Mengenal Tunadaksa (Disabilitas Fisik) dan Cara Merawatnya
Secara harfiah, tunadaksa dapat diartikan sebagai cacat tubuh atau yang saat ini lebih dikenal dengan disabilitas fisik. Merawat penyandang tunadaksa tentu memerlukan perhatian ekstra. Simak ulasan berikut untuk memahami lebih lanjut tentang kondisi ini.
Apa itu tunadaksa?
Disabilitas merupakan suatu keadaan yang merusak atau membatasi kemampuan mental atau fisik seseorang. Ada beberapa jenis disabilitas, salah satunya tunadaksa atau disabilitas fisik.
Tunadaksa terdiri dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang dan “daksa” yang berarti tubuh. Sederhananya, tunadaksa berarti kondisi seseorang dengan tubuh tidak sempurna.
Pada umumnya, kondisi ini memengaruhi bagian tubuh seseorang sehingga mengganggu atau membatasi fungsi fisik, pergerakan (mobilitas), atau ketangkasan.
Keterbatasan ini yang mengakibatkan penyandang disabilitas fisik terkendala untuk melakukan aktivitas secara mandiri, seperti duduk, berdiri, atau berjalan.
Oleh sebab itu, anak berkebutuhan khusus ini perlu mendapatkan perawatan dan penyesuaian guna mempermudah aktivitasnya sehari-hari.
Penyebab tunadaksa
Tunadaksa merupakan kondisi yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, baik itu faktor keturunan, penyakit bawaan sejak lahir, atau kecelakaan.
Dilihat dari waktu terjadinya, berikut beberapa faktor yang menjadi penyebab disabilitas fisik.
Fase prenatal (sebelum kelahiran): terjadi saat bayi masih dalam kandungan, seperti kelainan genetik, gangguan pembentukan saraf, dan infeksi yang menyerang otak.
Fase perinatal (saat kelahiran): terjadi saat bayi dilahirkan, seperti pinggul ibu yang terlalu kecil, posisi bayi sungsang, perdarahan otak saat kelahiran, atau pemakaian anestesi (bius) secara berlebihan.
Fase postnatal (setelah kelahiran): terjadi setelah bayi dilahirkan, seperti mengalami penyakit infeksi yang menyerang otak, kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala, hingga amputasi anggota badan.
Jenis-jenis tunadaksa
Dilansir dari laman Handicaps Welfare Association, ada dua kategori utama tunadaksa, yakni disabilitas neuromuskuloskeletal dan disabilitas muskuloskeletal.
Adapun definisi dan jenis tunadaksa dari masing-masing kategori tersebut dibahas melalui poin-poin berikut ini.
1. Disabilitas neuromuskuloskeletal
Jenis disabilitas fisik ini disebabkan oleh kelainan pada sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) sehingga anak tidak mampu melakukan gerakan terkontrol dari bagian tubuh tertentu.
Berbikut beberapa contoh ganguan akibat kelainan pada sistem saraf pusat.
Cerebral palsy(lumpuh otak): sekelompok gangguan yang memengaruhi otot dan saraf sehingga terjadi gangguan fungsi motorik terutama pada anak-anak.
Poliomyelitis (polio): penyakit menular akibat infeksi virus yang menyerang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem saraf motorik.
Spina bifida: cacat lahir yang terjadi karena tulang belakang dan saraf tulang belakang tidak terbentuk sempurna saat kehamilan.
Stroke: gangguan suplai darah menuju otak sehingga pengidapnya bisa terkena gangguan fungsi motorik dan sensorik tiba-tiba pada satu sisi tubuh.
Cedera kepala: trauma akibat benturan pada kepala yang bisa memengaruhi fungsi motorik dan sensorik pada otak tergantung tingkat keparahannya.
2. Disabilitas muskuloskeletal
Jenis disabilitas fisik ini disebabkan oleh kelainan pada bentuk otot atau tulang, penyakit, dan degenerasi (penuaan) sehingga menghambat aktivitas.
Berikut sejumlah kelainan yang bisa terjadi pada sistem otot dan rangka.
Kehilangan anggota badan: terjadi karena cacat lahir, penyakit, atau kecelakaan yang memerlukan anggota badan buatan untuk menggantikan fungsinya,
Osteoartritis (pengapuran sendi): penyakit radang sendi yang diakibatkan oleh kerusakan tulang rawan sehingga menimbulkan nyeri, sakit, atau kaku sendi.
Distrofi otot: sekelompok penyakit otot yang secara perlahan membuat otot makin melemah hingga kehilangan kekuatan dan fungsinya.
Karakteristik anak tunadaksa
Anak penyandang disabilitas fisik berkembang sama seperti anak-anak pada umumnya, kecuali pada bagian tubuh tertentu yang memiliki kelainan.
Untuk memahaminya, berikut tiga jenis karakteristik anak tunadaksa yang perlu Anda ketahui.
1. Karakteristik akademik
Anak tunadaksa dengan kelainan sistem otot dan rangka umumnya memiliki tingkat kecerdasan normal sehingga bisa mengikuti pelajaran sama dengan anak normal.
Akan tetapi, anak dengan kelainan sistem saraf pusat biasanya punya tingkat kecerdasan (IQ) yang lebih rendah (intellectual disability).
2. Karakteristik sosial dan emosional
Beberapa anak tunadaksa mungkin merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban bagi orang lain sehingga membuatnya malas belajar, bermain, dan bersosialisasi.
Ketidakmampuan melakukan kegiatan fisik sebagaimana mestinya juga bisa membuat anak mudah tersinggung, marah, rendah diri, pemalu, penyendiri, hingga frustrasi.
3. Karakteristik fisik dan kesehatan
Kecenderungan gangguan kesehatan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya kemampuan pendengaran dan penglihatan, serta gangguan bicara umum terjadi pada anak dengan disabilitas saraf.
Selain itu, penyandang tunadaksa jenis ini juga bisa menunjukkan tanda-tanda hiperaktif (sangat aktif) maupun hipoaktif (sangat pasif) dalam perilakunya.
Perawatan anak tunadaksa
Perawatan pada anak dengan disabilitas fisik bergantung pada penyebab, jenis, perkembangan penyakit, dan tingkat keparahan dari gangguan yang dialaminya.
Sejumlah program rehabilitasi, seperti terapi okupasi, fisioterapi, dan terapi wicara membantu anak tunadaksa mengelola dan mencegah perburukan kondisi yang mereka alami.
1. Terapi okupasi
Berbagai bentuk perawatan dalam terapi okupasi anak akan membantu anak berkebutuhan khusus menjalani setiap aktivitasnya dengan lebih mandiri.
Terapi ini bisa membantu anak tunadaksa melakukan kegiatan sehari-hari seperti belajar, bermain, menulis, makan, dan memakai pakaian sendiri.
2. Fisioterapi
Fisioterapi melibatkan latihan dan edukasi untuk mengembalikan fungsi dan gerak tubuh penyandang disabilitas yang terganggu akibat penyakit maupun cedera.
Perawatan ini misalnya dalam membantu mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot, sekaligus mencegah perubahan bentuk (deformitas) pada otot dan tulang.
3. Terapi wicara
Perawatan ini akan membantu meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak tunadaksa, terlebih pada mereka yang mengalami gangguan berbicara.
Selain dari perawatan di atas, pendidikan juga menjadi salah satu kebutuhan penting yang perlu Anda perhatikan untuk anak dengan disabilitas fisik.
Anak tunadaksa ringan juga bisa mengikuti pendidikan di sekolah biasa, tetapi mereka mungkin akan mengalami keterbatasan pada mata pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan fisik.
Maka dari itu, orangtua dari anak penyandang disabilitas fisik perlu menentukan jenis sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi buah hatinya.
Kesimpulan
Tunadaksa adalah suatu kondisi yang memengaruhi bagian tubuh seseorang sehingga mengganggu atau membatasi fungsi fisik, mobilitas, atau ketangkasan.
Dua kategori utama tunadaksa terdiri dari disabilitas sistem saraf pusat dan disabilitas sistem otot dan rangka yang bisa terjadi sebelum, saat, dan setelah kelahiran.
Selain dengan menjalani pendidikan luar biasa, perawatan anak dengan disabilitas fisik juga dilakukan melalui terapi okupasi, fisioterapi, dan terapi wicara.
[embed-health-tool-bmi]
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
Disability & Health Overview. CDC. (2020). Retrieved 2 June 2022, from https://www.cdc.gov/ncbddd/disabilityandhealth/disability.html
Physical disabilities. BetterHealth Channel Australia. (2015). Retrieved 2 June 2022, from https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/servicesandsupport/physical-disabilities
Physical Impairment. Disability Resource Centre – University of Cambridge. Retrieved 2 June 2022, from https://www.disability.admin.cam.ac.uk/staff-supporting-disabled-students/teaching-disabled-students/understanding-effects-impairments-6
General Information on Physical Disabilities. Handicaps Welfare Association. Retrieved 2 June 2022, from https://hwa.org.sg/general-information-on-physical-disabilities/
Penyandang Cacat? Penyandang Disabilitas?. Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus – Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (2018). Retrieved 2 June 2022, from https://www.usd.ac.id/pusat/psibk/2018/09/16/cacat-atau-disabilitas/
Astati. (2009). Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunadaksa dan Tunalaras. Universitas Pendidikan Indonesia. Retrieved 2 June 2022, from http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/194808011974032-ASTATI/Karakteristik_Pend_ATD-ATL.pdf
Batti, G. (2009). Manajemen Job Stress Guru Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Khusus Yayasan Pembinaan Anak Cacat Jakarta Studi Kasus pada Tiga Guru Sekolah Menengah Pertama Khusus YPAC Jakarta. Universitas Indonesia. Retrieved 2 June 2022, from https://lontar.ui.ac.id/file?file=digital%2F123669-006+09+Bat+m+-+Manajemen+job-Literatur.pdf
Versi Terbaru
07/09/2023
Ditulis oleh Satria Aji Purwoko
Ditinjau secara medis olehdr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.