backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Sugar Rush, Apakah Benar Bisa Terjadi atau Mitos Belaka?

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None


Ditulis oleh Larastining Retno Wulandari · Tanggal diperbarui 07/09/2023

Sugar Rush, Apakah Benar Bisa Terjadi atau Mitos Belaka?

Sugar rush adalah istilah untuk kondisi tubuh yang menjadi terlalu aktif setelah mengonsumsi makanan tinggi gula. Rupanya, kebenaran efek konsumsi makanan manis ini masih simpang siur dalam dunia medis.

Apakah sugar rush fakta atau hanya mitos? Simak penjelasan berikut.

Sugar rush, mitos atau fakta?

Sugar rush adalah kondisi yang dipercaya dapat membuat seseorang menjadi hiperaktif karena menyantap gula dalam jumlah banyak.

Biasanya anak-anak paling sering dianggap mengalami sugar rush ketika mereka terlalu aktif bergerak atau kegirangan setelah mengonsumsi makanan manis.

Hal ini tak terlepas dari pemahaman sederhana bahwa asupan tinggi gula adalah bahan bakar atau sumber energi bagi tubuh. 

Orang mengira makin banyak mengonsumsi makanan manis, tubuh makin berenergi sehingga membuat anak bergerak berlebihan, seperti berlari atau melompat tanpa henti.

Makanan tinggi gula juga mampu meningkatkan suasana hati.

Itulah mengapa jika anak-anak terlalu senang atau terus tertawa setelah makan camilan manis, perubahan perilaku ini dianggap sebagai efek sugar rush.

Nah, sugar rush sebagai efek konsumsi makanan manis memang terdengar masuk akal, tapi ternyata hal ini keliru.

Saat mengonsumsi makanan tinggi gula, tubuh memang akan mengolah gula menjadi energi. Namun, tubuh akan memproses gula menjadi energi secukupnya saja.

Sisa gula yang berlebih akan disimpan di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen. Jadi, tidak semua asupan gula akan langsung diproses menjadi energi.

Artinya, anak-anak tidak akan menjadi hiperaktif hanya karena makan camilan manis berlebih.

Sugar rush menurut penelitian

makanan manis

Untuk membuktikan fenomena sugar rush, para ahli pun melakukan beragam penelitian.

Riset pada jurnal Neuroscience & Biobehavioral Reviews menemukan efek yang berbeda dari sugar rush ketika tubuh mendapatkan asupan gula yang tinggi.

Para peneliti menganalisis 31 studi yang melibatkan total 1.259 partisipan mengenai hubungan antara konsumsi karbohidrat dan pengaruh suasana hati.

Asupan gula yang cukup tinggi justru membuat tubuh menjadi lebih cepat lelah dan menurunkan fokus atau konsentrasi.

Efek ini bahkan sudah muncul sejak satu jam pertama setelah tubuh mengonsumsi gula dalam jumlah banyak.

Selain itu, temuan dalam jurnal The BMJ menunjukkan konsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik (IG) tinggi meningkatkan risiko gejala depresi dan kecemasan.

Pasalnya, makanan dengan IG tinggi memiliki kandungan gula yang lebih mudah diproses menjadi energi oleh tubuh. 

Proses pengolahan gula menjadi energi yang lebih singkat ternyata membuat kadar gula darah menurun dalam waktu cepat.

Jika mengonsumsi makanan manis terus-menerus, kadar gula darah pun jadi cenderung naik-turun.

Kondisi gula darah yang tidak stabil lantas meningkatkan pelepasan hormon kortisol dan adrenalin.

Kortisol dan adrenalin berpengaruh terhadap kondisi stres, depresi, dan gangguan kecemasan. Peningkatan kadar kedua hormon ini juga membuat orang cepat marah dan mudah lapar.

Jadi, efek konsumsi makanan tinggi gula yang membuat tubuh menjadi hiperaktif dalam sugar rush tidak terbukti dalam penelitian.

Asupan gula yang tinggi secara menerus justru membuat tubuh cenderung tidak berenergi dan meningkatkan risiko gangguan suasana hati.

Apakah sugar rush tetap muncul pada orang yang sensitif gula?

Banyak yang beranggapan sugar rush pada anak erat kaitannya dengan kondisi tubuh yang sensitif terhadap gula sehingga anak menjadi hiperaktif.

Namun, anggapan tersebut ternyata juga tidak terbukti pada sejumlah penelitian.

Pada jurnal The New England Journal of Medicine, sebuah riset membandingkan efek konsumsi gula antara anak dengan kondisi normal dengan anak yang sensitif gula.

Peneliti memberikan asupan gula kepada kedua kelompok anak ini selama tiga minggu.

Hasil studi menunjukkan bahwa baik anak yang sensitif gula maupun anak yang normal tidak mengalami perubahan perilaku dan kognitif yang signifikan. 

Ada pula riset pada jurnal International Journal of Food Sciences and Nutrition yang meneliti asupan tinggi gula terhadap pola tidur dan perubahan perilaku.

Riset ini berangkat dari hipotesis bahwa asupan tinggi gula membuat anak gampang marah, mengalami gangguan suasana hati, dan hiperaktif. Anak pun jadi lebih susah tidur. 

Studi ini menemukan bahwa tidak ada kaitan antara perubahan perilaku anak yang memengaruhi pola tidur dengan konsumsi gula yang melebihi batas asupan harian. 

Mengatur asupan gula harian tetap penting

berbagai buah untuk jantung

Meski sugar rush adalah mitos belaka, asupan gula berlebih tetap berbahaya karena bisa menyebabkan penyakit kronis seperti diabetes.

Untuk menjaga asupan gula harian, Anda bisa mengikuti panduan berikut ini. 

  • Kurangi menambahkan pemanis tambahan ke dalam makanan dan minuman.
  • Hindari konsumsi soda atau minuman berkarbonasi. Untuk memperoleh sensasi kesegaran dari minuman, Anda bisa minum air dingin dengan perasan jeruk nipis.
  • Ganti camilan atau jus kemasan dengan buah-buahan segar.
  • Hindari buah kering atau kalengan karena keduanya mengandung gula tambahan agar produk lebih tahan lama.
  • Cek komposisi dan informasi gizi pada kemasan produk, lalu pilih produk yang paling rendah gula.
  • Saat memasak, kurangi takaran gula sebanyak sepertiga hingga separuhnya.
  • Gunakan rempah-rempah dengan sensasi manis seperti kayu manis dan pala untuk memperkaya rasa.

Kesimpulan

  • Asupan gula berlebih ternyata tidak menyebabkan tubuh kelebihan energi atau hiperaktif pada anak-anak.
  • Sebaliknya, konsumsi makanan manis terlalu banyak membuat tubuh mudah lelah dan mengganggu suasana hati.
  • Konsumsi gula berlebihan juga berbahaya. Pastikan hanya mengonsumsi maksimal 50 gram gula per hari saja atau setara dengan 4 sendok makan.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan

General Practitioner · None


Ditulis oleh Larastining Retno Wulandari · Tanggal diperbarui 07/09/2023

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan