampak, seperti kegelisahan (biasanya ditunjukkan dengan mondar mandir), agitasi atau mudah marah, perubahan suasana hati yang cepat, serta halusinasi.

  • Delirium hipoaktif

Ini merupakan kebalikan dari hiperaktif, dengan ciri-ciri tidak aktif atau berkurangnya aktivitas motorik, tampak lesu, rasa kantuk yang tidak normal, tampak linglung, atau lambat merespons. Meski demikian, jenis ini lebih sering terjadi, dengan perkiraan kasus mencapai 75 persen dari seluruh penderita delirium.

  • Delirium campuran

Sesuai namanya, tipe ini ditandai dengan gejala hiperaktif dan hipoaktif secara bergantian. Seseorang bisa sangat agresif selama satu menit, tetapi kemudian menjadi lesu atau mengantuk pada menit berikutnya.

Penyebab & faktor risiko delirium

Apa penyebab dari delirium?

Delirium adalah kondisi yang terjadi ketika proses pengiriman dan penerimaan sinyal saraf di otak menjadi terganggu. Gangguan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang membuat otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Berikut adalah berbagai faktor yang mungkin menjadi penyebab dari delirium:

  • Kecanduan alkohol atau putus alkohol. Ini termasuk sindrom putus alkohol serius yang terjadi ketika seseorang berhenti minum alkohol setelah mengonsumsinya selama bertahun-tahun, atau disebut dengan delirium tremens.
  • Obat-obatan tertentu, seperti pereda nyeri, obat tidur, obat untuk gangguan mood (termasuk depresi, gangguan bipolar, atau gangguan kecemasan), obat alergi (antihistamin), obat asma, kortikosteroid, obat untuk penyakit Parkinson, atau obat untuk kejang.
  • Malnutrisi atau dehidrasi.
  • Infeksi, seperti infeksi saluran kemih, pneumonia, dan flu.
  • Paparan racun, seperti karbon monoksida, sianida, atau lainnya.
  • Kurang tidur atau tekanan emosional yang parah.
  • Masalah hormonal, seperti hipertiroidisme atau hipotiroidisme.
  • Rasa sakit.
  • Penyakit kronis atau gagal organ, seperti gagal ginjal atau hati.
  • Kondisi medis, seperti stroke, serangan jantung, penyakit paru-paru, atau cedera di kepala akibat jatuh.
  • Pembedahan atau prosedur medis lain yang melibatkan anestesi.

Apa yang meningkatkan risiko seseorang terkena kondisi ini?

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami delirium adalah:

  • Gangguan otak, seperti demensia, stroke, atau penyakit Parkinson.
  • Pernah mengalami delirium sebelumnya.
  • Gangguan penglihatan atau pendengaran.
  • Penyakit kronis atau serius, atau lebih dari satu penyakit.
  • Infeksi.
  • Usia lanjut.
  • Tindakan operasi.
  • Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti pereda nyeri atau yang memengaruhi pikiran dan perilaku.
  • Rawat inap jangka panjang di rumah sakit atau panti jompo.
  • Kebiasaan minum alkohol. (cek kadar alkohol dalam darah dapat membantu mengetahui apakah Anda berisiko).

Diagnosis & pengobatan delirium

Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan pada dokter Anda.

Apa saja tes yang biasa dilakukan untuk diagnosis delirium?

Dokter akan membuat diagnosis berdasarkan gejala yang muncul serta riwayat kesehatan yang Anda miliki. Diagnosis ini akan dipastikan dengan melakukan serangkaian tes, yang umumnya terdiri dari:

  • Pemeriksaan fisik, untuk memeriksa tanda-tanda masalah kesehatan tertentu yang mungkin menjadi sumber gejala.
  • Pemeriksaan neurologis, untuk memeriksa penglihatan, keseimbangan, koordinasi, dan refleks yang dapat membantu dokter menentukan apakah stroke atau penyakit sistem saraf lainnya menyebabkan kondisi ini.
  • Penilaian status mental, untuk menilai kesadaran, perhatian, dan pemikiran seseorang melalui percakapan atau dengan tes tertentu, termasuk memperoleh info dari anggota keluarga.
  • Tes penunjang, seperti tes darah, urin, atau pencitraan (rontgen, CT scan, atau MRI), untuk memastikan diagnosis.

Apa saja pilihan pengobatan untuk delirium?

Langkah pertama yang dilakukan dokter untuk mengobati delirium adalah menangani kondisi medis yang menjadi penyebab gangguan ini. Sebagai contoh, menghentikan konsumsi obat-obatan tertentu, mengobati infeksi, atau mengatasi malnutrisi yang terjadi.

Seringkali, dengan mengobati penyebabnya tersebut, penderita dapat pulih sepenuhnya dari delirium. Adapun masa pemulihan bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu atau terkadang berbulan-bulan.

Pengobatan yang disesuaikan dengan gejala

Namun, penderita kondisi ini juga kerap membutuhkan prosedur pengobatan lain yang berfokus untuk mengatasi gejala. Adapun pengobatan tersebut biasanya berupa:

  • Kendalikan lingkungan untuk menenangkan pikiran penderita, seperti memastikan ruangan tenang dan cukup terang.
  • Pemberian obat-obatan yang dapat membantu mengontrol agitasi atau kebingungan. Biasanya, obat-obatan diberikan ketika perawatan tanpa obat tidak dapat membantu mengurangi gejala atau kondisi yang dimiliki dapat membahayakan orang tersebut.
  • Jika perlu, alat bantu akan diberikan untuk membantu penderita berkomunikasi, seperti alat bantu dengar atau kacamata.
  • Perawatan suportif untuk mencegah komplikasi, seperti melindungi jalan napas, pemberian cairan dan nutrisi, membantu gerak penderita, atau mengatasi rasa nyeri.

Pada kondisi yang parah, seseorang yang menderita delirium mungkin perlu menjalani perawatan inap di rumah sakit. Konsultasikan selalu dengan dokter untuk prosedur penanganan yang tepat.

Pengobatan delirium di rumah

Beberapa perubahan gaya hidup dan pengobatan rumahan yang mungkin dapat membantu Anda atau kerabat yang Anda rawat dalam mengatasi delirium adalah:

  • Memastikan memperoleh istirahat dan tidur yang cukup.
  • Menerapkan kebiasaan tidur yang baik, seperti mengatur jadwal tidur malam yang teratur dan mendorong lebih banyak aktivitas pada siang hari.
  • Menjaga ketenangan penderita, seperti berkomunikasi secara sederhana atau hindari argumen.
  • Membantu penderita yang Anda rawat untuk memahami lingkungannya, termasuk waktu dan apa yang sedang terjadi saat itu.
  • Mengonsumsi obat secara teratur seperti yang disarankan dokter.
  • Menghindari hal-hal yang dapat memicu gejala, termasuk berhenti minum alkohol.
  • Mengonsumsi makanan yang sehat dan berigizi.
  • Minum air putih yang cukup.
  • Melatih pergerakan tubuh.
  • Membiasakan diri buang air kecil dan besar secara teratur.

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Disclaimer

Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 19/05/2021

Iklan

Apakah artikel ini membantu?

Iklan
Iklan