Salah satu dampak serius dari komplikasi kehamilan yang tidak ditangani dengan baik ialah eklampsia. Sering disamakan dengan preeklampsia, inilah penjelasan lengkap tentang apa itu eklampsia, gejala, hingga penanganannya.
Apa itu eklampsia?
Eklampsia adalah bentuk komplikasi kehamilan parah dari preeklampsia. Kondisi ini ditandai dengan darah tinggi yang menyebabkan serangan kejang pada masa kehamilan.
Eclampsia paling sering ditemukan setelah minggu ke-20 kehamilan atau trimester dua. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berakibat fatal bagi ibu dan janin.
Pemantauan berkala dan perubahan gaya hidup harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi ibu hamil dengan eklampsia.
Seberapa umum kondisi ini?
Eklampsia termasuk komplikasi kehamilan yang jarang terjadi alias langka. Kondisi ini bisa menyerang sekitar 1 dari 200 ibu hamil dengan preeklampsia.
Anda memang tetap berisiko mengalami komplikasi kehamilan ini meskipun tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.
Tanda dan gejala eklampsia
Kejang-kejang merupakan gejala utama dari eklampsia. Kondisi ini biasanya disertai dengan disorientasi dan kebingungan karena aktivitas otak yang tidak normal.
Selain itu, eclampsia mungkin juga disertai dengan gejala preeklampsia seperti berikut.
- Sakit kepala.
- Mual dan muntah.
- Sakit perut, terutama di sebelah kanan atas.
- Pembengkakan pada tangan, kaki, dan wajah.
- Peningkatan tekanan darah.
- Kesulitan buang air kecil.
- Protein dalam urine atau albuminuria.
- Penambahan berat badan berlebih, bisa mencapai lebih dari 2 kg per minggu.
- Gangguan penglihatan, seperti kehilangan penglihatan, pandangan kabur, pandangan ganda, atau area yang hilang dalam bidang visual.
Cleveland Clinic menyebutkan bahwa meskipun eclampsia adalah komplikasi dari preeklampsia, kondisi ini sering kali tidak disertai dengan gejala di atas. Artinya, ibu hamil bisa kejang mendadak.
Apabila Anda mengalami berbagai gejala di atas atau memiliki riwayat tiba-tiba kejang saat hamil, segera periksakan kondisi Anda ke dokter.
Frekuensi kejang karena eclampsia
Kejang karena eklampsia bisa terjadi selama kehamilan atau sesaat setelah melahirkan. Kondisi ini bisa terjadi lebih dari satu kali dengan durasi rata-rata 60-75 detik.
Kejang karena eclampsia bisa terbagi menjadi dua fase seperti berikut.
- Fase pertama: berlangsung selama 15 sampai 20 detik, disertai dengan wajah berkedut, tubuh mulai kaku, dan otot menegang.
- Fase kedua: berlangsung selama 60 detik, kejang dimulai dari wajah, kelopak mata, lalu ke seluruh tubuh. Pada fase ini, otot berkontraksi dan rileks secara berulang-ulang dengan cepat.
Kejang fase kedua bisa berakhir dengan hilangnya kesadaran selama beberapa saat. Inilah yang disebut sebagai masa kritis.
Penyebab eklampsia
Mengutip dari laman Mayo Clinic, sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab eklampsia.
Kejang yang terjadi saat eklampsia dinilai tidak berkaitan dengan kondisi otak, seperti pada kejang epilepsi. Kondisi ini justru lebih dikaitkan dengan kelainan bentuk dan fungsi plasenta.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa kejang akibat eklampsia terjadi karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan ini disebabkan oleh tekanan darah yang meningkat selama kehamilan.
Eklampsia memang merupakan kondisi yang sangat jarang ditemukan. Komplikasi kehamilan ini dinilai lebih rawan terjadi pada ibu hamil dengan kondisi berikut.
- Berusia di bawah 20 atau di atas 35 tahun saat hamil.
- Hamil anak pertama.
- Kehamilan kembar dua, tiga, atau lebih.
- Riwayat penyakit autoimun, seperti lupus atau sindrom antifosfolipid.
- Riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia.
- Berat badan berlebih atau obesitas.
- Hamil dengan metode bayi tabung.
- Punya diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, atau kondisi lain yang memengaruhi kinerja pembuluh darah.
Komplikasi eclampsia
Jika tidak segera diatasi, eklampsia bisa menyebabkan berbagai komplikasi seperti berikut.
- Solusio plasenta (plasenta terlepas dari rahim).
- Gangguan pembekuan darah.
- Kelahiran prematur.
- Kerusakan sistem saraf pusat karena kejang yang berulang.
- Berat badan lahir rendah (BBLR).
- Kerusakan organ, seperti gagal ginjal.
- Stroke pada ibu hamil.
- Bayi lahir mati atau stillbirth.
- Kematian ibu atau janin.
Penting untuk diketahui!
Dengan adanya riwayat preeklampsia atau eklampsia, Anda juga berisiko mengalami kondisi serupa pada kehamilan berikutnya.
Diagnosis eclampsia
Untuk mendiagnosis eklampsia, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan bertanya mengenai riwayat kesehatan keluarga. Jangan lupa untuk membawa riwayat pemeriksaan kehamilan Anda.
Setelah itu, dokter bisa melakukan beberapa tes berikut untuk menegakkan hasil diagnosis.
- Tes urine untuk mengukur kadar protein dalam urine.
- Pemeriksaan darah untuk mengukur trombosit atau eritrosit (sel darah merah).
- Tes kreatinin untuk mengukur fungsi ginjal.
Selain itu, dokter juga akan melakukan USG untuk memantau detak jantung, ukuran, dan pergerakan janin.
Pengobatan untuk eklampsia
Persalinan yang dilakukan lebih awal merupakan salah satu cara untuk mengatasi preeklampsia maupun eklampsia. Melanjutkan kehamilan dengan eklampsia justru bisa berakibat fatal.
Persalinan lebih awal biasanya dilakukan jika janin sudah memasuki usia 36 minggu atau ketika paru-paru sudah cukup matang.
Selalu ikuti saran dokter untuk menentukan apakah Anda lebih baik menjalani persalinan normal atau operasi caesar.
Apabila Anda sudah didiagnosis dengan preeklampsia atau gejala eklampsia masih bisa dikendalikan, berikut adalah beberapa obat yang bisa diberikan.
- Antikonvulsan untuk mengatasi gejala kejang.
- Antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah.
- Kortikosteroid untuk membantu mempercepat perkembangan paru-paru janin.
Setiap ibu hamil bisa menerima jenis obat yang berbeda, sesuai tingkat keparahan dan kondisi janin.
Selain menerima pengobatan dari dokter, ibu hamil dengan eklampsia juga harus melakukan perawatan rumahan, seperti mengurangi aktivitas berat dan meningkatkan waktu istirahat.
Cara mencegah eklampsia
Sampai saat ini, belum ada cara khusus yang bisa mencegah preeklampsia maupun eklampsia. Namun, berikut ini adalah beberapa upaya yang bisa Anda lakukan untuk menurunkan risikonya.
- Kontrol kehamilan rutin.
- Jaga berat badan tetap ideal sebelum dan selama kehamilan.
- Tidak merokok dan minum alkohol.
- Minum suplemen sesuai anjuran dokter.
Sementara itu, ibu hamil dengan preeklampsia biasanya diberikan aspirin untuk mengurangi risiko berkembangnya eclampsia.
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]