Onani alias masturbasi pada pria tidak hanya menjadi sarana pelepasan hasrat seksual yang paling aman, tapi juga memberikan sejumlah manfaat untuk kesehatan. Meski begitu, onani yang berlebihan tentu punya efek samping bagi tubuh.
Kapan seseorang dikatakan terlalu sering onani?
Masturbasi adalah aktivitas seksual yang dilakukan pada diri sendiri untuk memperoleh kepuasan seksual.
Masturbasi pada laki-laki yang disebut onani biasanya dilakukan dengan menyentuh atau menggesekkan penis, kantong testis, atau anus.
Perilaku seksual ini sangat lumrah dan bisa dijumpai pada semua kategori usia. Onani bahkan tergolong sebagai cara yang sehat untuk menyalurkan hasrat seksual, mencari tahu apa yang membuat Anda puas secara seksual, dan mencapai ejakulasi.
Sejauh ini, tidak ada patokan pasti mengenai frekuensi onani yang wajar. Seseorang boleh saja melakukan onani sekali sehari, sekali seminggu, atau bahkan beberapa kali dalam sehari selama ia tidak mengalami efek samping yang mengganggu.
Melakukan masturbasi secara rutin juga tidak berarti bahwa Anda mengalami gangguan seksual. Akan tetapi, ada tanda-tanda kecanduan onani yang patut Anda kenali, seperti:
- menghabiskan banyak waktu untuk onani,
- sering berpikir tentang onani,
- melakukan onani untuk mengalihkan emosi negatif,
- merasa bersalah atau marah ketika atau setelah masturbasi,
- kehidupan pribadi atau pekerjaan terganggu karena onani
- masturbasi bahkan ketika pria sedang tidak bergairah, serta
- lebih memilih onani ketimbang berhubungan seksual dengan pasangan.
Efek samping terlalu sering onani
Berikut sejumlah dampak dari segi fisik dan psikologis yang mungkin terjadi jika Anda terlalu sering onani.
1. Mencederai penis
Menurut Tobias Köhler, M.D., dokter spesialis urologi di Southern Illinois University, AS, yang dikutip oleh Men’s Health, sering masturbasi bisa menyebabkan cedera pada bagian penis tertentu.
Cedera tersebut dapat berupa luka ringan pada kulit hingga kondisi yang serius seperti penyakit Peyronie. Penyakit Peyronie ditandai dengan terbentuknya jaringan parut pada penis akibat cedera penis yang berulang.
2. Terganggunya kehidupan sosial
Kecanduan masturbasi juga dapat menimbulkan efek samping pada kehidupan sosial. Begitu kecanduan, Anda mungkin akan memilih menghabiskan malam untuk berdiam diri di kamar ketimbang menghadiri acara bersama teman.
Dan Drake, terapis bersertifikat untuk pecandu seks dan konselor klinis, seperti dikutip dari Men’s Health, juga menyebutkan bahwa kecanduan onani bisa menghalangi Anda mendapatkan pasangan hidup.
3. Terganggunya pekerjaan
Keinginan untuk berfantasi yang tidak tertahankan juga dapat mengganggu pekerjaan Anda. Pernahkah Anda terlambat untuk menghadiri meeting karena tidak tahan melakukan onani dulu di toilet?
Bila Anda pernah mengalaminya, berarti kebiasaan onani yang Anda lakukan sudah menimbulkan efek samping yang amat mengganggu. Jika sudah begitu, saatnya untuk mulai menghentikan kebiasaan tersebut.
4. Rasa tidak puas terhadap pasangan
Masih menurut Köhler, orang yang kecanduan masturbasi sulit merasa puas terhadap pasangan mereka di dunia nyata. Mereka mungkin akan merasa lebih puas saat masturbasi sendiri dengan rangsangan dari film porno.
Saat pasangannya melakukan hal yang sama seperti dalam adegan film porno tersebut, mereka justru merasa kurang puas. Masalah ini tentu saja akan mengganggu hubungan Anda dan pasangan.
5. Malu dan rasa bersalah
Onani yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping berupa malu dan rasa bersalah. Anda mungkin merasa bersalah karena lebih menikmati rangsangan seksual dari onani ketimbang hubungan seks dengan pasangan.
Beberapa orang juga menjadikan onani sebagai pelarian dari depresi dan kecemasan. Namun, semakin sering ia melakukan onani, rasa malu dan bersalahnya semakin besar. Hal ini justru memperburuk depresi dan kecemasan.
6. Fantasi seksual terus bermunculan
Kecanduan onani terkadang berakar dari fantasi seksual yang menggebu-gebu. Masturbasi yang tadinya berfungsi sebagai penyaluran hasrat seksual justru membuat fantasi seksual terus bermunculan.
Pikiran mengenai seks yang terus tertanam di kepala tentu bisa menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial Anda. Jika onani telah menimbulkan efek samping ini, sebaiknya Anda mulai mencari cara untuk mengatasinya.
Cara mengatasi kecanduan onani
Bila Anda merasa terlalu sering onani atau mengalami banyak permasalahan karena perilaku seksual ini, Anda bisa mencari bantuan profesional dari dokter, psikiater, atau terapi seks.
Berikut beberapa jenis penanganan untuk mengatasi efek samping onani.
1. Psikoterapi (terapi seks)
Kecanduan onani merupakan salah satu bentuk perilaku seksual kompulsif. Perilaku ini dikenal juga sebagai hiperseksualitas.
Mengutip Mayo Clinic, orang dengan perilaku seksual kompulsif sering kali juga mengalami gangguan psikologis lainnya.
Terapi seks bertujuan mencari tahu penyebab kecanduan onani sehingga Anda bisa membuat strategi untuk menguranginya. Berikut tiga jenis psikoterapi yang paling umum.
- Terapi kognitif perilaku (CBT) untuk mengenali pikiran, emosi, atau keyakinan negatif yang membuat Anda melakukan onani sebagai pelampiasan.
- Terapi penerimaan dan komitmen (ACT) untuk membantu Anda berkomitmen dalam mengubah perilaku.
- Psikoterapi psikodinamik untuk mencari tahu pikiran atau perilaku yang tidak disadari, mengembangkan pola pikir baru, dan mengatasi masalah.
2. Konsumsi obat
Selain terapi seks, dokter mungkin menyarankan konsumsi obat untuk mengurangi efek samping onani. Obat-obatan ini bekerja pada zat kimia otak yang berkaitan dengan perilaku dan pikiran obsesif.
Berikut jenis obat yang biasanya dokter resepkan.
- Antidepresan untuk mengatasi depresi, kecemasan, atau gangguan psikologis lain yang memicu perilaku seksual kompulsif.
- Penstabil mood untuk mengatasi gangguan bipolar.
- Naltrekson untuk menghambat bagian otak yang memberikan rasa senang ketika Anda melakukan perilaku kompulsif.
- Anti-androgen untuk mengurangi efek hormon seksual pada laki-laki.
Pada dasarnya, tidak ada tolok ukur pasti mengenai frekuensi masturbasi yang normal. Namun, jika onani telah menimbulkan efek samping pada fisik maupun psikologis Anda, ada baiknya Anda mencari bantuan profesional untuk mengatasinya.
[embed-health-tool-ovulation]