backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Ini Penyebab Kenapa Lidah Anda Suka Makanan Asin

Ditinjau secara medis oleh dr. Satya Setiadi · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 02/07/2021

    Ini Penyebab Kenapa Lidah Anda Suka Makanan Asin

    Apakah Anda salah satu orang yang suka dengan rasa asin atau gurih? Sebagian orang suka dengan rasa asin, sebagian lagi cenderung suka rasa manis atau pun asam. Hal ini memang dipengaruhi dengan selera yang dimiliki oleh masing-masing individu. Tapi tahukah Anda ternyata pemilihan rasa dan selera makanan ternyata dipengaruhi oleh genetik? Anda yang suka dengan rasa asin dan gurih, sebenarnya memiliki gen yang berbeda dengan individu lainnya.

    Selera terhadap rasa disebabkan oleh faktor genetik

    Jika Anda termasuk orang yang suka rasa asin atau gurih, mungkin gen bisa jadi salah satu penyebabnya. Pernyataan ini muncul dari sebuah studi yang dilakukan American Heart Association pada tahun 2016. Studi ini mencatat kebiasaan diet dari 407 responden yang memiliki risiko untuk mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah. Tidak hanya mencatat dan memperhatikan pola makannya saja, responden juga diminta untuk melakukan tes DNA.

    Di hasil akhir penelitian diketahui adanya perbedaan genetik, yaitu gen TAS2R38 yang mempengaruhi pemilihan rasa serta selera terhadap makanan. Sehingga sebagian orang dari total responden tersebut mengonsumsi garam (dari makanan asin) 1,9 kali lebih banyak dibandingkan dengan kelompok yang tidak mempunyai kelainan genetik.

    Kenapa banyak orang tak suka makanan pahit?

    Makanan yang mempunyai rasa pahit memang dihindari oleh banyak orang. Tetapi, pada orang yang memiliki gen TAS2R38, mereka memiliki kemampuan lebih untuk mendeteksi dan merasakan rasa pahit dalam suatu makanan. Sehingga, makanan yang dirasakan tidak pahit pada orang yang normal (yang tidak punya gen tersebut) tetap akan terasa pahit di mulut mereka, seperti pada brokoli dan beberapa jenis sayur-sayuran. 

    Kemampuan yang lebih untuk merasakan rasa pahit ini justru membuat mereka cenderung memilih makanan dengan rasa asin yang kuat. Hal ini menyebabkan mereka sering kali menambahkan garam ke makanan mereka untuk menutupi rasa pahit yang mungkin saja muncul dari makanan yang mereka makan.

    Faktor genetik penyuka rasa asin ini bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan

    Gen yang mempengaruhi selera rasa makanan memang tidak akan berdampak langsung pada kesehatan. Namun, gen ini akan mempengaruhi pemilihan makanan seseorang dan mengubah pola makannya. Orang yang mempunyai gen TAS2R38, yang cenderung memilih makanan dengan rasa asin, akan berisiko mengalami penyakit jantung koroner, gagal ginjal, stroke, dan serangan jantung.

    Tidak hanya itu, bahkan dalam beberapa penelitian telah membuktikan bahwa orang yang suka dengan rasa asin, otomatis akan menambahkan garam ke dalam masakannya. Sementara terlalu garam mengandung natrium yang sangat berbahaya jika terlalu banyak dikonsumsi.

    Dalam penelitian-penelitian tersebut, terlalu banyak mengonsumsi natrium juga dapat menyebabkan kemampuan kognitif seseorang menurun, menurunkan kepadatan tulang, meningkatkan risiko kanker perut, serta mengganggu fungsi ginjal.

    Berapa batas konsumsi garam dalam satu hari?

    American Heart Association menganjurkan untuk tidak mengonsumsi natrium (yang didapat dari garam) lebih dari 2.300 mg dalam sehari. Namun lebih baik lagi jika Anda dapat mengonsumsi natrium hanya 1.500 mg per hari. Seperempat sendok teh garam mengandung sekitar 600 mg natrium. sehingga untuk mengurangi natrium dalam makanan yang Anda makan, Anda harus mengurangi konsumsi makanan rasa asin yang berlebihan.

    Selain itu, natrium tidak hanya ditemukan pada garam, tetapi juga pada makanan atau minuman kemasan. Hal ini harus Anda perhatikan, jika tidak maka risiko yang Anda miliki untuk mengalami penyakit jantung semakin besar.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Satya Setiadi

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 02/07/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan