backup og meta

4 Bahaya Abu Vulkanik Gunung Berapi bagi Kesehatan

4 Bahaya Abu Vulkanik Gunung Berapi bagi Kesehatan

Letusan gunung berapi kerap membuat daerah sekitarnya mengalami hujan abu. Abu vulkanik dalam hujan abu ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh. Apa saja bahaya abu vulkanik dan bagaimana cara menghindari dampaknya? Berikut pembahasannya.

Apa itu abu vulkanik?

abu vulkanik

Indonesia termasuk dalam kawasan Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik. Karena letaknya berada pada pertemuan lempeng bumi, Indonesia rawan mengalami bencana alam, seperti gunung meletus.

Abu vulkanik disemburkan ke udara saat erupsi atau letusan gunung berapi. Material abu dapat menyebar hingga jarak yang jauh dari letusan karena kondisi iklim daerah tersebut.

Partikel abu vulkanik berdiameter kurang dari 2 milimeter (mm). Partikel ini terdiri atas pecahan batuan, mineral, dan gelas vulkanik yang terasa mirip butiran pasir hingga bubuk halus.

Beberapa gas berbahaya juga bisa terbawa dalam abu vulkanik, seperti karbon dioksida (CO2) dan sulfur dioksida (SO2) yang bahkan dapat menyebabkan hujan asam.

Apa bahaya abu vulkanik bagi kesehatan?

Abu vulkanik bersifat keras, abrasif (mengikis), dan tidak larut dalam air. Hal inilah yang menyebabkan abu dari letusan gunung berapi ini berdampak buruk bila terhirup atau masuk ke dalam tubuh.

Jika Anda tinggal dekat kawasan gunung berapi, berikut ini merupakan beberapa bahaya abu vulkanik yang perlu Anda waspadai.

1. Gangguan pernapasan akut

gejala asma

Abu vulkanik sangat berbahaya bagi anak-anak, orang dewasa yang lebih tua, dan orang dengan penyakit paru-paru, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

Paparan abu vulkanik berisiko memicu serangan asma. Hal ini juga bisa menimbulkan masalah pernapasan akut pada orang dengan saluran pernapasan yang sensitif.

Beberapa gejala akut atau jangka pendek yang umumnya muncul, antara lain:

  • pilek,
  • hidung berair,
  • batuk kering atau berdahak,
  • sakit tenggorokan,
  • sesak napas, dan
  • napas berbunyi nyaring (mengi).

Kondisi ini juga meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan atas dan bawah. Fungsi paru-paru yang terganggu juga bisa membuat proses bernapas terasa tidak nyaman.

2. Masalah penglihatan

Bahaya abu vulkanik pada kesehatan mata disebabkan karena bentuk partikelnya yang tajam dan runcing. Sifat abrasif dari abu juga bisa menyebabkan konjungtivitis.

Konjungtivitis terjadi saat lapisan transparan pada mata (konjungtiva) mengalami peradangan sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman dan mengganggu penglihatan Anda.

Beberapa tanda mata yang terkena konjungtivitis akibat abu vulkanik, antara lain:

  • seolah-olah ada benda asing dalam mata,
  • timbul kemerahan,
  • rasa nyeri dan gatal, dan
  • mata berair hingga mengeluarkan kotoran.

Paparan abu vulkanik juga bisa menyebabkan abrasi kornea, yakni kondisi tergoresnya kornea. Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan ini bisa menyebabkan kerusakan kornea permanen.

3. Iritasi kulit

gejala alergi kulit

Selain karena sifat abrasifnya, abu vulkanik juga dapat menyebabkan iritasi kulit karena bersifat asam.

Sifat asam abu vulkanik berasal dari kandungan silika dalam magma dan campuran gas lain yang dikeluarkan saat gunung meletus, seperti karbon dioksida (CO2) dan sulfur dioksida (SO2).

Konsentrasi dan jenis senyawa kimia yang meningkatkan derajat keasaman (pH) abu vulkanik bervariasi, tergantung pada lokasi, sumber, dan jenis gunung berapinya.

Beberapa ciri iritasi kulit akibat paparan abu vulkanik yakni kulit terasa gatal, bengkak, kemerahan, dan munculnya bercak ruam yang panas atau perih.

4. Silikosis

Silikosis adalah bahaya jangka panjang akibat abu vulkanik. Masalah paru-paru ini disebabkan oleh paparan debu silika pada saluran pernapasan dalam waktu yang lama.

Silika merupakan zat kimia yang terdapat dalam abu vulkanik. Zat ini utamanya tersedia dalam bentuk kristal silika bebas dan silikon dioksida (SiO2).

Beberapa gejala penyakit silikosis yang perlu Anda waspadai, antara lain:

  • batuk berdahak atau kering,
  • napas berbunyi nyaring (mengi),
  • sesak napas,
  • nyeri dada,
  • demam, dan
  • penurunan berat badan.

Paparan silika jangka panjang bisa menimbulkan luka dan jaringan parut dalam paru-paru. Jika tidak segera ditangani, hal ini dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.

Bagaimana cara melindungi diri dari abu vulkanik?

masker n95

Terdapat banyak cara yang bisa Anda lakukan untuk melindungi diri dari bahaya abu vulkanik. Berikut ini merupakan beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan.

  • Tetap berada di dalam ruangan yang tidak terkena abu dan tutup semua celah, seperti pintu, jendela, dan ventilasi.
  • Gunakan masker N95 atau masker medis yang tersedia. Pastikan masker menutupi hidung dan mulut untuk melindungi saluran pernapasan dari debu halus.
  • Pakailah kacamata pelindung, kacamata renang, atau kacamata biasa untuk melindungi mata dari iritasi akibat abu vulkanik. 
  • Lepaskan lensa kontak bila Anda sedang menggunakannya ketika letusan gunung terjadi.
  • Bersihkan abu vulkanik dengan cara membasahinya terlebih dahulu. Jangan menyapu dengan cara kering karena bisa membuat debu beterbangan kembali.

Memperhatikan panduan keselamatan gunung meletus seperti di atas dapat membantu Anda dan orang terdekat selamat saat menghadapi bencana alam.

Tetap tenang dan selalu perhatikan instruksi darurat yang ada. Perhatikan apakah Anda harus tetap di berada rumah atau segera pergi ke lokasi pengungsian.

Jika Anda mengalami gangguan pernapasan, iritasi mata, atau masalah kulit akibat paparan abu vulkanik, segera hubungi dokter atau petugas medis terdekat.

Kesimpulan

  • Abu vulkanik adalah material yang disemburkan ke udara saat letusan gunung berapi.
  • Beberapa bahaya abu vulkanik bagi kesehatan antara lain gangguan pernapasan akut, masalah penglihatan, iritasi kulit, hingga penyakit silikosis.
  • Ikuti panduan keselamatan saat gunung meletus untuk melindungi dan mencegah diri Anda terdampak abu vulkanik dan bahaya lainnya.
  • Konsultasikan dengan dokter bila Anda mengalami masalah kesehatan akibat abu vulkanik.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Key Facts About Eruptions. (2022). Centers for Disease Control and Prevention. Retrieved March 16, 2023, from https://www.cdc.gov/disasters/volcanoes/facts.html

Health impacts of volcanic ash. (n.d.). International Volcanic Health Hazard Network. Retrieved March 16, 2023, from https://www.ivhhn.org/information/health-impacts-volcanic-ash

Williams, G. (2021). Volcanic Ash: More Than Just A Science Project. Geology and Human Health. Retrieved March 16, 2023, from https://serc.carleton.edu/NAGTWorkshops/health/case_studies/volcanic_ash.html

Volcanic ash. (2022). American Lung Association. Retrieved March 16, 2023, from https://www.lung.org/clean-air/emergencies-and-natural-disasters/volcanic-ash

Learn About Silicosis. (2022). American Lung Association. Retrieved March 16, 2023, from https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-lookup/silicosis/learn-about-silicosis

Pink eye (conjunctivitis). (2020). Mayo Clinic. Retrieved March 16, 2023, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pink-eye/symptoms-causes/syc-20376355

Corneal abrasion (scratch): First aid. (2022). Mayo Clinic. Retrieved March 16, 2023, from https://www.mayoclinic.org/first-aid/first-aid-corneal-abrasion/basics/art-20056659

Murniasih, S., Darsono, D., Sukirno, S., & Saefurrochman, S. (2019). Distribution pattern of volcanic ash essential elements on the top layer of agricultural land post Merapi eruption in Sleman. Indonesian Journal of Chemistry, 19(4), 944. https://doi.org/10.22146/ijc.38348

Versi Terbaru

20/03/2023

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa


Artikel Terkait

Penanggulangan Gempa Bumi yang Wajib Anda Ketahui

Hal yang Perlu Anda Lakukan Saat Menghadapi Bencana Tsunami


Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 20/03/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan