Kondisi gagap yang saya alami membuat saya mengalami perundungan sewaktu sekolah menengah pertama. Masa remaja yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi salah satu masa-masa terburuk dalam hidup saya.
Gangguan bicara membuat saya sulit memiliki teman. Jangankan mendapat teman baik, dapat melalui hari sekolah dengan tenang saja rasanya sungguh sulit.
Hingga har ini wajah-wajah orang yang mem-bully saya ketika sekolah masih saya ingat. Tiap lontaran kata-kata kasar dan ejekan yang saya dapatkan masih terekam jelas di ingatan. Sebagian dari mereka tak hanya menyakiti saya melalui kata-kata, tapi juga mereka tak segan main fisik.
Memori buruk ini membuat saya trauma. Saya tak mau bertemu dengan mereka lagi atau pergi ke acara reuni sekolah.
Kehidupan sosial saya mulai membaik di masa SMA. Saya bisa mendapatkan lingkaran pertemanan yang positif. Sampai sekarang, kami masih menjaga hubungan pertemanan.
Namun ketenangan itu tak berlangsung lama. Cobaan datang di masa awal saya kuliah. Bukan dari teman seangkatan atau kakak kelas, cemoohan karena kondisi gagap saya miliki kali ini berasal dari seorang dosen, di ruang kelas, di depan teman-teman saya.
Saat itu, sang dosen memberi pertanyaan secara bergilir. Begitu tiba giliran saya, beliau malah mengomentari cara berbicara saya yang disebutnya belibet. Ia mengejek saya dengan kata-kata ejekan lain yang tidak mengenakkan. Seisi ruang kelas pun menertawai saya.
Hal tersebut seketika membuat saya terpuruk.
Mungkin untuk sebagian orang, kata-kata yang diucapkan oleh dosen itu tidak begitu berarti atau hanya ejekan biasa. Namun bagi saya yang sedang kesulitan karena gangguan bicara yang saya miliki, perkataan dari dosen cukup memberi tekanan dan membuat saya sakit hati.
Alhasil, saya kehilangan semangat untuk pergi kuliah. Saya enggan menghabiskan waktu berlama-lama di kampus. Bahkan sempat terpikir untuk pindah jurusan atau pindah ke universitas lain.
Dari tujuh mata kuliah yang saya pilih, saya memutuskan untuk hanya fokus pada dua mata kuliah selama tiga bulan terakhir di semester kelima. Dampaknya, nilai indeks prestasi saya turun drastis.
Saya tahu betul bahwa tak seharusnya saya membiarkan perkataan negatif dari orang lain terus memengaruhi saya. Di saat yang sama, masih ada sisi di dalam diri saya yang tak bisa menerima kondisi ini.
Mulai bangkit kembali dan fokus dengan terapi

Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar