Sebagai salah satu jenis infeksi menular seksual (IMS), sifilis dapat dengan mudah ditularkan melalui hubungan intim. Namun, selain itu, sifilis rupanya juga bisa ditularkan dari ibu hamil pada janin.
Untungnya, penanganan sifilis sebelum usia kehamilan 26 minggu dapat mengurangi risiko penularan pada janin. Itulah mengapa ibu hamil perlu mengenali gejalanya sedini mungkin.
Sifilis pada ibu hamil
Dikenal juga sebagai penyakit raja singa, sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidium.
Sifilis dapat dengan mudah menular melalui hubungan seksual, baik melalui vaginal, anal, maupun oral tanpa kondom.
Penyakit ini juga bisa menular dari kontak langsung atau sentuhan pada kulit yang terluka karena infeksi.
Selain menjadi penyakit menular dari ibu ke janin, sifilis juga bisa menular selama proses persalinan. Pasalnya, saat dilahirkan, bayi akan melalui vagina ibu hamil yang mungkin memiliki luka.
Penyakit raja singa pada bayi dikenal dengan sifilis kongenital. Karena berisiko mengancam nyawa janin, penyakit ini perlu ditangani sedini mungkin.
Gejala sifilis pada ibu hamil
Setiap ibu hamil mungkin memiliki gejala sifilis yang berbeda, tergantung sejauh mana bakteri Treponema pallidum sudah menginfeksi.
Berikut adalah ciri-ciri sifilis pada ibu hamil sesuai tahapannya.
1. Sifilis primer
Gejala awal sifilis adalah kemunculan luka kecil, keras, dan tidak terasa sakit yang disebut chancre.
Luka ini umumnya ditemukan pada area genital atau mulut. Chancre terbentuk setelah 3–12 minggu terjadinya infeksi.
Anda mungkin melihat bahwa luka tersebut sembuh dengan sendirinya dalam waktu lima minggu.
Namun, ini bukan berarti Anda sudah sembuh dari sifilis. Infeksi masih bisa terus menyebar melalui pembuluh darah.
2. Sifilis sekunder
Pada tahap kedua, Anda akan melihat luka dan ruam pada telapak tangan dan kaki. Kondisi ini umumnya juga disertai gejala lain seperti berikut.
- Demam
- Sakit tenggorokan.
- Rambut rontok.
- Sakit kepala.
- Penurunan berat badan.
- Nyeri otot.
- Kelelahan.
- Pembengkakan kelenjar getah bening.
Ruam-ruam tersebut umumnya terbentuk pada 2–6 bulan setelah Anda terinfeksi.
3. Sifilis laten
Selama tahap laten, ibu hamil akan melihat bahwa berbagai gejala sifilis telah menghilang, tetapi sebenarnya ia masih terinfeksi.
Bakteri Treponema pallidum bahkan masih dapat bertahan di dalam tubuh selama bertahun-tahun.
Gejala sifilis bahkan mungkin tidak lagi muncul selama beberapa tahun ke depan atau justru muncul kembali dengan kondisi yang lebih parah.
4. Sifilis tersier
Jika tidak diobati, sifilis bisa berkembang sampai ke tahap tersier atau lanjutan. Ini merupakan tahapan yang paling membahayakan karena infeksi sudah menyebar di dalam tubuh.
Dengan begitu, sifilis tersier pada ibu hamil umumnya ditandai dengan berbagai gejala seperti berikut.
- Gangguan penglihatan atau bahkan kebutuhan.
- Kerusakan organ dalam.
- Gangguan neurologis yang menyebabkan masalah komunikasi, berpikir, ingatan, hingga kelumpuhan.
Peluang penularan sifilis yang telah mencapai tahap tersier terhadap janin bisa menjadi lebih besar.
Pengobatan sifilis pada ibu hamil
Sejauh ini, pengobatan sifilis yang dinilai aman selama kehamilan adalah pemberian obat benzathine benzylpenicillin.
Melansir dari Buku Pedoman Kemenkes RI, berikut adalah dosis pemberian benzathine benzylpenicillin sesuai tahapan infeksi.
- Sifilis primer dan sekunder: 2,4 juta IU dosis tunggal, injeksi intramuskular atau melalui otot.
- Sifilis laten: 2,4 juta IU injeksi intramuskular atau melalui otot, satu kali per minggu selama tiga minggu berturut-turut.
Namun, karena beberapa orang bisa mengalami alergi penisilin, berikut adalah alternatif pengobatan sifilis yang dapat diberikan selama kehamilan.
- Sifilis primer dan sekunder: eritromisin 500 mg melalui oral sebanyak 4 kali sehari selama 14 hari.
- Sifilis laten: eritromisin 500 mg melalui oral sebanyak 4 kali sehari selama minimal 30 hari.
Selama proses pengobatan, ibu hamil harus berada di bawah pemantauan dokter agar dokter dapat memantau efektivitas obat dan ada-tidaknya efek samping.
Sebagai tambahan, ibu hamil yang mengidap sifilis juga harus menghindari hubungan seksual dengan pasangannya sampai infeksi berhasil diobati.
Bahaya sifilis pada ibu hamil dan janin
Tidak hanya menimbulkan masalah pada ibu hamil, sifilis perlu segera diatasi karena bisa membahayakan dan bahkan mengancam nyawa janin.
Berikut adalah berbagai bahaya sifilis bagi ibu hamil dan janin.
- Gangguan otak dan tulang.
- Berat badan lahir rendah (BBLR).
- Kelainan plasenta dan tali pusat.
- Kelahiran prematur.
- Keguguran.
- Bayi lahir mati.
Penting untuk diketahui!
Jika Anda berhasil melahirkan bayi saat mengidap sifilis, penting untuk melakukan pemeriksaan secara berkala.
Pasalnya, gejala sifilis kongenital mungkin baru muncul sekitar dua tahun atau lebih setelah bayi dilahirkan.
Pencegahan sifilis pada ibu hamil
Penerapan hubungan seksual yang aman merupakan cara utama dalam mencegah sifilis secara umum, termasuk saat hamil.
Bukan hanya dari sisi istri, suami pun harus melakukan hal serupa mengingat penyakit ini bisa menular dengan sangat mudah.
Sementara itu, untuk mencegah penularan sifilis ke janin, penting untuk melakukan skrining sifilis sedini mungkin setelah Anda menyadari bahwa Anda sedang hamil.
Penting untuk diingat bahwa skrining perlu dilakukan pada setiap kehamilan. Hasil skrining pada kehamilan pertama tidak bisa dijadikan acuan kondisi ibu hamil pada kehamilan kedua dan seterusnya.
Apabila Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran tertentu seputar infeksi menular seksual ini, konsultasikanlah dengan dokter kandungan Anda.
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]