Kebahagiaan merupakan suatu hal yang pasti tak henti-hentinya dirasakan pasangan suami-istri ketika memiliki seorang anak. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa kebahagiaan setelah punya anak juga kerap disertai cobaan.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Kebahagiaan merupakan suatu hal yang pasti tak henti-hentinya dirasakan pasangan suami-istri ketika memiliki seorang anak. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa kebahagiaan setelah punya anak juga kerap disertai cobaan.
Suka tidak suka, perlu dipahami bahwa perjalanan rumah tangga tidak akan selalu berjalan mulus, termasuk ketika sudah punya anak.
Kehadiran buah hati membuat Anda dan pasangan harus kembali membangun toleransi dan berbagi kewajiban. Jika tidak, berikut adalah beberapa cobaan yang mungkin dirasakan setelah punya anak.
Meski menjadi kewajiban bersama, tak bisa dipungkiri bahwa ibu perlu memberikan perhatian lebih pada bayi baru dilahirkan.
Pasalnya, ia harus memberikan perawatan dan menyusui sambil menjalani masa pemulihan setelah melahirkan.
Pada saat seperti ini, perhatian suami sangatlah dibutuhkan. Namun, tak jarang suami hanya fokus untuk merawat sang anak, sedangkan sang istri kurang diperhatikan.
Hal ini tentu tidak sepenuhnya salah, tetapi jangan sampai suami melupakan istri yang juga kelelahan merawat bayi sekaligus menjalani pemulihan.
Sebelum punya anak, Anda mungkin bisa melakukan hubungan ranjang setiap kali hasrat itu muncul.
Namun, setelah punya bayi, hubungan ranjang mungkin sesekali terganggu. Sebagai contoh, anak bisa saja tiba-tiba menangis saat Anda tengah bercinta.
Belum lagi, beban pekerjaan yang bertambah saat punya anak membuat Anda lebih mudah lelah di malam hari. Alhasil, Anda memilih menghabiskan waktu untuk beristirahat alih-alih berhubungan intim.
Keuangan merupakan salah satu hal yang cukup sering menimbulkan ujian dalam rumah tangga. Sudah menjadi rahasia umum bahwa membesarkan anak membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Saat memiliki anak, Anda harus lebih pintar dalam mengelola keuangan, apalagi mengingat banyak ibu baru yang memutuskan berhenti kerja demi fokus mengurus anak.
Dalam situasi seperti ini, pastikan Anda sudah mendiskusikannya dengan pasangan untuk memastikan bahwa kondisi keuangan tidak akan memunculkan masalah baru.
Saat anak masih sangat belia, perbedaan pola asuh ibu dan ayah mungkin belum terlalu terlihat. Perbedaan ini biasanya mulai menimbulkan cobaan setelah anak bisa berkomunikasi.
Tak jarang, konflik rumah tangga muncul karena perbedaan pola asuh muncul dari hal-hal sederhana.
Sebagai contoh, ibu sering kali berusaha keras membatasi konsumsi makanan kurang sehat, seperti es krim dan permen. Namun, sang ayah justru membebaskan si Kecil makan keduanya.
Sebaliknya, ayah mungkin ingin cepat-cepat anaknya menjadi mandiri. Sementara itu, ibu justru selalu menganggap mereka masih kecil sehingga terus menyuapinya.
Ketika pola asuh Anda dan pasangan sudah sejalan, tak jarang cobaan setelah punya anak justru muncul dari mertua.
Anda mungkin cukup sering mendengar masukan, seperti, “Wah kalau Ibu dulu…” atau “Jangan pakai itu, lebih baik pakai ini.”
Dalam menghadapi mertua, Anda tidak perlu melawannya. Coba jelaskan secara perlahan mengapa Anda dan pasangan menerapkan pola asuh tertentu.
Setelah punya anak, Anda harus lebih pintar dalam mengatur waktu. Pasalnya, Anda harus memberikan waktu untuk anak dan pekerjaan rumah yang semakin banyak.
Tanggung jawab yang bertambah saat menjadi orang tua sering kali membuat seseorang, terutama ibu, kehilangan waktu me time-nya.
Padahal, laman Cleveland Clinic menyebutkan bahwa orang tua membutuhkan me time setidaknya 20 menit dalam sehari.
Selain memicu stres, kondisi ini juga membuat ibu menjadi lebih sensitif sehingga mudah terpancing amarah.
Meski terlahir dari rahim wanita, perlu diingat bahwa proses kehamilan terjadi berkat pertemuan sel telur dan sperma. Dengan begitu, sudah sewajarnya jika tanggung jawab mengurus anak menjadi milik berdua.
Maka dari itu, jangan ragu untuk meminta suami ikut mengurus anak. Bicarakan soal pembagian peran, tanggung jawab, hingga waktu istirahat sesuai porsinya.
Peralihan peran dari suami istri menjadi orang tua memang membutuhkan berbagai penyesuaian. Jadi, wajar jika Anda menemui beberapa cobaan karena hal tersebut.
Cobalah beberapa hal berikut untuk menjaga kualitas hubungan suami-istri ketika sudah punya anak.
Selelah apa pun Anda dan pasangan, usahakan tetap meluangkan untuk satu sama lain meski hanya 5–15 menit dalam sehari.
Quality time dengan pasangan bisa digunakan untuk bertukar cerita sehari-hari sekaligus menyelesaikan beberapa hal yang tidak bisa dibicarakan ketika bersama si Kecil.
Setelah punya anak, perhatikan kembali rencana keuangan yang sudah Anda susun bersama pasangan. Pasalnya, Anda mungkin perlu menyesuaikannya dengan kebutuhan susu, popok, dan tabungan pendidikan.
Bila perlu, Anda bisa membicarakan hal ini dengan seorang perencana keuangan.
Seorang suami sering kali tidak bisa memahami betapa beratnya menjadi ibu rumah tangga sehingga mereka tidak berusaha menawarkan bantuan.
Oleh karena itu, jangan ragu memberitahu suami ketika Anda kelelahan merawat si Kecil. Dengan begitu, Anda bisa meminta bantuannya dan tidak merasa diasingkan.
Meski terkesan sederhana, tanggung jawab membersihkan rumah kerap memicu cobaan setelah punya anak. Pasalnya, rumah sering kali menjadi lebih mudah berantakan saat si Kecil sedang aktif-aktifnya.
Untuk mengatasinya, buatlah jadwal tertulis tentang pembagian pekerjaan sehari-hari. Sebagai contoh, istri menyapu dan suami yang mengepel.
Intensitas berhubungan ranjang mungkin berkurang saat Anda harus merawat bayi baru lahir. Namun, ada banyak cara yang bisa digunakan demi menjaga keintiman.
Sebagai contoh, berikan kecupan dan pelukan hangat yang lebih sering pada pasangan. Dengan begitu, pasangan akan merasa bahwa kasih sayang yang diterimanya tidak berkurang.
Perjalanan menjadi orang tua tentu dipenuhi suka dan duka. Namun, dengan pasangan yang tepat, perjalanan ini bisa terasa lebih mudah.
Selain itu, ingatlah bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Jadi, jangan menyalahkan diri sendiri ketika Anda membuat kesalahan saat merawat anak.
Jadikanlah hal tersebut sebagai pengalaman untuk memperbaiki pola pengasuhan bagi si Kecil ke depannya.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar