backup og meta

Impotensi

DefinisiGejalaPenyebabFaktor risikoDeteksi diniDiagnosisPengobatanPencegahan

Salah satu masalah reproduksi pria yang umum terjadi adalah impotensi. Kondisi ini umumnya terjadi seiring bertambahnya usia, tetapi bisa dialami oleh siapa saja. Kenali gejala, penyebab, dan cara mengatasinya dalam pembahasan di bawah ini.

Apa itu impotensi?

Impotensi adalah kondisi saat seorang pria tidak mempunyai kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi penis yang cukup.

Kondisi yang juga dikenal sebagai disfungsi ereksi ini bisa menjadi tanda gangguan kesehatan lain yang lebih serius, termasuk penyakit jantung dan pembuluh darah.

Umumnya, disfungsi ereksi terjadi saat pria telah memasuki usia tua, yakni 40 tahun atau lebih. 

Penelitian dalam jurnal F1000Research (2019) menyebutkan bahwa sekitar 35,6% pria berusia 20–80 tahun di Indonesia mengidap disfungsi ereksi.

Selain usia, berbagai kondisi kesehatan, seperti hipertensi, diabetes, penyakit ginjal, dan stres, juga secara signifikan mampu meningkatkan risiko impotensi.

Impotensi bukanlah kondisi yang tidak bisa ditangani. Selalu konsultasikan dengan dokter atau ahli urologi, bila Anda memiliki tanda dan gejala yang berkaitan dengan kondisi ini.

Tanda dan gejala impotensi

mengembalikan hasrat seks

Gejala utama impotensi adalah ketidakmampuan penis untuk mencapai ereksi meskipun sudah mendapatkan rangsangan saat akan melakukan hubungan intim.

Impotensi bisa menjadi masalah jangka pendek atau jangka panjang. Anda mungkin mengalami kondisi ini ketika:

  • mengalami ereksi kadang-kadang, tetapi tidak setiap kali anda ingin berhubungan,
  • bisa ereksi, tetapi tidak bertahan cukup lama untuk mendapatkan kepuasan seks, atau
  • tidak bisa ereksi kapan saja.

Kemungkinan ada beberapa tanda atau gejala yang tidak tercantum di atas. Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang gejala disfungsi ereksi, silakan konsultasikan dengan dokter.

Kapan harus periksa ke dokter?

Anda perlu mencari tahu informasi dan mendapat bantuan dari dokter bila mengalami gangguan ereksi. Segera temui dokter bila Anda mengalami kondisi seperti:
  • khawatir tentang ereksi atau pengalaman masalah seksual lainnya, termasuk impotensi, ejakulasi dini, atau telat ejakulasi,
  • memiliki kondisi komorbid, termasuk diabetes, penyakit jantung, atau kondisi kesehatan lainnya yang terkait dengan impotensi, serta
  • mengalami tanda dan gejala lain bersamaan dengan impotensi.

Penyebab disfungsi ereksi

Ereksi penis normal dipengaruhi oleh integrasi proses fisiologis yang sangat kompleks. Hal ini mencakup sistem saraf pusat, sistem saraf perifer, hormonal, dan pembuluh darah.

Faktor psikologis, seperti stres dan gangguan kecemasan, juga dapat memperburuk impotensi.

Maka dari itu, masalah pada salah satu atau kombinasi antara faktor fisik dan psikologis dapat menjadi penyebab utama impotensi.

1. Penyebab fisik

Terdapat cukup banyak kasus impotensi yang disebabkan oleh penyakit fisik, antara lain:

  • penyakit jantung dan pembuluh darah,
  • diabetes,
  • tekanan darah tinggi,
  • kolesterol tinggi,
  • obesitas dan sindrom metabolik,
  • penyakit Parkinson,
  • gangguan hormonal, termasuk kondisi tiroid dan defisiensi testosteron,
  • kelainan struktural atau anatomi penis, seperti penyakit Peyronie,
  • perawatan untuk penyakit prostat,
  • komplikasi bedah,
  • cedera pada daerah panggul atau sumsum tulang belakang, serta
  • terapi radiasi ke daerah panggul.

2. Penyebab psikologis

Otak berperan dalam proses ereksi ketika ada rangsangan seksual. Namun, bila perasaan atau suasana hati terganggu, kondisi ini dapat menyebabkan masalah ereksi.

Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab psikologis terjadinya impotensi seperti:

  • merasa bersalah,
  • stres,
  • takut akan keintiman,
  • depresi,
  • kecemasan berat, serta
  • masalah hubungan dengan pasangan.

Faktor risiko disfungsi ereksi

Bertambahnya usia kerap dikaitkan dengan faktor yang memicu kesulitan ereksi. Selain itu, pria dengan kondisi penyerta (komorbid) juga berisiko lebih besar untuk mengidap impotensi.

Beberapa komorbiditas tersebut adalah penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes melitus.

Masalah kesehatan mental, termasuk stres, depresi, dan gangguan kecemasan, juga membuat risiko pria untuk mengidap disfungsi ereksi makin meningkat.

Selain itu, beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko impotensi adalah sebagai berikut.

  • Kelebihan berat badan atau obesitas.
  • Perawatan medis tertentu, seperti operasi prostat atau terapi radiasi untuk kanker.
  • Cedera, terutama saat merusak saraf atau pembuluh darah yang mengontrol ereksi.
  • Efek samping obat-obatan, termasuk antidepresan, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengobati kondisi tekanan darah tinggi, nyeri, atau prostat.
  • Kebiasaan merokok yang membatasi aliran darah ke pembuluh darah dan arteri.
  • Penggunaan obat-obatan terlarang dan kecanduan alkohol.

Deteksi dini impotensi

terapi disfungsi ereksi

Deteksi dini secara mandiri bisa Anda lakukan dengan memperhatikan beberapa tanda seperti kesulitan ereksi, gairah seksual kurang, dan rasa cemas saat berhubungan.

Berikut ini adalah beberapa cara deteksi dini disfungsi ereksi yang dapat Anda lakukan.

1. Sexual Health Inventory for Men (SHIM)

Pertama, Anda dapat menjawab kuesioner SHIM dengan pertanyaan dan skor tertentu. Hal ini membantu mengidentifikasi ada tidaknya impotensi beserta tingkat keparahannya.

Untuk menjalani tes ini, Anda harus memilih satu jawaban dari setiap pertanyaan berdasarkan pengalaman dalam enam bulan terakhir.

1. Bagaimana kepercayaan diri Anda dalam mencapai dan mempertahankan ereksi?

  1. Sangat rendah
  2. Rendah
  3. Sedang
  4. Tinggi
  5. Sangat tinggi 

2. Ketika Anda mencapai ereksi melalui rangsangan seksual, seberapa sering ereksi tersebut cukup keras untuk dapat melakukan penetrasi (senggama) pada pasangan Anda?

  1. Hampir tidak pernah atau tidak sama sekali
  2. Hanya beberapa kali (kurang dari separuhnya)
  3. Kadang-kadang (sekitar separuhnya)
  4. Sering kali (lebih dari separuhnya)
  5. Hampir selalu atau selalu

3. Selama bersenggama, seberapa sering Anda dapat mempertahankan ereksi tersebut setelah Anda melakukan penetrasi pada pasangan Anda?

  1. Hampir tidak pernah atau tidak sama sekali
  2. Hanya beberapa kali (kurang dari separuhnya)
  3. Kadang-kadang (sekitar separuhnya)
  4. Sering kali (lebih dari separuhnya)
  5. Hampir selalu atau selalu

4. Selama bersenggama, seberapa sulit bagi Anda untuk mempertahankan ereksi hingga senggama selesai?

  1. Sangat sulit sekali
  2. Sangat sulit
  3. Sulit
  4. Agak sulit
  5. Tidak sulit

5. Ketika Anda mencoba bersenggama, seberapa sering aktivitas tersebut dapat memuaskan diri Anda?

  1. Hampir tidak pernah atau tidak sama sekali
  2. Hanya beberapa kali (kurang dari separuhnya)
  3. Kadang-kadang (sekitar separuhnya)
  4. Sering kali (lebih dari separuhnya)
  5. Hampir selalu atau selalu

Jumlahkan skor jawaban dari setiap pertanyaan, kemudian Anda bisa melihat interpretasi hasilnya seperti berikut ini.

  • 22 – 25: Tidak terjadi disfungsi ereksi
  • 17 – 21: Disfungsi ereksi ringan
  • 12 – 16: Disfungsi ereksi ringan hingga sedang
  • 8 – 11: Disfungsi ereksi sedang
  • 5 – 7: Disfungsi ereksi berat

2. Erection Hardness Score (EHS)

Kedua, Anda dapat membandingkan derajat kekerasan ereksi melalui hasil observasi mandiri, yang kemudian dibandingkan dengan Erection Hardness Score (EHS).

Untuk mempermudah orang awam dalam memahaminya, derajat kekerasan ereksi juga dapat dianalogikan dengan empat jenis makanan seperti berikut ini.

  • Derajat 1 (tahu/tofu): penis besar, tetapi tidak keras.
  • Derajat 2 (pisang yang sudah dikupas): penis besar dan keras, tetapi tidak cukup keras untuk penetrasi.
  • Derajat 3 (pisang tidak dikupas): penis besar dan cukup keras untuk penetrasi, tetapi tidak keras sepenuhnya.
  • Derajat 4 (mentimun): penis besar dan keras sepenuhnya.

Diagnosis disfungsi ereksi

Jika kurang yakin dengan keadaan Anda, segera lakukan pemeriksaan. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan riwayat medis untuk mendiagnosis impotensi.

Setelahnya, dokter mungkin akan merekomendasikan beberapa tes medis seperti di bawah ini.

  • Tes darah: mengambil sampel darah untuk memeriksa risiko penyakit jantung, diabetes, testosteron rendah, dan kondisi kesehatan lainnya.
  • Tes urine: memeriksa sampel urine untuk mengetahui tanda-tanda diabetes dan kondisi kesehatan lainnya yang mendasar.
  • Ultrasonografi (USG): menghasilkan gambar yang akan menjadi petunjuk untuk dokter bila Anda memiliki masalah pada pembuluh darah.
  • Uji ereksi semalam: mengukur jumlah dan kekuatan ereksi yang mampu dicapai dalam semalam dengan perangkat khusus selama Anda tertidur.
  • Uji psikologis: menanyakan sejumlah pertanyaan untuk mendeteksi depresi dan faktor psikologis lainnya yang menyebabkan impotensi.

Pengobatan disfungsi ereksi

efek samping obat kuat

Secara umum, tidak ada perawatan khusus untuk pengidap disfungsi ereksi. Pengobatan akan dokter lakukan sesuai dengan penyebab yang Anda alami.

Namun, terapi impotensi terus berkembang hingga saat ini. Berikut ini adalah beberapa pilihan cara mengobati impotensi yang dokter akan sarankan.

1. Obat minum

Dokter bisa meresepkan obat-obatan untuk mengatasi impotensi, antara lain sildenafil (Viagra), vardenafil (Levitra, Staxyn), tadalafil (Cialis), dan avanafil (Stendra).

Jika kesehatan tubuh Anda secara umum baik, dokter mungkin memberikan salah satu obat di atas. Semua obat tersebut bekerja dengan meningkatkan aliran darah ke penis.

Akan tetapi, efek obat ini tidak dapat membuat ereksi otomatis. Anda tetap perlu mendapatkan rangsangan seksual untuk merasakan efeknya.

2. Perangkat vakum

Jika terapi obat tidak berhasil, dokter bisa menyarankan Anda untuk menggunakan alat tabung vakum penis yang dirancang khusus.

Pengobatan ini Anda lakukan dengan menempatkan penis ke dalam tabung yang terhubung ke pompa. Hal ini membantu mengalirkan darah dan membuat penis lebih besar dan kencang.

Namun, Anda harus memperhatikan efek samping vakum, misal nyeri penis, penis tidak terasa, hingga memar atau lebam pada permukaan kulit penis akibat hematoma.

3. Terapi suntik

Jika tidak ada perubahan, dokter akan merekomendasikan Anda untuk melakukan terapi suntik. Ini menggunakan obat yang disuntikkan, seperti alprostadil, papaverine, dan phentolamine.

Terapi suntik dilakukan dengan menyuntikkan obat ke sisi penis (intracavernosal) dengan jarum yang sangat halus. Hal ini akan melebarkan pembuluh darah penis.

Adapun, terapi suntik dapat menyebabkan efek samping, seperti hematoma, fibrosis penis, dan penis ereksi berkepanjangan (priapismus).

4. Low-intensity extracorporeal shock wave therapy (LI-ESWT)

Terapi LI-ESWT melibatkan pemberian gelombang kejut (shock wave) dengan intensitas rendah pada batang penis. Hal ini memicu pembentukan pembuluh darah baru.

Adanya pembuluh darah baru ini memungkinkan darah bisa mengalir lebih banyak ke penis dan menimbulkan ereksi.

Terapi LI-ESWT tidak membutuhkan suntik, anestesi, atau pembedahan. Prosedur ini umumnya tidak berlangsung lama, tetapi efeknya bisa bertahan hingga kurang lebih dua tahun.

Meski demikian, terapi ini mungkin bisa menimbulkan infeksi, peradangan, gangguan pembuluh darah, tumor, hingga pertumbuhan tulang rawan epifisis di sekitar area terapi shock wave.

5. Pengobatan medis lainnya

Selain terapi tersebut, dokter dapat merekomendasikan Anda untuk melakukan prosedur medis lainnya seperti berikut ini.

  • Terapi hormon testosteron, bila pasien memiliki kadar hormon rendah yang mana terapi ini dapat membantu meningkatkan suasana hati dan gairah seksual.
  • Perawatan bedah, yang melibatkan prosedur operasi untuk memasangkan implan penis.

Dokter juga bisa menyarankan terapi psikologis untuk memperbaiki faktor mental dan perasaan, terutama bila hal tersebut merupakan penyebab disfungsi ereksi yang Anda alami.

Pencegahan impotensi

Disfungsi ereksi dapat disebabkan atau diperburuk oleh pilihan gaya hidup. Beberapa ini adalah perubahan gaya hidup yang bisa Anda lakukan untuk mencegah masalah ereksi.

  • Mengonsumsi makanan sehat seperti sayuran hijau, buah-buahan, biji-bijian, ikan, serta sumber makanan laut (seafood) lainnya.
  • Menurunkan berat badan, karena kelebihan berat badan dapat menyebabkan impotensi.
  • Olahraga teratur dapat mengurangi stres dan meningkatkan aliran darah di dalam tubuh.
  • Berhenti merokok dan mengonsumsi produk tembakau.
  • Menghindari konsumsi alkohol berlebihan dan memakai obat-obatan terlarang yang bisa memperburuk disfungsi ereksi.
  • Selesaikan masalah hubungan dengan pasangan, misalnya dengan mempertimbangkan konseling pernikahan bila mengalami kesulitan meningkatkan komunikasi.

Apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran lainnya, lebih baik konsultasikan lebih lanjut dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Kesimpulan

  • Impotensi atau disfungsi ereksi adalah kondisi ketika pria tidak punya kemampuan yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan ereksi penis.
  • Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor fisik maupun psikologis, seperti penyakit kronis, gaya hidup tidak sehat, hingga stres dan kecemasan.
  • Disfungsi ereksi bisa ditangani dengan beberapa metode, mulai dari obat-obatan, terapi vakum, terapi suntik, hingga operasi.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Erectile dysfunction (ED). (2024). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Retrieved May 7, 2025, from https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-diseases/erectile-dysfunction

Erectile dysfunction (ED). (2018). Urology Care Foundation. Retrieved May 7, 2025, from https://www.urologyhealth.org/urology-a-z/e/erectile-dysfunction-(ed)

Sexual Health Inventory for Men (SHIM). (n.d.). The British Association of Urological Surgeons. Retrieved May 7, 2025, from https://www.baus.org.uk/_userfiles/pages/files/patients/leaflets/SHIM.pdf

ED diagnosis – Erection hardness score. (n.d.). Sexual Medicine Society of North America. Retrieved May 7, 2025, from https://www.smsna.org/about-redirect/committee?view=article&id=354:ed-diagnosis-erection-hardness-score&catid=71

Shockwave therapy for erectile dysfunction (ED). (2024). University of Utah Health. Retrieved May 7, 2025, from https://healthcare.utah.edu/mens-health/conditions/erectile-dysfunction/shockwave-therapy

Birowo, P., Deswanto, I., & Rasyid, N. (2019). Epidemiology of erectile dysfunction: A cross-sectional web-based survey conducted in an Indonesian national referral hospital. F1000research, 8, 817. https://doi.org/10.12688/f1000research.18930.1 

Lotti, F., & Maggi, M. (2018). Sexual dysfunction and male infertility. Nature reviews. Urology, 15(5), 287–307. https://doi.org/10.1038/nrurol.2018.20

Versi Terbaru

07/05/2025

Ditulis oleh dr. Akbari Wahyudi Kusumah, Sp.U

Diperbarui oleh: Satria Aji Purwoko


Artikel Terkait

5 Tanaman Herbal Terbaik untuk Mengatasi Disfungsi Ereksi

4 Gerakan Yoga untuk Membantu Mengatasi Disfungsi Ereksi pada Pria


Ditulis oleh dr. Akbari Wahyudi Kusumah, Sp.U · Urologi · RS Brawijaya Saharjo · Diperbarui 07/05/2025

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan