backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Cepat-Tanggap Difteri, Ini Langkah Pengobatan Penyakit Difteri yang Tepat

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 08/09/2020

    Cepat-Tanggap Difteri, Ini Langkah Pengobatan Penyakit Difteri yang Tepat

    Difteri membutuhkan penanganan medis yang dilakukan sesegera mungkin. Pasalnya, tanpa adanya tindakan medis darurat penyakit difteri dapat menyebabkan dampak yang lebih fatal, bahkan meningkatkan risiko kematian. Dalam penanganan medis, dokter akan memberikan pengobatan difteri yang bertujuan untuk membasmi infkesi, menghilangkan racun difteri, dan mereduksi gejala difteri. Obat difteri apa saja yang diberikan dokter?

    Kapan pengobatan difteri akan diberikan?

    Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi bakteri yang memproduksi racun berbahaya. Penyakit ini memiliki gejala khas yang dapat membedakannya dari penyakit lainnya, yaitu kehadiran pseudomembran yang biasanya menempel di bagian amandel, tenggorokan, atau hidung.

    Pseuidomembran merupakan selaput tebal berwarna abu-abu yang memiliki tekstur halus seperti lendir dan menempel keras pada lapisan di bawahnya. Lapisan ini dapat menghalangi aliran udara di saluran pernapasan sehingga menyebabkan penderita difteri kesulitan untuk bernapas dan menelan makanan.

    Infeksi bakteri penyebab difteri yang terjadi pada saluran pernapasan bagian atas juga dapat menyebabkan pembengkakan di bagian leher atau bull neck.

    Dokter dapat mengindentifikasi penyakit difteri melalui kedua gejala khas ini, meskipun selanjutnya dokter akan melakukan proses diagnosis yang lebih jauh melalui pemeriksaan fisik dan sampel kultur di laboratorium.

    Pengobatan difteri akan segera diberikan oleh dokter ketika tanda-tanda difteri teridentifikasi dan penderita mengalami gejala yang parah, sambil menunggu hasil diagnosis dari laboratorium.

    Dalam pengobatan difteri hal ini penting dilakukan karena dapat mencegah terjadinya komplikasi difteri yang serius. Tanpa pengobatan difteri yang tepat penyakit ini bisa menyebabkan kerusakan pada organ lainnya, seperti ginjal, jantung, dan sistem saraf.

    Terdapat tiga langkah pengobatan difteri yang biasnya dilakukan dokter atau petugas medis, seperti memberi bantuan pernapasan menggunakan alat bantu pernapasan, pemberian obat difteri berupa antitoksin, dan pemberian antibiotik.

    Pengobatan difteri untuk menghentikan racun

    Bakteri penyebab difteri Corynebacterium diphtheriae yang memperbanyak diri di dalam tubuh mengeluarkan toksin atau racun yang dapat merusak jaringan, terutama sel-sel di saluran pernapasan, jantung, dan sistem saraf.

    Terdapat jeda waktu saat bakteri mengeluarkan racun dengan saat racun dari bakteri menginvasi atau masuk ke dalam sel di dalam tubuh. Pengobatan difteri perlu dilakukan sesegera mungkin sebelum racun memberikan dampak kerusakan sel yang parah.  Untuk mengatasi hal ini, dokter akan memberikan obat difetri berupa diphteria antitoxin (DAT).

    Antitoksin untuk pengobatan difteri

    DAT telah lama digunakan sebagai antitoksin untuk difteri semenjak wabah difteri pertama kali ditemukan. DAT hanya bisa diberikan langsung oleh dokter dan hanya tersedia di pusat layananan kesehatan, seperti rumah sakit.

    Obat difteri ini berfungsi untuk menetralisir racun yang bersirkulasi di dalam tubuh dan mencegah perkembangan penyakit difteri.

    Akan tetapi, DAT tidak dapat menetralisir racun yang terlanjur merusak sel-sel di dalm tubuh. Maka dari itu, pemberian DAT yang tertunda dapat meningkatkan risiko kematian. Pengobatan difteri melalui DAT bisa diberikan  sesegera mungkin setelah diagnosis klinis, tanpa menunggu konfirmasi dari hasil diagnosis laboratorium.

    Antitoksin akan diberikan secara lebih rutin ketika hasil diagnosis dari laboratorium telah menunjukan pasien positif terinfeksi difteri.

    Pengobatan difteri melalui DAT tidak dianjurkan pada kasus difteri kulit atau cutaneous diphtheria yang tidak memperlihatkan gejala dan dampak komplikasi yang berarti. Kecuali jika kondisi ulkus atau luka bernanah akibat difteri kulit sudah lebih besar dari 2 cm persegi, dengan tekstur yang lebih berselaput. Kondisi ini dapat menunjukkan risiko terjadinya komplikasi difteri yang lebih parah.

    Efek samping pengobatan difteri DAT

    Sebelum memberikan obat difteri ini, dokter perlu melakukan beberapa pengujian sensitivitas pasien terhadap antitoksin.

    Beberapa pasien menunjukkan reaksi alergi terhadap obat difteri ini. Dokter akan menyuntikan DAT dalam dosis yang lebih sedikit ke dalam kulit atau meneteskannya pada mata pasien. Jika muncul bilur pada kulit atau selaput mata berubah merah, maka menandakan munculnya reaksi alergi.

    Dokter akan segera menyutikkan antitoksin dalam dosis yang lebih besar dari dosis seharusnya untuk menghilangkan reaksi negatif dari pengobatan difteri ini.

    Obat difteri untuk menghilangkan bakteri

    Cara mengobati difteri yang selanjutnya bisa dilakukan adalah melalui pemberian antibiotik. Penting untuk dikethaui, penggunaan antibiotik dalam pengobatan difteri bukanlah pengganti untuk  DAT.

    Meskipun antibiotik belum terbukti mempengaruhi penyembuhan infeksi difteri secara lokal, antibiotik tetap diberikan untuk membasmi bakteri dari nasofaring sehinggan mencegah penularan  difteri lebih lanjut ke orang lain.

    Proses diagnosis melalui laboratorium harus segera diselesaikan sebelum pengobatan difteri melalui antibiotik dimulai.

    Jenis antibiotik yang direkomendasikan sebagai obat difteri adalah golongan makrolida atau penicillin V, yang termasuk diantaranya:

    Namun pengobatan difteri melalui antibiotik harus baru bisa diberikan ketika pasien sudah bisa menelan. Terapi antibiotik biasanya diberikan selama 14 hari. Setelah pengobatan difteri ini selesai, perlu dilakukan pemeriksaan sampel kultur dari amandel dan tenggorokan untuk mengetahui perbedaan jumlah bakteri.

    Jika tingkat toksigenik bakteri masih tinggi, maka pengobatan difteri melalui antibiotik perlu diperpanjang sampai 10 hari ke depan.

    Menurut National Institute for Communicable Disease, dosis antibiotik sebagai obat difteri yang diverikan secara oral atau melalui mulut untuk anak-anak adalah:

    • Penicillin V: 15 mg/kg/dosis atau maksimal 500 mg per dosis
    • Erythromycin: 15-25 mg/kg/dosis atau maksimal 1 gram per dosis setiap 6 jam
    • Azithromycin:10 mg/kg per hari

    Sementara untuk orang dewasa adalah:

    • Penicillin V:  500 mg per dosis
    • Erythromycin: 500 mg hingga 1 gram dosis setiap 6 jam atau maksimal 4 gram per hari

    Pengobatan difteri lanjutan

    Pasien yang terdiagnosis mengidap difteri tidak bisa hanya menjalani pengobatan difteri melalui obat-obatan, ia juga perlu menjalani perawatan isolasi di rumah sakit.

    Pengobatan difteri seperti ini dilakukan sebagai langkah pengendalian penyebaran dan pencegahan penyakit difteri. Pasalnya, penyakit difteri bisa ditularkan dengan sangat mudah.

    Bakteri penyebab difteri dapat berpindah melalui udara dan terdapat pada droplet atau sisa lendir yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi saat bersin atau batuk. Begitupun dengan penderita difteri kulit, kontak langsung dengan luka yang terbuka bisa menularkan penyakit ini.

    Dalam pengobatan difteri lanjutan, biasanya pasien akan menjalani rawat inap selama 14 hari pemberian obat difteri antibiotik. Sekalipun Anda melakukan perawatan di rumah, Anda perlu menghindari kontak langsung dengan orang lain sampai pengobatan difteri melalui antibiotik selesai diberikan.

    Penyakit difteri berpotensi menimbulkan komplikasi seperti miokarditis (peradangan otot jantung) atau gangguan sistem saraf, neuropati. Maka dari itu, pasien tidak hanya mengonsumsi obat difteri tapi juga perlu menjalani perawatan pendukung.

    Salah satunya pengobatan difteri lanjutan yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan detak jantung dengan elektrokardiogram guna memantau perkembangan penyakit difteri.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 08/09/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan