Selama ini, kortisol identik sebagai hormon stres sehingga keberadaannya kerap diartikan sebagai kondisi negatif. Padahal, seperti jenis hormon lainnya, kortisol memiliki peranan penting dalam tubuh Anda.
Tubuh yang kekurangan atau kelebihan kortisol justru bisa menandakan masalah kesehatan tertentu. Lantas, berapa kadar kortisol yang normal? Apa saja fungsi dari hormon ini? Temukan jawabannya melalui uraian ini.
Fakta-fakta tentang hormon kortisol
Supaya bisa lebih memahami peran kortisol di dalam tubuh Anda, kenali berbagai faktanya berikut!
1. Bukan hormon penyebab stres
Kortisol adalah hormon yang diproduksi kelenjar adrenal ketika Anda merasa stres atau menghadapi situasi yang mengancam. Bersama dengan hormon adrenalin, kortisol akan menciptakan respons fight or flight.
Itu artinya, kortisol bukanlah hormon penyebab stres, tetapi justru yang mengendalikannya. Hormon ini juga bertugas memicu pelepasan glukosa untuk menyediakan energi tambahan saat stres.
2. Menghitung kadar kortisol normal
Kadar kortisol dapat diukur menggunakan tes atau pemeriksaan darah. Mengutip laman University of Rochester Medical Center, berikut adalah kisaran kadar kortisol normal dalam tubuh.
- Pukul 6–8 pagi: 10–20 mikrogram per desiliter (mcg/dL), jumlahnya akan berkurang sepanjang hari.
- Sekitar pukul 4 sore: 3–10 mcg/dL.
Jika kadar kortisol Anda berada di atas atau di bawah kisaran normal, dokter mungkin menyarankankan pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan juga dibutuhkan demi menentukan cara untuk menurunkan kortisol atau meningkatkannya.
3. Punya fungsi yang beragam
Hampir setiap sel di dalam tubuh mengandung reseptor untuk hormon kortisol. Artinya, hormon ini bisa memiliki fungsi yang berbeda, tergantung jenis sel mana yang dikenainya.
Selain mengendalikan stres, berikut fungsi hormon kortisol lain yang tidak kalah penting.
- Menekan peradangan dalam tubuh.
- Menyesuaikan tekanan darah dengan kondisi tubuh.
- Mengatur laju metabolisme tubuh.
- Membantu mengendalikan ritme sirkadian atau siklus tidur-bangun.
Supaya bisa berfungsi dengan baik, kadar kortisol perlu dijaga dalam kisaran normal.
4. Kadar kortisol tertinggi ada di pagi hari
Pagi hari, tepat sebelum bangun tidur adalah waktu di mana kortisol berada dalam kadar tertinggi. Jumlah hormon ini akan menurun seiring Anda beraktivitas dan berada dalam level terendah saat menjelang tidur.
Namun, hal sebaliknya bisa terjadi pada orang yang memiliki rutinitas bekerja di malam hari dan tidur di pagi hari. Kondisi ini bisa terjadi karena jenis hormon ini memegang kendali terhadap ritme sirkadian.
5. Kadar kortisol bisa dipicu penyakit tertentu
Peningkatan hormon kortisol karena stres hanya akan terjadi sementara dan menurun seiring dengan menghilangnya pemicu stres.
Jika hasil tes hormon Anda menunjukkan kadar kortisol selalu tinggi, dokter mungkin mendiagnosis dengan sindrom Cushing. Penyakit ini biasanya ditandai dengan peningkatan berat badan, tekanan darah, dan melemahnya tulang.
Sementara itu, laman Cleveland Clinic menyebutkan bahwa rendahnya kadar kortisol terus-menerus mungkin disebabkan oleh permasalahan di kelenjar adrenal. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti penyakit Addison.
6. Produksinya dikendalikan oleh tiga kelenjar
Kortisol memang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Akan tetapi, hipotalamus dan kelenjar pituitari juga memiliki fungsi untuk mengendalikan jumlahnya dalam tubuh.
Ketika kadar kortisol menurun, hipotalamus akan melepaskan hormon pelepas kortikotropin (CRH) yang memicu kelenjar pituitari memproduksi hormon adrenokortikotropik (ACTH).
ACTH itulah yang merangsang kelenjar adrenal meningkatkan produksi kortisol sehingga kadarnya tetap seimbang.
7. Dapat memicu peningkatan berat badan
Studi yang diterbitkan oleh Obesity, menunjukkan bahwa tingginya kadar kortisol bisa memicu peningkatan berat badan. Pasalnya, peningkatan kadar kortisol bisa meningkatkan tekanan darah dan produksi insulin.
Dalam kondisi tersebut, Anda cenderung menginginkan makanan berlemak dan manis. Jika terjadi terus-menerus, kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang bisa berujung pada obesitas dan masalah kesehatan lainnya.
Karena itulah, stres yang terus-menerus bisa berakibat buruk pada kondisi kesehatan secara fisik.
Kesimpulan
[embed-health-tool-bmi]