backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

5 Fakta Penting Seputar Antitoksin Difteri, Obat Baru untuk Mengatasi Difteri

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh dr. Angelina Yuwono · Tanggal diperbarui 12/04/2021

    5 Fakta Penting Seputar Antitoksin Difteri, Obat Baru untuk Mengatasi Difteri

    Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diptheriae. Pada bulan November 2017, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami KLB (kejadian luar biasa) difteri yang ditandai dengan peningkatan kasus difteri di hampir seluruh wilayah di Indonesia.

    Bakteri ini ditularkan melalui udara dan bisa masuk ke dalam saluran pernapasan. Dalam tubuh, bakteri ini akan mengeluarkan toksin (zat racun) yang membahayakan. Gejala yang ditimbulkan antara lain lemas, sakit tenggorokan, demam, pembengkakan leher, muncul pseudomembran alias lapisan abu-abu di tenggorokan atau amandel yang bila diangkat akan berdarah, sulit bernapas, serta sulit menelan.

    Apabila Anda mencurigai gejala difteri, sebaiknya segera berobat ke dokter. Saat ini, pengobatan difteri dilakukan dengan dua cara, yaitu:

    • Pemberian antitoksin difteri untuk mencegah kerusakan akibat toksin difteri
    • Pemberian antibiotik untuk melawan bakteri

    Semua yang perlu Anda tahu seputar antitoksin difteri

    1. Antitoksin difteri harus diberikan secepatnya

    Untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien, antitoksin difteri harus diberikan sesegera mungkin. Antitoksin ini bahkan sudah bisa diberikan pada pasien sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium dan terbukti diagnosis penyakitnya.

    Akan tetapi, antitoksin ini hanya diberikan pada pasien yang secara klinis menunjukkan gejala-gejala difteri seperti yang telah disebutkan di atas serta setelah dilakukan uji hipersensitivitas terhadap antitoksin ini.

    Meski tidak perlu menunggu hasil laboratorium, bukan berarti Anda tidak perlu melakukan pemeriksaan apa-apa. Anda tetap perlu melakukan biopsi (pengambilan sampel jaringan) untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium. Ini berguna untuk memastikan Anda tidak mengidap penyakit infeksi lainnya.

    2. Bagaimana cara kerja antitoksin difteri?

    Antitoksin bekerja dengan menetralisir toksin Corynebacterium diptheriae yang terlepas di pembuluh darah (unbound) sehingga dapat mencegah komplikasi penyakit. Antitoksin ini berasal dari serum kuda, maksudnya diracik dari plasma kuda yang kebal terhadap penyakit ini.

    3. Antitoksin difteri diberikan dalam bentuk apa?

    Antitoksin ini biasanya diberikan dalam bentuk suntikan intramuskular (suntikan ke otot) pada kasus difteri yang lebih ringan. Sedangkan pada kasus berat, antitoksin difteri biasanya diberikan dalam cairan infus.

    Dosis antitoksin difteri anak dan dewasa pada umumnya tidak berbeda. Dosis disesuaikan dengan gejala klinis yang muncul.

    • Penyakit tenggorokan yang terjadi selama dua hari diberikan 20.000 hingga 40.000 unit
    • Penyakit nasofaring diberikan 40.000 sampai 60.000 unit
    • Penyakit berat atau pasien dengan pembengkakan leher yang difus diberikan 80.000 sampai 100.000 unit
    • Lesi kulit diberikan 20.000 hingga 100.000 unit

    4. Antitoksin difteri bisa diberikan sebagai tindakan pencegahan

    Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat (setara dengan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Indonesia), ada beberapa kondisi di mana antitoksin difteri dapat digunakan untuk pencegahan penyakit, bukan untuk mengobati.

    Berikut adalah orang-orang yang mungkin membutuhkan antitoksin untuk pencegahan difteri.    

    • Orang-orang yang terpapar toksin difteri
    • Orang dengan riwayat imunisasi difteri yang tidak jelas (lupa sudah pernah imunisasi Dt dan Td atau belum)
    • Tidak bisa dirawat di rumah sakit untuk dipantau perkembangan gejala klinisnya atau tidak dapat dilakukan kultur jaringan untuk melihat bakteri difteri
    • Orang yang memilki riwayat atau dicurigai tersuntik toksin difteri (misalnya pekerja di laboratorium atau rumah sakit)

    5. Efek samping antitoksin yang perlu diwaspadai

    Sama seperti obat-obatan lainnya, antitoksin juga berisiko menyebabkan efek samping. Maka, pemberian berulang tidak direkomendasikan karena dapat meningkatkan risiko munculnya efek samping. Efek samping yang dapat muncul setelah penyuntikan antitoksin difteri antara lain:

    1. Alergi dan syok anafilaktik

    Alergi terhadap antitoksin umumnya ditandai dengan kulit gatal, kemerahan, biduran dan angioedema. Sedangkan pada kasus alergi yang parah, yaitu syok anafilaktik, gejalanya yaitu sesak napas, penurunan tekanan darah, dan aritmia. Akan tetapi, kasus ini sangat jarang terjadi.

    2. Demam

    Demam bisa muncul 20 menit  sampai satu jam setelah penyuntikan antitoksin difteri. Demam setelah penyuntikan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang cepat disertai dengan rasa menggigil dan sesak.

    3. Serum sickness

    Kondisi ini ditandai dengan gejala kemerahan kulit, biduran, demam, disertai dengan nyeri sendi, pegal, dan pembesaran kelenjar limfa.

    Gejala ini bisa muncul tujuh sampai sepuluh hari setelah pemberian serium antidifteri. Pengobatan untuk serum sickness adalah dengan memberikan obat anthistamin, obat antiradang non-steroid, dan obat kortikosteroid.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh dr. Angelina Yuwono · Tanggal diperbarui 12/04/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan