backup og meta

Serba-serbi Coronasomnia, Mulai dari Penyebab Hingga Cara Mengatasinya

Serba-serbi Coronasomnia, Mulai dari Penyebab Hingga Cara Mengatasinya

Pendemi COVID-19 sudah berlangsung lebih dari setahun. Situasi pandemi berkepajangan ini menimbulkan banyak persoalan kesehatan baru seperti “pandemic fatigue‘ dan “quaratine fatigue‘ yang cukup ramai dibicarakan. Nah, baru-baru ini muncul istilah baru yang mungkin belum Anda ketahui, yakni coronasomnia. Penasaran dengan istilah yang mengarah pada kondisi kesehatan ini? Yuk, cari tahu jawabannya lebih lanjut pada ulasan berikut ini.

Apa itu coronasomnia?

Insomnia merupakan salah satu jenis gangguan tidur yang sangat umum terjadi. Keluhan akibat insomnia meningkat tajam di masa pandemi. Para ahli tidur menyebut kondisi ini dengan sebutan coronasomnia, yakni gabungan antara pandemi virus Corona dan insomnia.

Dr. Abinav Singh, ahli pengobatan gangguan tidur menjelaskan pada Sleep Foundation bahwa coronasomnia adalah salah satu dari beberapa tandemik, yakni masalah kesehatan yang disebabkan oleh, diperburuk oleh, dan berjalan beriringan dengan pandemi. Kondisi ini berbeda dengan insomnia biasa karena berkaitan erat dengan pandemi Covid-19.

Seseorang yang mengalami kondisi ini, biasanya sulit tertidur, sering terbangun tengah malam, atau bangun sangat pagi dan tidak bisa kembali tidur. Stres yang dirasakan meningkat, diikuti dengan kecemasan dan pikiran negatif yang mengganggu.

Kesulitan tidur kemudian menimbulkan rasa kantuk di siang hari, sulit konsentrasi, dan suasana hati yang mudah memburuk. Siapa pun dapat mengalami coronasomnia, namun kelompok tertentu lebih berisiko dengan kondisi ini, seperti pasien Covid-19, tenaga kesehatan, dan pekerja yang terdampak pandemi.

Sebuah studi Journal Of Community Empowerment For Health menunjukkan mahasiswa kedokteran yang menjalani magang juga mengalami coronasomnia karena kecemasan akibat pandemi.

Apa penyebab coronasomnia?

masalah perkembangan dewasa

Ada banyak hal terkait pandemi yang bisa menyebabkan seseorang sulit tertidur ataupun tidur dengan nyenyak. Untuk lebih jelas, mari bahas satu per satu penyebabnya.

Penyakit COVID-19 itu sendiri

Susah tidur menjadi salah satu keluhan umum gejala COVID-19, selain hilang penciuman dan pengecap, batuk, serta demam. Gejala COVID-19 membuat pasien sulit untuk tidur nyenyak dan merasa gelisah di malah hari ketika berusaha tertidur. Gejala ini terjadi baik karena infeksi virus itu sendiri ataupun karena stres selama menjalani isolasi di rumah sakit atau di rumah lalu membuat insomnia jadi semakin parah.

Stres yang meningkat akibat pandemi

Stres bisa hadir kapan saja, tapi di tengah pandemi, tingkat stres akan meningkat. Apalagi ketidakpastian pandemi akan berakhir. Pandemi juga menimbulkan banyak tekanan, misalnya kehilangan pekerjaan karena PHK ataupun kondisi perusahaan tak dapat bertahan, padahal kebutuhan perlu terpenuhi dan tagihan perlu dibayar.

Peningkatan stres ini juga menaikkan kadar kortisol di dalam tubuh. Kortisol adalah hormon yang memiliki cara kerja berlawanan dengan hormon tidur, yakni melatonin.

Normalnya, kadar kortisol akan naik di pagi hari untuk memberi energi pada tubuh. Kemudian, akan turun di malam hari agar tubuh dapat beristirahat. Namun, stres akibat pandemi membuat kadar kortisol tetap tinggi dan mengganggu produksi melatonin. Akibatnya, coronasomnia bisa terjadi.

Berubahnya rutinitas harian selama pandemi

Kehidupan normal yang biasanya dijalani berubah akibat adanya pandemi. Anda diharapkan untuk beraktivitas di rumah dan menjaga jarak. Perubahan ini menciptakan dinding dalam kehidupan sosial, dan bisa menimbulkan dampak negatif pada kesehatan mental.

Perubahan rutinitas normal ini juga bisa memengaruhi ritme sirkadian, yakni siklus bangun tidur. Kebanyakan mengalami jam tidur lebih malam dan bangun lebih siang dari biasanya. Di samping itu kebanyakan orang menghabiskan lebih banyak waktu untuk duduk dan kurang bergerak.

Hal tersebut membuat ritme sirkadian sulit berada tetap di jalurnya. Tidak hanya tidur, fungsi biologis tubuh, seperti respons imun dan nafsu makan juga akan berubah. Jika perubahan tersebut mengarah ke gaya hidup yang buruk, tentu bisa memicu insomnia.

Cemas melihat pemberitaan pandemi

Upaya untuk mengikuti informasi terbaru tentang COVID-19, banyak yang sengaja maupun tidak membaca atau menonton berita terkini. Sayangnya, beberapa berita negatif bisa membuat orang semakin stres.

Semakin sering melihat berita negatif terkait pandemi, membuat stres dan kecemasan meningkat dan akhirnya bisa mengganggu tidur. Ini karena kebanyakan orang mulai mencari berita terkait pandemi di malam hari atau menjelang tidur. Paparan cahaya biru dari ponsel, laptop, tab, atau televisi mengganggu produksi hormon melatonin, yang akhirnya membuat kita sulit untuk memejamkan mata.

Seiring waktu, stres, kecemasan, dan perubahan kebiasaan tidur bisa menyebabkan coronasomnia.

Lantas, bagaimana cara mengatasi coronasomnia?

pola tidur yang baik

Susah tidur yang terus berlanjut bisa menyebabkan kualitas hidup jadi menurun. Tidak hanya itu, risiko timbulnya penyakit kronis juga akan meningkat. Itu sebabnya, susah tidur di saat pandemi harus segera diatasi.

Jangan khawatir, berikut ini ada beberapa cara yang cukup efektif untuk mengatasi insomnia akibat pandemi COVID-19.

Terapkan sleep hygiene

Istilah sleep hygiene ini mengarah pada kebiasaan sehat yang dapat meningkatkan kualitas tidur. Sleep hygiene meliputi tidur lebih cepat dan bangun lebih awal secara rutin, termasuk di akhir pekan, tidur siang hanya 20-30 menit saja, dan berjemur di pagi hari untuk mendapatkan sinar matahari yang penting bagi jam biologis tubuh.

Kemudian, lengkapi dengan hindari minuman beralkohol dan berkafein menjelang tidur, makan malam lebih awal, dan atur kamar tidur senyaman mungkin.

Tahu caranya mengelola stres dan kecemasan

Penyebab utama coronasomnia adalah stres dan kecemasan. Nah, cara terbaik untuk mengatasinya adalah tidak membiarkan stres dan kecemasan menguasai Anda.

Ada banyak cara untuk mengurangi stres, yakni rutin olahraga, mengisi waktu luang di rumah dengan kegiatan yang disukai, dan batasi durasi membaca berita buruk terkait COVID-19. 

Terapkan rutinitas seperti sebelum pandemi terjadi

Pandemi bisa mengubah rutinitas jadi berantakan, terutama jika Anda bekerja dari rumah. Cobalah untuk membuat jadwal kegiatan yang sama sebelum pandemi terjadi. Lakukan bangun dan tidur di jam yang sama dan tetap menyempatkan diri untuk olahraga.

Jika memang perlu keluar rumah, selalu terapkan protokol kesehatan, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan serta sering cuci tanganBila cara-cara yang disebutkan di atas tidak cukup efektif mengatasi susah tidur, jangan ragu untuk periksa kesehatan Anda ke dokter.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Sekartaji, M., Sari, R., Irsan, M., Adnan, M., Aquaira, L., Farahiya, S., & Hafidz, F. (2021). Relationship between anxiety and insomnia in clinical clerkship students during COVID-19 pandemic. Journal Of Community Empowerment For Health4(1), 21. doi: 10.22146/jcoemph.61392

UC Davis Health, P. (n.d.). COVID-19 is wrecking our sleep with coronasomnia – tips to fight back. Retrieved August 31, 2021, from https://health.ucdavis.edu/health-news/newsroom/covid-19-is-wrecking-our-sleep-with-coronasomnia–tips-to-fight-back-/2020/09

Save this to read later. Send to email 6 Min Read COVID-19 Outbreak. (2021, March 02). How to deal with coronasomnia. Retrieved August 31, 2021, from https://healthmatters.nyp.org/dealing-with-coronasomnia/

Insomnia During COVID-19 Pandemic . Retrieved August 31, 2021, from https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/view/483/347

 

Versi Terbaru

06/09/2021

Ditulis oleh Aprinda Puji

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Nanda Saputri


Artikel Terkait

Perbedaan Sakit Kepala Biasa dan Gejala COVID-19

Vaksin Booster COVID-19, Apa Bedanya dengan Vaksin Biasa?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 06/09/2021

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan