backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

2

Tanya Dokter
Simpan

Benarkah Tidur Berlebihan Bisa Meningkatkan Risiko Pikun?

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Arinda Veratamala · Tanggal diperbarui 08/02/2021

    Benarkah Tidur Berlebihan Bisa Meningkatkan Risiko Pikun?

    Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia. Saat tidur, sel-sel dalam tubuh memperbaiki diri dan memperbaharui energi kembali. Sehingga, waktu tidur yang cukup diperlukan untuk mendukung kesehatan. Anda mungkin sering mendengar jika kurang tidur dapat menyebabkan stres, menjadi lemas pada esok hari, gangguan mood, dan lain sebagainya. Tapi tak hanya itu, tidur berlebihan ternyata juga dapat meningkatkan risiko demensia, menurut penelitian baru-baru ini.

    Apa itu demensia?

    Demensia bukanlah suatu penyakit. Ini merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai gejala yang terkait dengan penurunan ingatan atau kemampuan berpikir lainnya. Alzheimer merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami demensia. Orang dengan demensia biasanya memiliki masalah dengan ingatan jangka pendek.

    Demensia disebabkan oleh kerusakan pada sel otak. Hal ini menyebabkan terganggunya kemampuan sel otak dalam berkomunikasi satu sama lain. Sehingga, fungsi otak dapat terganggu dan dapat memengaruhi kemampuan Anda dalam berpikir, berperilaku, dan berperasaan. Sayangnya, sebagian besar perubahan di otak yang menyebabkan demensia ini bersifat permanen dan bisa memburuk seiring waktu.

    Orang dengan demensia biasanya menunjukkan gejala, seperti

  • Kesulitan dalam berbicara dan memahami pembicaraan.
  • Mudah lupa akan tanggal dan hari.
  • Mudah melupakan suatu barang dan tidak bisa mengingat/menelusuri dimana terakhir melihat barang tersebut.
  • Sulit menyelesaikan pekerjaan sehari-hari seperti menyiapkan makanan.
  • Adanya perubahan pada kepribadian dan mood.
  • Merasa depresi.
  • Berhalusinasi.
  • Memiliki masalah dalam mengendalikan emosi.
  • Kehilangan empati.
  • Alasan tidur berlebihan dapat meningkatkan risiko demensia

    Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Neurology baru-baru ini telah membuktikan bahwa tidur berlebihan dapat meningkatkan risiko demensia. Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Sudha Seshadri, profesor neurologi di Boston University School of Medicine (BUSM), dilakukan dengan cara mengumpulkan waktu tidur para partisipan penelitian setiap malam. Peneliti juga mengikuti perkembangan penyakit Alzheimer dan bentuk demensia lainnya pada partisipan selama 10 tahun.

    Hasilnya, peneliti menemukan bahwa partisipan yang tidur lebih dari 9 jam memiliki risiko dua kali lipat untuk mengembangkan demensia pada 10 tahun kemudian, dibandingkan dengan partisipan yang memiliki waktu tidur selama 9 jam atau kurang.

    Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa partisipan yang tidur lebih dari 9 jam memiliki volume otak yang lebih kecil dibandingkan dengan partisipan yang memiliki waktu tidur selama 6-9 jam. Hal ini karena terjadi penurunan fungsi otak (otak kurang berhasil dalam memproses pikiran dan menyelesaikan tugas), sehingga meningkatkan risiko demensia.

    Hasil penelitian ini mungkin bisa membantu memprediksi orang yang berisiko mengalami demensia. Waktu tidur yang terlalu lama juga dapat menjadi tanda awal seseorang mengembangkan penyakit neurodegenerasi (penyakit yang menyerang sel otak dan sumsum tulang belakang). Upaya mengurangi jumlah waktu tidur rupanya tidak akan menurunkan risiko demensia.

    benarkah suplemen kalsium menyebabkan demensia

    Berapa lama waktu tidur ideal?

    Tidur bisa menjadi indikator kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Sehingga, tidur yang cukup sangat penting untuk dipenuhi. Waktu tidur yang dibutuhkan bisa berbeda-beda antar usia. Untuk dewasa usia 18-64 tahun, waktu tidur yang dibutuhkan adalah sebesar 7-9 jam. Sedangkan, lansia usia 65 tahun ke atas membutuhkan waktu tidur sebanyak 7-8 jam. Waktu tidur kurang dari 7 jam dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, stroke, dan tekanan mental.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Arinda Veratamala · Tanggal diperbarui 08/02/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan