backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Kortikosteroid Tetes Mata Sebabkan Penyakit Glaukoma, Benarkah?

Ditinjau secara medis oleh Apt. Ambar Khaerinnisa, S.Farm · Farmasi · None


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 14/02/2023

    Kortikosteroid Tetes Mata Sebabkan Penyakit Glaukoma, Benarkah?

    Apakah Anda pernah mengalami mata merah atau mata yang terasa gatal? Sebaiknya, periksakan ke dokter spesialis mata untuk memastikan obat apa yang bisa Anda gunakan. Pasalnya, tidak semua obat mata yang dijual bebas aman untuk mata Anda, salah satunya obat tetes mata yang mengandung kortikosteroid.

    Kortikosteroid tetes mata diketahui bisa memicu terjadinya glaukoma. Simak penjelasan penjelasan terkait glaukoma akibat kortikosteroid di bawah ini.

    Amankah penggunaan kortikosteroid sebagai obat tetes mata? 

    Pada umumnya, obat tetes mata yang mengandung kortikosteroid atau steroid aman digunakan untuk mengatasi iritasi dan peradangan pada mata.

    Kortikosteroid sendiri terdiri dari berbagai jenis. Beberapa tersedia sebagai jenis obat tetes mata, di antaranya sebagai berikut.

    Sama seperti jenis obat kortikosteroid lainnya, kortikosteroid dalam obat tetes mata bekerja dengan menyerupai hormon alami di dalam tubuh yang bisa mengubah kerja sistem imun tubuh untuk mengatasi gejala peradangan.

    Obat ini bisa membantu meredakan gejala pada mata, seperti kemerahan, sensasi terbakar, dan bengkak.

    Gejala tersebut dapat timbul pada mata setelah terjadi kerusakan jaringan mata akibat cedera, operasi, alergi, infeksi, masuknya benda asing ke dalam mata, atau paparan bahan kimia, hawa panas, atau radiasi.

    Namun, agar aman, Anda lazimnya harus mematuhi semua anjuran dari dokter atau apoteker dalam menggunakan obat tetes yang mengandung kortikosteroid.

    Anjuran yang harus dipatuhi termasuk dosis obat, berapa lama obat digunakan, kapan saja obat dipakai, dan cara penyimpanan obat.

    Apakah tetes mata kortikosteroid bisa menyebabkan glaukoma?

    glaukoma akibat steroid

    Obat tetes mata kortikosteroid diketahui dapat menyebabkan penyakit glaukoma jika digunakan dalam jangka waktu yang terlalu lama atau dengan dosis yang terlalu tinggi.

    Glaukoma akibat obat tetes mata yang mengandung steroid termasuk jenis glaukoma sekunder atau glaukoma yang terjadi sebagai komplikasi atau efek samping dari kondisi kesehatan lain.

    Glaukoma sendiri adalah kerusakan saraf mata. Pada kebanyakan kasus, kerusakan saraf mata disebabkan oleh tingginya tekanan pada bola mata.

    Untuk penggunaan obat kortikosteorid luar (topikal), peningkatan tekanan bola mata umumnya dapat terjadi antara 3—6 minggu setelah digunakan secara rutin.

    Namun, pada anak-anak, respons tubuh terhadap obat kortikosteroid bisa terjadi lebih cepat, yaitu sekitar beberapa hari setelah penggunaan pertama obat.

    Meski begitu, jika Anda mengikuti semua saran dari dokter serta apoteker, risiko terjadinya glaukoma akibat obat kortikosteroid dapat dihindari.

    Bagaimana glaukoma akibat kortikosteroid bisa terjadi?

    Dilansir dari American Academy of Ophthalmolgy, risiko glaukoma akibat penggunaan obat tetes mata yang mengandung kortikosteroid ditemukan melalui penelitian yang dilakukan oleh Drs. Gordon dan McLean.

    Penelitian tersebut menunjukan bahwa peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang dipicu oleh penggunaan obat kortikosteroid bisa menyebabkan glaukoma.

    Obat kortikosteroid dilaporkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan bola mata serta pelebaran pupil mata.

    Bila kondisi ini terus-menerus terjadi, Anda pun berisiko mengalami glaukoma.

    Pada penelitian lain, 2,8% mata yang mengalami TIO akibat obat tetes mata dengan kortikosteroid bisa berkembang menjadi glaukoma.

    Masing-masing jenis kortikosteroid memiliki risiko yang berbeda dalam menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.

    Obat tetes mata yang mengandung deksametason atau prednisolon diketahui berpotensi lebih tinggi menyebabkan TIO dibandingkan dengan fluorometholone, hidrokortison, dan rimexolone.

    Glaukoma akibat kortikosteroid biasanya tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas pada awalnya. Namun, gejala glaukoma pada anak-anak bisa lebih parah dibandingkan pada orang dewasa.

    Apabila tidak diobati dan masuk pada fase lanjut, gejala yang dirasakan dapat berupa gangguan penglihatan hingga kebutaan.

    Oleh sebab itu, kontrol rutin tekanan bola mata selama penggunaan kortikosteroid merupakan cara deteksi dini yang dapat dilakukan.

    Siapa saja yang paling berisiko kena glaukoma akibat kortikosteroid?

    merek dan merk rekomendasi obat tetes mata

    Seluruh pengguna obat tetes mata kortikosteroid yang tidak sesuai dengan anjuran pakai memiliki risiko terkena glaukoma.

    Namun, Anda memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami glaukoma akibat obat kortikosteroid jika memiliki kondisi berikut ini.

    • Glaukoma sudut terbuka primer.
    • Minus mata yang tinggi (di atas minus 6).
    • Penyakit diabetes melitus.
    • Penyakit rematik.
    • Riwayat peningkatan tekanan intraokular sebelumnya atau pada anggota keluarga Anda.
    • Berusia sangat muda (kurang dari 6 tahun) atau lebih tua.
    • Penyakit jaringan ikat.
    • Keratoplasti penetrasi, terutama pada mata dengan distrofi endotel Fuchs atau keratoconus.

    Bisakah glaukoma akibat kortikosteroid disembuhkan?

    Pada sebagian besar kasus, tekanan intraokular yang meningkat akibat obat kortikosteroid bisa kembali normal setelah penggunaan obat dihentikan.

    Namun, jangan hentikan penggunaan obat tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

    Sayangnya, jika kelainan saraf mata glaukoma telah terjadi, kondisi ini tidak dapat disembuhkan.

    Pengobatan pada penderita glaukoma bertujuan untuk menyelamatkan saraf mata yang masih baik, sekaligus mencegah terjadinya kebutaan.

    Sebagai salah satu penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya kebutaan, glaukoma akibat kortikosteroid sebenarnya dapat dicegah dengan tidak menggunakan obat tetes mata mengandung kortikosteroid di luar pengawasan dan anjuran dokter spesialis mata.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    Apt. Ambar Khaerinnisa, S.Farm

    Farmasi · None


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 14/02/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan