Rilis Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tahun 2018 melaporkan dari sekitar 350 ribu total kasus kekerasan seksual pada perempuan sepanjang 2017 silam, 1.288 di antaranya adalah kasus pemerkosaan. Sebuah kenyataan yang pahit untuk ditelan. Namun, ini menunjukkan bahwa perkosaan memang tidak bisa dipungkiri masih menjadi teror terbesar yang menghantui wanita Indonesia.
Jumlah di atas pun mungkin hanya mewakili kasus yang diteruskan ke pihak berwajib. Kemungkinan masih ada orang di luar sana yang enggan, takut, atau bahkan sama sekali tidak mau melaporkan kekerasan seksual yang mereka alami atas beragam alasan.
Apa itu pemerkosaan?
Perkosaan atau pemerkosaan punya arti yang luas. Namun, definisi perkosaan dalam KUHP pasal 285 tergolong sempit. Perkosaan menurut undang-undang adalah tindak persetubuhan berdasar ancaman atau kekerasan yang dilakukan pada perempuan yang bukan istri sah.
Artinya menurut KUHP pasal 285, pemerkosaan hanya sebatas tindakan pemaksaan penetrasi penis ke lubang vagina yang dilakukan pria kepada wanita. Di luar itu, tidak dianggap sebagai pemerkosaan. Definisi ini juga mengencualikan kemungkinan pria dapat menjadi korban.
Bentuk perkosaan bukan cuma penis masuk ke vagina
Istilah “pemerkosaan’ umumnya hanya menggambarkan penetrasi penis ke vagina. Namun kenyataannya, segala bentuk aktivitas seksual yang tidak melibatkan penetrasi tapi tetap dipaksakan juga termasuk perkosaan.
Secara umum dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa pemerkosaan adalah tindak pemaksaan hubungan seksual dalam bentuk apa pun yang tidak Anda setujui secara sadar; di luar kehendak atau bertentangan dengan kemauan pribadi.
Artinya, sebuah aktivitas seksual yang awalnya sama-sama disetujui kedua belah pihak dapat berubah menjadi tindak perkosaan ketika salah satu menolak atau meminta berhenti di tengah-tengah, tapi pelaku melawan kehendak korban dengan tetap melanjutkan hubungan seks tersebut.
Komnas Perempuan mengartikan pemerkosaan sebagai serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memasukkan penis, jari tangan, atau benda-benda lainnya ke dalam vagina, dubur (anus), atau mulut korban.
Serangan dilakukan tidak hanya dengan paksaan, kekerasan, atau ancaman kekerasan. Perkosaan juga termasuk didahului dengan manipulasi halus, penahanan, tekanan verbal atau psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan di tengah situasi dan kondisi yang tidak seharusnya.
Siapa saja bisa jadi korban dan pelaku
Kita mungkin selama ini menganggap bahwa perkosaan hanya bisa dilakukan oleh pria kepada wanita. Perkosaan kenyataannya bisa dilakukan dan dialami oleh siapa saja tanpa pandang bulu. Perkosaan adalah bentuk kekerasan yang tidak kenal gender, usia, status sosial-ekonomi, tempat, dan waktu. Tidak juga peduli atas pakaian atau riasan apa yang dikenakan saat itu.
Pria dan wanita, tua atau muda, sehat dan sakit, anggota keluarga, kerabat dekat, dan orang asing sama-sama bisa jadi korban maupun pelaku. Perempuan bisa jadi pelaku perkosaan. Begitu pula pria yang bisa jadi korbannya.
Perkosaan berkelompok terjadi ketika ada dua atau lebih pelaku yang bertindak bersamaan untuk melakukan penetrasi bergantian terhadap korban yang sama.
Pemerkosaan ada banyak jenisnya
Bentuk-bentuk pemerkosaan dapat dikelompokkan berdasarkan siapa yang melakukan, siapa korbannya, dan tindakan spesifik apa yang terjadi dalam pemerkosaan tersebut. Beberapa jenis pemerkosaan mungkin dianggap jauh lebih parah daripada yang lain.
Ditilik dari jenisnya, tindak perkosaan dibagi menjadi:
1. Perkosaan pada orang difabel
Pemerkosaan jenis ini dilakukan oleh orang sehat pada orang difabel, yaitu orang yang memiliki keterbatasan/kelainan fisik, perkembangan, intelektual, dan/atau mental. Orang difabel mungkin memiliki kemampuan yag terbatas atau tidak bisa mengungkapkan persetujuan mereka untuk terlibat dalam aktivitas seksual.
Jenis perkosaan ini juga termasuk tindak perkosaan terhadap orang-orang yang sehat tapi tidak sadarkan diri. Misalnya saat korban tidur, pingsan, atau koma. Termasuk juga dalam keadaan setengah sadar, misalnya saat mabuk akibat pengaruh obat (efek samping obat legal, narkotika, atau obat bius yang sengaja dimasukkan) atau minuman beralkohol.
Biarpun korban diam dan tidak melawan, kalau hubungan seks itu dipaksakan dan terjadi di luar kehendaknya, tetap berarti perkosaan. Zat-zat tersebut menghambat kemampuan seseorang untuk menyetujui atau melawan tindakan seksual, dan kadang bahkan mencegah mereka mengingat peristiwa tersebut.
2. Perkosaan oleh anggota keluarga
Tindak pemerkosaan yang terjadi ketika pelaku dan korban sama-sama memiliki hubungan sedarah atau disebut dengan perkosaan inses. Perkosaan inses bisa terjadi dalam keluarga inti atau keluarga besar. Misalnya antara ayah dan anak, kakak dan adik, paman/bibi dan keponakan laki-laki atau perempuan (keluarga besar), atau antar saudara sepupu.
Menurut CATAHU Komnas Perempuan, ayah, kakak, dan paman kandung termasuk tiga pelaku kekerasan seksual dalam keluarga yang terbanyak. Meski begitu, inses juga termasuk perkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga tiri.
Pada kebanyakan kasus, tindak perkosaan dalam keluarga melibatkan anak di bawah umur.
3. Perkosaan pada anak di bawah umur (statutory rape)
Statutory rape adalah tindak perkosaan oleh orang dewasa pada anak yang belum genap berusia 18 tahun. Ini juga bisa termasuk hubungan seksual antar sesama anak yang masih di bawah umur.
Di Indonesia, perkosaan dan/atau kekerasan seksual pada anak diatur oleh UU Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 dalam pasal 76D.
4. Pemerkosaan dalam hubungan (partner rape)
Jenis perkosaan ini terjadi di antara dua individu yang sedang menjalin hubungan asmara, termasuk dalam pacaran atau dalam rumah tangga.
Perkosaan dalam pacaran tidak diatur secara spesifik oleh hukum Indonesia. Namun, perkosaan dalam perkawinan diatur oleh Undang-Undang Penghapusan KDRT nomor 23 tahun 2004 pasal 8 (a) serta Pasal 66.
Pemaksaan penetrasi dengan cara apa pun tetap tergolong perkosaan, terlepas apakah korban pernah berhubungan seks dengan pemerkosa sebelumnya atau tidak.
5. Perkosaan antar kerabat
Selama ini kita mungkin menganggap bahwa perkosaan hanya bisa terjadi antara orang asing. Misalnya saat dicegat tengah malam oleh oknum tak dikenal.
Namun, tindak perkosaan sangat mungkin terjadi di antara dua orang yang sudah saling kenal. Tak peduli baru kenal sebentar atau sudah lama. Misalnya teman sepermainan, teman sekolah, tetangga, teman kantor, dan lainnya.
Dua dari tiga kasus perkosaan dilakukan oleh seseorang yang dikenal oleh korban.
Apa saja dampak perkosaan bagi korban?
Perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dapat mengakibatkan cedera fisik serta trauma emosional dan psikologis. Setiap korban bisa merespon peristiwa traumatis dengan caranya masing-masing. Maka dari itu, dampak pemerkosaan bisa beragam pada masing-masing orang. Efek trauma bisa bersifat ringan sampai serius dan fatal, serta terjadi dalam jangka pendek atau hingga bertahun-tahun setelah mengalaminya.
Dampak fisik
Setelah mengalami pemerkosaan, tentu ada beberapa cedera atau dampak fisik yang bisa dialami korban. Antara lain sebagai berikut:
- Memar atau luka pada tubuh
- Perdarahan di vagina atau anus setelah dipenetrasi
- Kesulitan berjalan
- Sakit pada vagina, dubur, mulut, atau bagian tubuh lainnya
- Tulang patah atau terkilir
- Infeksi dan penyakit menular seksual
- Kehamilan yang tidak diinginkan
- Gangguan makan
- Dispareunia (nyeri saat atau setelah berhubungan seksual)
- Vaginismus, otot-otot vagina mengejang dan menutup dengan sendirinya
- Sakit kepala tensi kambuhan
- Gemetar
- Mual dan muntah
- Insomnia
- Kematian
- Hyperarousal
Dampak psikologi dan emosional
Selain fisik yang terluka, korban pemerkosaan juga bisa mengalami trauma psikologis dan emosional luar biasa.
Dampak psikologis pemerkosaan pada umumnya berwujud syok (mati rasa), penarikan diri (isolasi) karena malu atau ketakutan, depresi, agresi dan agitasi (mudah marah), mudah kaget dan terkejut, paranoid, disorientasi (kebingungan dan linglung), gangguan disosiasi, PTSD, hingga gangguan cemas atau gangguan panik. Namun, antara satu orang dan yang lain bisa mengalami efek yang berbeda tergantung bagaimana masing-masing merespon peristiwa traumatis tersebut.
Korban perkosaan juga dapat mengalami sindrom trauma perkosaan atau yang disebut Rape Trauma Syndrome (RTS). RTS adalah bentuk turunan dari PTSD (gangguan stres pasca trauma) yang umumnya memengaruhi korban perempuan. Gejalanya bisa meliputi campuran dari cedera fisik dan dampak trauma psikologis. Termasuk juga ingatan kilas balik (flashbacks) dari peristiwa nahas tersebut dan peningkatan frekuensi mimpi buruk.
Berangkat dari keparahan dampak perkosaan yang mungkin dialami, banyak pula penyintas yang memiliki kecenderungan ingin bunuh diri. Mereka menganggap bahwa bunuh diri adalah cara terbaik untuk mengakhiri semua penderitaannya.
Yang harus dilakukan jika Anda diperkosa
Setelah mengalami perkosaan, respon yang pertama kali Anda rasakan mungkin adalah panik, takut, malu, atau syok. Semua yang Anda rasakan itu normal. Mungkin Anda juga merasa enggan untuk segera melapor ke pihak berwajib. Ini pun tidak apa. Setelah mengalami trauma hebat, seseorang biasanya butuh waktu untuk menerima kenyataan dan mau menceritakan apa yang telah dialami.
Mungkin akan terasa menakutkan untuk mencoba terbuka dengan orang lain mengenai peristiwa tersebut. Akan tetapi, penting untuk tetap mempertimbangkan mendapatkan bantuan medis secepatnya. Jika memungkinkan, segera datangi UGD rumah sakit terdekat. Dokter akan melakukan serangkaian tes dan pengobatan untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit menular seksual atau risiko kehamilan.
Dokter dan tenaga pelayanan kesehatan profesional akan menangani segala kebutuhan medis Anda sembari menjaga kerahasiaan. Mereka tidak akan menghubungi polisi tanpa seizin Anda. Jika memutuskan untuk melapor polisi, segeralah minta dilakukan pemeriksaan forensik. Semakin cepat, semakin baik. Baiknya minimal 1 hari setelah peristiwa terjadi untuk mendapatkan perawatan dan diagnosis yang akurat.
Usahakan untuk tidak mandi atau mencuci atau mengganti pakaian Anda segera setelah kekerasan seksual terjadi. Membersihkan diri dan pakaian dapat menghancurkan bukti forensik yang mungkin penting untuk penyelidikan polisi.
Selengkapnya baca panduan pertolongan pertama setelah mengalami kekerasan seksual di Hello Sehat.
Jika Anda, anak Anda, atau kerabat terdekat Anda mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apapun, amat disarankan untuk menghubungi nomor darurat polisi 110; KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) di (021) 319-015-56; Komnas Perempuan di (021) 390-3963; SIKAP (Solidaritas Aksi Korban Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan) di (021) 319-069-33; LBH APIK di (021) 877-972-89; atau menghubungi Pusat Krisis Terpadu – RSCM di (021) 361-2261.