Gangguan makan bisa menyerang siapa saja, termasuk pada ibu yang sedang hamil. Sayangnya, banyak ibu hamil enggan mengungkapkan keadaan mereka kepada dokter karena ketakutan dengan stigma dan reaksi negatif yang akan diterima.
Padahal, masalah gangguan makan bisa memberikan dampak yang berbahaya, mulai dari ibu hamil kurang gizi hingga gangguan perkembangan janin.
Gangguan makan yang umum terjadi pada ibu hamil
Penyebab gangguan makan pada ibu hamil berasal dari pandangan negatif tentang tubuhnya sendiri. Mereka cenderung memiliki gambaran yang tidak realistis terhadap bentuk tubuh ideal.
Ibu hamil pun bisa mengalami hal serupa. Kebanyakan gangguan makan sudah dialami saat sebelum memasuki masa kehamilan, tapi ada juga kasus yang baru muncul setelahnya.
Biasanya mereka dirundung rasa takut akan perubahan pada bentuk tubuhnya ketika mengandung. Rasa takut tersebut pun lantas berkembang menjadi gangguan makan berikut.
1. Anoreksia nervosa
Anoreksia adalah gangguan makan yang ditandai dengan penurunan berat badan yang sangat ekstrem.
Para pengidapnya memiliki ketakutan berlebih akan meningkatnya berat badan. Maka dari itu, mereka pun mengubah pola makan untuk menjaga agar berat badannya tidak naik.
Gangguan makan ini sangat mungkin terjadi selama kehamilan. Apalagi, masa kehamilan diketahui akan memberikan perubahan besar pada tubuh, termasuk berat badan yang akan melonjak drastis.
Saking tak ingin hal ini terjadi, ibu pun mengurangi porsi makannya dengan berlebihan.
Hal ini tentunya sangat berbahaya, mengingat ibu hamil seharusnya mengonsumsi lebih banyak zat gizi untuk mendukung perkembangan janin.
Kurangnya asupan makanan tidak hanya akan membuat ibu kekurangan berat badan, tapi juga berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah, prematur, atau bahkan mengalami keguguran.
2. Bulimia nervosa
Serupa dengan anoreksia, ibu hamil yang mengalami gangguan makan bulimia selalu merasa takut gemuk. Bedanya, ibu masih mau mengonsumsi makanan dalam jumlah normal atau malah berlebih.
Namun, setelahnya ibu akan memuntahkan makanannya dengan paksa. Terkadang, ia juga menggunakan obat pencahar dan melakukan olahraga berlebihan.
Jika terus dilakukan, hal ini dapat berujung pada dehidrasi dan ketidakseimbangan cairan dalam tubuh. Pada beberapa kasus bayi yang dilahirkan, juga bisa terjadi masalah cacat jantung bawaan.
Tidak hanya itu, konsumsi obat pencahar yang biasa dilakukan orang-orang dengan bulimia juga dapat menyebabkan gangguan pada pencernaan.
3. Binge eating disorder
Gangguan makan tak hanya bisa terjadi pada ibu hamil yang ingin mengurangi berat badan.
Ada sebagian orang yang menganggap masa kehamilan sebagai masa-masa untuk melampiaskan keinginan mengonsumsi banyak makanan.
Mereka sering berdalih bahwa hal ini dilakukan demi memberikan makanan yang cukup untuk janin.
Binge eating disorder (BED) ditandai dengan dorongan untuk terus makan dalam jumlah yang sangat banyak.
Bertambahnya nafsu makan pada ibu hamil memang merupakan hal yang wajar. Namun, berhati-hatilah jika keinginan tersebut mulai tak terkendali.
Orang yang mengalami BED akan terus makan meski mereka sudah tidak merasa lapar. Itu merupakan satu di antara gejala binge eating disorder yang paling umum.
Dampaknya, janin akan lebih rentan mengalami keguguran atau bisa juga berujung pada waktu persalinan yang lebih lama.
Sementara pada ibu hamil sendiri, BED dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko diabetes gestasional.
Apa yang harus dilakukan jika ibu hamil terkena gangguan makan?
Orang-orang yang terkena gangguan makan sering kali tidak mau mengakui bahwa mereka memiliki masalah tersebut, termasuk ibu hamil.
Ada yang merasa sangat bersalah dan malu terhadap dirinya sendiri dan ada juga yang tak ingin mendapatkan penilaian negatif dari orang-orang di sekitarnya.
Meski demikian, gangguan makan tetap harus segera ditangani karena dapat berpengaruh pada keselamatan janin.
Dampaknya juga masih bisa berlanjut sampai setelah persalinan. Sebagai contoh, ibu bisa saja mengalami depresi postpartum.
Jika ini terjadi pada Anda, hal pertama yang harus dilakukan ialah memberitahu dokter mengenai keadaan Anda.
Mungkin nantinya dokter akan memberikan rujukan ke layanan kesehatan mental yang dapat membantu mengubah kebiasaan Anda.
Biasanya, Anda juga harus menjalani psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif untuk melatih dan mengubah cara pikir Anda pada masalah yang dihadapi.
Selain itu, dokter atau ahli terapis akan bekerja sama dengan ahli gizi dalam membuat rencana pola makan yang akan dijalani selama masa kehamilan.
Buatlah janji tambahan dengan dokter untuk memastikan perkembangan janin Anda masih berjalan dengan baik.
Menjalani perawatan untuk mengatasi gangguan makan memang akan lebih sulit untuk ibu hamil.
Komunikasikan kepada keluarga atau dokter dan ahli terapis mengenai keadaan serta hal-hal yang Anda rasakan untuk mempermudah penyembuhan.
Gangguan makan selama kehamilan
Gangguan makan disebabkan oleh pandangan negatif tentang tubuhnya sendiri dan pandangan tidak realistis tentang bentuk tubuh ideal.
Jenis gangguan makan yang dapat terjadi selama kehamilan yakni anoreksia nervosa, bulimia, dan binge eating disorder.
Pengobatan umumnya merupakan kombinasi terapi perilaku kognitif, pengobatan, dan perbaikan pola makan.
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
PREGNANCY AND EATING DISORDERS. (2022). Retrieved 14 February 2023, from https://www.nationaleatingdisorders.org/pregnancy-and-eating-disorders
Eating disorders in pregnancy. (2022). Retrieved 14 February 2023, from https://www.tommys.org/pregnancy-information/im-pregnant/mental-wellbeing/eating-disorders
Eating disorders in & after pregnancy. (n.d.) Retrieved 14 February 2023, from https://www.thewomens.org.au/health-information/pregnancy-and-birth/mental-health-pregnancy/eating-disorders-in-after-pregnancy
Fornari, V., Dancyger, I., Renz, J., Skolnick, R., & Rochelson, B. (2014). Eating disorders and pregnancy: Proposed treatment guidelines for obstetricians and gynecologists. Open Journal Of Obstetrics And Gynecology, 04(02), 90-94. doi: 10.4236/ojog.2014.42016
Versi Terbaru
14/02/2023
Ditulis oleh Winona Katyusha
Ditinjau secara medis olehdr. Patricia Lukas Goentoro