Saat hamil, ibu masih boleh berolahraga. Namun, bolehkah melompat saat hamil, misalnya ketika berolahraga? Olahraga saat hamil sangat bermanfaat, tidak hanya menunjang kesehatan ibu tetapi juga bisa membuat tubuh lebih nyaman.
Ditinjau secara medis oleh dr. Damar Upahita · General Practitioner · None
Saat hamil, ibu masih boleh berolahraga. Namun, bolehkah melompat saat hamil, misalnya ketika berolahraga? Olahraga saat hamil sangat bermanfaat, tidak hanya menunjang kesehatan ibu tetapi juga bisa membuat tubuh lebih nyaman.
Hanya saja, ibu hamil tetap perlu memperhatikan jenis olahraganya. Jadi, adakah bahaya lompat saat hamil atau justru tidak masalah? Berikut penjelasannya.
Mengutip dari American Pregnancy Association (APA), olahraga selama kehamilan adalah aktivitas yang aman, terutama bagi ibu yang terbiasa aktif bergerak sebelum hamil.
Pada kehamilan normal dan sehat, olahraga tidak memicu keguguran.
Namun, akan lebih pasti bila ibu berkonsultasi dengan dokter agar bisa mendapat pilihan olahraga yang tepat.
Selain itu, perhatikan arah dan tujuan ibu berolahraga karena saat hamil, bukan saatnya untuk menurunkan berat badan.
Kecuali kalau berat badan ibu hamil berlebih dan cenderung obesitas, mungkin ibu bisa menjaga berat badan agar tetap ideal.
Lalu, bagaimana dengan melompat saat hamil?
Mengutip dari Tommy’s, saat trimester pertama kehamilan, ibu masih bisa melakukan olahraga yang biasa dilakukan sebelum hamil, termasuk melompat.
Di masa awal kehamilan, kantung ketuban mampu melindungi bayi dari benturan, getaran, atau lompatan ringan.
Nah, untuk waktu berolahraga, ibu hamil memang sebaiknya melakukan olahraga ringan sekitar 20-30 menit sehari.
Akan tetapi, tetap sesuaikan dengan kondisi ibu. Saat masa awal kehamilan, sebagian besar ibu hamil mengalami morning sickness dan kelelahan.
Kalau sudah begitu, ibu bisa istirahat sejenak sampai kondisi tubuh bugar dan siap untuk olahraga.
Lalu, saat menginjak trimester kedua kehamilan, sebaiknya ibu mengganti olahraga high impact seperti lari dan lompat dengan olahraga ringan seperti berenang.
Menginjak trimester kedua, ukuran ibu hamil yang sudah semakin besar dan kuatnya tekanan saat melompat bisa membahayakan kondisi janin.
Meski lompat saat hamil masih bisa ibu lakukan, gerakan ini tetap memiliki risiko. Pasalnya, melompat bisa memberi tekanan berlebih pada tubuh lewat hentakan-hentakan.
Beberapa dampak dan risiko lompat saat hamil yaitu:
Tekanan dan cedera ini bisa memicu komplikasi kehamilan yang lebih parah.
Saat ibu melompat, rahim akan menekan serviks setiap kaki menjejak tanah dan ini bisa memicu kontraksi.
Untuk lompatan ringan, tekanan dan pukulan pada serviks masih dalam batas aman.
Namun, kalau sudah lompatan tinggi, sebaiknya ibu hindari.
Bila ibu ingin olahraga dengan gerakan melompat, pastikan keamanannya, mulai dari kondisi ibu sampai janin.
Lompatan ringan tidak akan melukai bayi, seperti saat sedang menari santai.
Namun sebaiknya, hindari kalau ibu melompat tinggi sampai membuat kaki harus mengangkang dan hentakan keras.
Bila ibu merasa ragu untuk melompat saat hamil, bisa melakukan olahraga dengan gerakan lain. Sebut saja, jalan santai, prenatal yoga, atau pilates.
Selama, sebelum, dan sesudah olahraga, pastikan untuk mencukupi kebutuhan cairan. Tanda tubuh dehidrasi adalah kelelahan dan urine berwarna kuning gelap.
Mengutip dari American College Obstetrician and Gynecologists (ACOG), olahraga bisa membantu meningkatkan suasana hati (mood).
Rutin bergerak juga membantu menurunkan berat badan berlebih untuk ibu hamil yang mengalami obesitas dan kelebihan berat badan.
Selain itu, olahraga dapat mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan pembengkakan pada kaki.
DVT adalah kondisi umum yang sering terjadi pada ibu yang baru melahirkan.
Pada intinya, jenis olahraga apapun yang ingin ibu lakukan, selalu konsultasikan dengan dokter.
Nantinya, dokter bisa menilai apakah ibu bisa melompat saat hamil atau tidak.
Kalau tidak bisa, dokter akan memberikan alternatif olahraga yang aman untuk ibu dan janin.
Bila ibu hamil merasakan kontraksi setelah lompat, segera hubungi dokter.
Disclaimer
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar