backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

8 Dampak Buruk Pola Asuh Orangtua yang Overprotektif

Ditinjau secara medis oleh dr. Damar Upahita · General Practitioner · None


Ditulis oleh Indah Fitrah Yani · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    8 Dampak Buruk Pola Asuh Orangtua yang Overprotektif

    Tahukah Ibu, bahwa orangtua yang overprotektif ternyata berdampak buruk bagi anak? Dalam Journal of Child and Family Studies, pola asuh ini dikenal juga dengan istilah helicopter parenting. Apa sajakah efeknya terhadap perkembangan anak? Simak ulasan berikut, ya!

    Apa itu pola asuh overprotektif?

    Pola asuh overprotektif adalah pengasuhan yang terlalu melindungi anak. Biasanya dilakukan oleh orangtua yang terlalu khawatir terhadap risiko dan bahaya yang akan dialami oleh anaknya.

    Beberapa contoh pola asuh overprotektif antara lain:

    • melarang anak bermain di taman karena takut kotor dan terluka,
    • tidak mau mengajari anak naik sepeda karena takut anak jatuh,
    • selalu ingin memantau gerak-gerik anak,
    • dan sebagainya.

    Dampak buruk pada anak karena pengasuhan overprotektif

    Segala sesuatu yang berlebihan (over) tentu tidaklah baik. Begitu juga dengan pengasuhan orangtua.

    Bahkan pengasuhan overprotektif sebenarnya mengakibatkan lebih banyak dampak negatif daripada dampak yang positif. 

    Apa saja dampak negatif yang dapat timbul akibat pengasuhan overprotektif? 

    1. Anak menjadi penakut dan tidak percaya diri

    Ketakutan orangtua yang berlebihan akan membuat anak ikut merasa takut. Akibatnya, anak menjadi tidak percaya diri saat melakukan hal-hal di luar pengawasan orang tua.

    Tidak hanya berefek saat masih kecil saja, pola asuh yang diterapkan akan ikut terbawa hingga dewasa dan membentuk kepribadian anak.

    Menurut jurnal yang diterbitkan oleh Cambridge University Press, anak yang dibesarkan oleh orangtua yang overprotektif akan tumbuh menjadi pribadi yang berkecil hati, takut mengambil risiko, tidak percaya diri dan tidak punya inisiatif.

    2. Sulit mengatasi masalahnya sendiri

    Lauren Feiden, seorang psikolog dari Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa overprotective parenting dapat membuat anak terlalu bergantung pada orangtua dan sulit mengatasi masalahnya sendiri.

    Selain itu, anak menjadi sulit mengambil keputusan karena orang tua terlalu terlibat jika dia menghadapi kesulitan.

    Hal ini akan membuat anak akan selalu mengandalkan orangtua dalam menentukan atau menyelesaikan masalah dalam hidupnya.

    3. Mudah berbohong

    Orangtua overprotektif cenderung mengekang ruang gerak anak. Padahal anak butuh keleluasaan untuk mengembangkan diri.

    Jika merasa terlalu dibatasi, anak akan mencari celah dan akhirnya berbohong agar bisa lolos dari kekangan orangtua.

    Selain itu, anak berbohong karena ingin menghindari hukuman akibat melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan orangtua.

    4. Mudah cemas atau ansietas

    Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kiri Clarke dari University of Reading di Inggris, menunjukan bahwa kecemasan orangtua berefek signifikan pada kecemasan bahkan meningkatkan gejala ansietas pada anaknya.

    Penelitian ini dilakukan terhadap 90 anak yang berada pada usia 7 sampai 12 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa 60 anak mengalami gangguan kecemasan yang terpengaruh dari kecemasan berlebih dari orangtua mereka.

    stres pada anak

    5. Mudah stres karena takut salah

    Survei yang dilakukan oleh Center for Collegiate Mental Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa masalah kejiwaan sangat umum terjadi di kalangan mahasiswa.

    Sekitar 55 persen mahasiswa menginginkan konseling tentang gejala kecemasan, 45% soal depresi, dan 43% soal stres.

    Ternyata, salah satu faktor penyebabnya adalah pengawasan orangtua yang berlebihan terhadap kegiatan akademis dan non-akademis anak.

    Pengawasan tanpa henti berisiko mengakibatkan anak mudah stres karena takut melakukan kesalahan. 

    6. Berisiko menjadi korban bully

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi dari University of Warwick, anak-anak yang diasuh dengan pola asuh yang keliru cenderung menjadi korban bully di sekolah.

    Pola asuh yang keliru meliputi pengasuhan yang acuh tak acuh atau malah overprotektif.

    Selain memperbaiki pola asuh, para psikolog juga menyarankan orangtua menjalin komunikasi yang baik dengan anak agar terhindar dari perundungan di lingkungan sekolah.

    7. Meningkatkan risiko skizofrenia

    Junpei Ishii, seorang psikiatri dari University Katsushika Medical Center menjelaskan adanya hubungan antara skizofrenia dengan pola asuh yang keliru, terutama pola asuh overprotektif.

    Penelitian yang dilakukan pada pasien skizofrenia menunjukkan bahwa 35% pasien yang diasuh dengan cara yang overprotektif sulit sembuh dari penyakit tersebut.

    8. Berpotensi menyebabkan depresi

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Tennessee terhadap sejumlah mahasiswa di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mereka yang diasuh secara overprotektif di masa kecil berisiko mengalami depresi.

    Gangguan depresi pada mahasiswa ini tidak dapat dianggap remeh. Hal ini karena depresi dapat memicu keinginan untuk mengonsumsi obat-obat penenang yang berisiko membahayakan kesehatan.

    Bagaimana cara mengubah pola asuh overprotektif?

    mengurangi stres pada anak remaja karena bosan

    Pada dasarnya, melindungi anak adalah hal yang baik. Namun, terlalu berlebihan terbukti mengakibatkan banyak dampak buruk. 

    Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki pola asuh terhadap anak. Anda bisa menetapkan batasan-batasan sekaligus memberikan kebebasan dalam porsi yang seimbang.

    Michael Ungar, ahli psikolog dari Dalhousie University Kanada, menyarankan agar orangtua memberikan tugas dan tanggung jawab sederhana kepada anak seiring pertambahan usia.

    Untuk lebih jelasnya, Anda dapat menerapkan tips-tips berikut ini.

    • Mengajarkan tanggung jawab pada anak, seperti meminta mereka belanja di warung sambil mengawasinya diam-diam.
    • Melatih kemandirian pada anak, misalnya dengan membiarkan mereka berangkat ke sekolah sendirian.
    • Membantu menenangkan anak saat menghadapi situasi buruk.
    • Memberikan kesempatan kepada anak untuk menghadapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
    • Mendukung anak melakukan hal-hal positif yang disukainya.
    • Memberikan pengertian bahwa kegagalan merupakan hal yang harus dihadapi dan dijadikan pelajaran.
    • Membangun komunikasi yang baik, salah satunya dengan cara mendengarkan cerita anak.
    • Bersikap tegas ketika anak melewati batas-batas yang sudah ditetapkan, misalnya pulang larut malam tanpa mengabari terlebih dulu.
    • Tidak mudah khawatir dan percaya pada kedewasaan anak supaya ia bisa berkembang dengan baik.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Damar Upahita

    General Practitioner · None


    Ditulis oleh Indah Fitrah Yani · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan