Sukarelawan sering kali disebut sebagai seorang altruis atau orang yang memiliki sikap altruisme. Namun, apakah berbuat baik untuk orang lain selalu berdampak positif bagi diri sendiri? Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Apa itu altruisme?
Altruisme adalah paham atau sikap yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain. Pada dasarnya, ini merupakan kebalikan dari egoisme.
Dikutip dari laman American Psychological Association, altruisme artinya perilaku yang menguntungkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri.
Tindakan yang dilakukan oleh seorang altruis ini didasarkan keinginan untuk membantu, bukan karena kewajiban terhadap perkerjaan atau alasan apa pun.
Dalam beberapa kasus, tindakan altruistik dapat membuat seseorang mempersulit dan bahkan membahayakan diri sendiri demi membantu orang lain.
Oleh sebab itu, paham altruisme bisa berdampak baik sekaligus buruk bagi penganutnya.
Jenis-jenis altruisme
Para pakar psikologi telah membedakan perilaku altruistik ke dalam beberapa jenis berikut ini.
1. Altruisme genetik
Sesuai dengan namanya, altruisme genetik (genetic altruism) melibatkan tindakan yang akan menguntungkan anggota keluarga dekat.
Sebagai contoh, orangtua yang berusaha untuk menyekolahkan anak, memberi makan, dan memenuhi kebutuhan lain tanpa meminta imbalan.
2. Altruisme timbal balik
Altruisme timbal balik (reciprocal altruism) didasari simbiosis mutualisme alias hubungan yang sama-sama saling menguntungkan.
Seseorang mungkin akan membantu orang lain saat ini, sebab mereka mengharapkan balas budi dari orang yang telah dibantu pada kesempatan lainnya.
3. Altruisme yang dipilih kelompok
Tindakan yang dilakukan dalam altruisme yang dipilih kelompok (group-selected altruism) akan melibatkan keterlibatan orang-orang yang memiliki keterikatan tertentu.
Contohnya, Anda rela menolong teman yang sedang depresi atau mengalami kesulitan. Akan tetapi, belum tentu Anda rela melakukan hal yang sama kepada orang lain.
4. Altruisme murni
Jenis altruisme murni (pure altruism) melibatkan tindakan membantu orang lain tanpa imbalan, bahkan saat kondisi yang dihadapi berisiko sekalipun.
Tindakan yang orang tersebut lakukan dipengaruhi oleh nilai-nilai moral yang didapatkannya. Oleh sebab itu, paham ini juga dikenal sebagai altruisme moral.
Ringkasan
Menurut pandangan para ahli, perilaku altruistik dapat terbagi ke dalam beberapa jenis, yakni altruisme genetik, altruisme timbal balik, altruisme yang dipilih dalam kelompok, dan altruisme murni.
Contoh altruisme dalam kehidupan sehari-hari
Tanpa disadari, Anda mungkin telah melakukan tindakan altruistik dalam kehidupan sehari-hari.
Tindakan kecil ini dapat berupa menahan tombol saat ada orang yang masuk-keluar lift ataupun memberikan sedikit uang kepada orang lain yang membutuhkan.
Dalam buku Encyclopedia of Geropsychology (2015), disebutkan bahwa altruisme adalah salah satu aspek dari sesuatu yang dikenal sebagai perilaku prososial (prosocial behavior).
Perilaku prososial dilakukan secara sukarela dan sengaja dengan maksud memberikan manfaat kepada orang lain.
Alhasil, segala tindakan yang mengacu pada altruisme harus dilakukan untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun.
Manfaat sikap altruisme
Sebenarnya, perilaku altruistik tidak hanya memberikan manfaat kepada orang lain yang mendapatkan bantuan. Anda sebagai orang yang melakukan kebaikan juga akan merasakannya.
Bahkan, sejumlah penelitian juga telah menghubungkan manfaat perilaku baik ini dengan kesehatan fisik dan mental seperti berikut.
1. Membuat Anda lebih bahagia
Percaya atau tidak, kebaikan yang dilakukan untuk orang lain bisa meningkatkan rasa bahagia.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (2014) menemukan rasa senang karena berbuat baik tercermin dari perubahan biologis di dalam tubuh.
Mengikuti kegiatan amal dan memberikan donasi ternyata bisa mengaktifkan bagian otak yang berkaitan dengan perasaan senang dan puas.
Selain itu, kebaikan yang Anda lakukan juga dipercaya dapat membantu meningkatkan pelepasan endorfin pada otak sehingga mengurangi stres dan rasa cemas.
2. Mendukung kesehatan fisik dan mental
Seorang altruis biasanya memiliki kesehatan fisik yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak. Sebagai contoh, sukarelawan yang aktif pada kegiatan kemanusiaan.
American Public Health Association juga menyebutkan efek rasa senang saat membantu orang lain dapat mengurangi risiko kematian, khususnya pada lansia.
Bahkan, aktif melakukan kebaikan juga dapat meningkatkan kesehatan pada pengidap penyakit kronis, seperti HIV dan multiple sclerosis.
3. Meningkatkan kualitas hubungan
Memiliki kepedulian tinggi terhadap orang lain ternyata dapat meningkatkan kualitas hubungan Anda dengan pasangan.
Sebuah penelitian dalam Journal of Personality (2019) menyatakan bahwa kebaikan merupakan salah satu kualitas paling penting yang dicari-cari orang saat memilih pasangan.
Maka dari itu, peduli dan berbuat baik kepada orang lain bisa meningkatkan ketertarikan lawan jenis kepada diri Anda.
Namun, jangan sampai sengaja berbuat baik hanya untuk mencari pasangan. Lakukan dengan tulus semata-mata hanya untuk memberikan bantuan kepada orang lain.
Dampak buruk sikap altruisme
Berperilaku altruistik memang baik, tetapi jangan sampai Anda menjadi orang yang terlalu baik. Pasalnya, hal ini mungkin bisa berdampak buruk pada hubungan Anda dengan orang lain.
Sikap ini mungkin bisa membuat diri Anda dimanfaatkan orang lain, misalnya teman selalu minta tolong padahal masalahnya tidak penting atau bahkan sering berutang uang pada Anda.
Akibatnya, Anda kemungkinan bisa mengabaikan kebutuhan finansial dan kesehatan diri sendiri untuk sekadar membantu orang lain.
Orang yang terlibat dalam tindakan altruistik bahkan juga dapat menempatkan diri mereka dalam bahaya.
Sebagai contoh, Anda melihat orang yang tenggelam dan langsung berusaha menyelamatkannya, padahal Anda sendiri sebenarnya tidak bisa berenang.
Perilaku altruistik yang berlebihan ini tentu akan menimbulkan dampak buruk yang lebih besar. Orang tersebut mungkin tidak terselamatkan dan diri Anda juga turut menjadi korban.
Meski bukan gangguan mental, altruisme yang berlebihan tentu dapat merugikan diri Anda. Jika hal ini sudah mulai Anda rasakan, tak ada salahnya untuk konsultasi ke psikolog.
Psikolog akan membantu mencari akar permasalahan dan mengubah pola pikir Anda bahwa diri sendiri juga penting, tak kalah dibandingkan dengan orang lain.
Ke depannya, Anda tetap bisa melakukan tindakan altruistik sewajarnya sehingga tidak sampai merugikan diri sendiri.
Kesimpulan
- Altruisme artinya paham atau sikap ingin menolong orang lain, khususnya yang sedang dalam kesusahan, dengan mengorbankan diri sendiri.
- Perilaku altruistik bisa berkembang dalam ruang lingkup keluarga (altruisme genetik), pertemanan (altruisme yang dipilih kelompok), bahkan timbul dengan sendirinya (altruisme murni).
- Tindakan menolong orang lain dapat bermanfaat bila dilakukan sewajarnya. Bila berlebihan, hal ini bisa merugikan dan bahkan membahayakan nyawa Anda.
- Jangan ragu untuk konsultasi ke psikolog guna mengetahui penyebab dan cara untuk mengatasi perilaku altruistik yang berlebihan.