Pengaruh COVID-19 terhadap ekonomi tidak bisa dikesampingkan. Pada perempuan dengan gangguan kesuburan hal ini akan terasa lebih berat. Sebab, sebagai contoh, menjalani program bayi tabung memerlukan biaya yang tak sedikit. Sementara itu, asuransi kesehatan di Indonesia tidak menanggung biaya terapi kesuburan.
Untuk menjalani terapi kesuburan, perempuan dengan pendapatan menengah ke bawah cenderung akan datang dalam usia yang lebih tua karena memerlukan waktu untuk menyiapkan dana. Penundaan-penundaan ini dapat menurunkan potensi untuk memiliki anak.
Dalam banyak kasus, kondisi ini dapat berujung pada problem psikologis karena adanya stigma sosial bahwa seorang perempuan harus memiliki anak. Terapi kesuburan juga merupakan proses yang panjang dan dapat menimbulkan stres psikologis dan ganguan emosional.
Ketakutan akan tertular virus, permasalahan ekonomi, dan pembatasan pergerakan masyarakat dapat memperburuk depresi dan kecemasan pada perempuan dengan gangguan kesuburan. Beberapa penelitian di luar negeri membuktikan bahwa perempuan dengan gangguan kesuburan memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi, terutama perempuan yang mengalami penundaan terapi infertilitas akibat pandemi COVID-19.
Pencegahan transmisi, penggunaan sumber daya kesehatan lainnya untuk penanganan pandemi, dan kekhawatiran transmisi infeksi dari ibu ke bayi menyebabkan perempuan dengan gangguan kesuburan memilih untuk menunda terapi.
Kondisi COVID-19 dan gangguan kesuburan di Indonesia
Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh pandemi terhadap perempuan dengan gangguan kesuburan telah dilakukan di beberapa klinik infertilitas di Jakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuisioner khusus untuk menilai tingkat depresi perempuan dengan gangguan kesuburan saat pandemi COVID-19.
Penelitian dilakukan melalui survei terhadap 533 perempuan dengan gangguan kesuburan. Usia responden berkisar antara 21-45 tahun dan lamanya gangguan infertilitas sekitar 1-19 tahun. Sekitar 3/4 subjek berusia lebih dari 35 tahun. Lebih dari setengah responden perempuan telah menjalani terapi kesuburan kurang dari 12 bulan.
Gejala depresi ditemukan pada lebih dari sepertiga perempuan dengan gangguan kesuburan, di mana sepertiganya berupa depresi ringan. Kejadian depresi lebih sering ditemukan pada perempuan berusia kurang dari 35 tahun, memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah, serta bekerja di sektor swasta, pendidikan, maupun tidak bekerja.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar