Otot yang kaku adalah salah satu tanda spastisitas dan menjadi momok bagi para penderita stroke karena dapat mengganggu aktivitas. Biasanya, kondisi ini muncul berbulan-bulan atau bahkan setahun pascastroke. Ketahui lebih lanjut informasi seputar spastisitas melalui ulasan di bawah ini.
Apa yang dimaksud dengan spastisitas?
Spastisitas adalah kondisi otot yang kaku, menengang, tidak dapat digerakkan, serta tidak fleksibel akibat kontraksi otot yang berkepanjangan. Ini biasa terjadi pada penderita stroke.
Saat serangan stroke, kondisi lengan, kaki, atau bahkan wajah akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan ini terjadi akibat penderita stroke tidak mampu mengendalikan gerakan otot.
Namun, kelemahan pada otot tersebut justru terjadi dalam posisi yang kaku atau tegang.
Sering kali, spastisitas pascastroke membuat penderitanya merasa sedang bergerak sangat lambat atau seperti sedang membawa beban berat pada ototnya.
Bahkan, otot akan terasa sakit saat sedang istirahat atau bila digerakkan. Tentu, kondisi ini akan membuat penderitanya menjadi tidak nyaman.
Kendati begitu, ada kalanya penderita masih dapat menggerakkan otot-ototnya jika gejala spastisitas yang dialami ringan, tetapi gerakan yang dihasilkan malah tidak karuan dan tidak natural.
Apabila diperhatikan, tampak bahwa otot berada pada posisi yang tidak biasa atau justru bengkok pada saat istirahat.
Seberapa umum kondisi ini?
American Stroke Association menyebutkan bahwa sekitar 25—43% dari pasien stroke yang bisa bertahan hidup akan mengalami spastisitas pada tahun pertama pascastroke.
Spastisitas pascastroke lebih sering terjadi pada penderita stroke usia muda yang disebabkan oleh perdarahan. Keluhan ini bisa terjadi segera setelah serangan stroke atau lebih lama dari satu tahun.
Tanda dan gejala spastisitas
Gejala spastisitas dapat bervariasi dari kekakuan otot yang ringan hingga menyakitkan bahkan menyebabkan gerakan tubuh yang tak terkendali.
Dalam hal ini, nyeri dan rasa sakit pada persendian adalah gejala umum dari spastisitas pascastroke.
Mengutip American Association of Neurogical Surgeons, terdapat beberapa gejala lain spastisitas yang perlu diperhatikan, di antaranya.
- Kesulitan meregangkan otot.
- Kejang otot
- Kekakuan pada lengan, tangan, tungkai, dan pergelangan kaki
- Jari kaki melengkung
- Siku bengkok dan fungsinya menurun
- Kelelahan otot.
- Pertumbuhan otot longitudinal terhambat.
- Terjadi perlambatan sintesis protein dalam sel otot.
Kapan harus ke dokter?
Penting untuk segera menemui dokter jika gejala spastisitas yang dirasakan semakin memburuk, lebih sering terjadi, atau sampai mengganggu kinerja sehari-hari. Pasalnya, spastisitas yang berkepanjangan dan tidak diobati dapat menyebabkan persendian kaku dan luka tekan pada kulit yang sangat menyakitkan. Dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut atau terapi fisik.
Penyebab spastisitas
Umumnya, penyebab spastisitas adalah karena kerusakan atau gangguan pada area otak dan sumsum tulang belakang yang bertanggung jawab untuk mengontrol refleks otot dan pergerakan tubuh.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sinyal penghambatan dan rangsangan yang dikirim ke otot, sehingga menyebabkannya kekakuan.
Spastisitas dapat berbahaya bagi pertumbuhan anak karena dapat memengaruhi otot dan persendian.
Selain itu, orang dengan riwayat cedera otak, cedera tulang belakang, cerebral palsy, atau multiple sclerosis dapat memiliki tingkat keparahan spastisitas yang bervariasi.
Komplikasi spastisitas
Jika kondisi spastisitas pascastroke ini tidak segera ditangani oleh dokter, maka dapat menyebabkan komplikasi bagi penderitanya.
Beberapa komplikasi spastisitas pada penderita stroke yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut.
- Luka tekan.
- Infeksi saluran kemih (ISK).
- Sembelit kronis.
- Demam atau penyakit sistemik lainnya.
- Persendian kaku.
Diagnosis spastisitas
Pemeriksaan fisik dengan pengujian neurologis akan dilakukan untuk mendiagnosis spastisitas dan tingkat keparahannya.
Sementara itu, pemeriksaan dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan guna mengetahui lebih banyak informasi tentang sumber spastisitas dan faktor penyebabnya.
Pengobatan spastisitas
Kabar baiknya, terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk spastisitas. Namun, biasanya pasien akan menjalani lebih dari satu pengobatan sekaligus.
Sejumlah pengobatan yang dilakukan telah terbukti efektif meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup sehari-hari.
1. Terapi fisik dan okupasi
Sejumlah terapi stroke mungkin perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan gerakan dan kontrol tubuh. Selain itu, juga untuk mencegah keluhan lain seperti rasa sakit pada otot.
Biasanya, para terapis akan merekomendasikan latihan secara rutin untuk memperpanjang dan memperkuat otot Anda.
Terapis mungkin menyarankan penggunaan gips untuk membantu meregangkan otot yang tegang setelah stroke.
Sementara itu, stimulasi listrik juga mungkin dibutuhkan terlebih jika Anda mengalami kontraktur.
Kontraktur adalah berkurangnya area gerak sendi karena terbatasnya jaringan tubuh.
2. Obat-obatan
Konsumsi obat-obatan digunakan dalam kombinasi dengan terapi atau obat lain, seperti terapi fisik atau okupasi.
Obat oral hanya digunakan jika gejala yang dirasakan telah mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidur.
Berikut adalah beberapa obat yang mungkin direkomendasikan untuk mengurangi gejala spastisitas.
- Baclofen.
- Benzodiazepin.
- Natrium dantrolen.
- Imidazolin.
- Gabapentin.
Sementara itu, suntikan botox juga dapat digunakan untuk meregangkan otot-otot yang kejang agar tidak berkontraksi.
Dalam jumlah kecil, Botox disuntikkan ke lokasi yang dipilih dengan cermat yang ditentukan berdasarkan pola spastisitas.
Meskipun Botox bisa sangat membantu, suntikan yang dapat diberikan dalam jumlah terbatas.
3. Operasi
Prosedur medis atau operasi dilakukan untuk membantu mengatasi spastisitas pada pasien dengan kondisi tertentu, seperti cerebral palsy.
Dalam operasi yang disebut rhizotomy, ahli bedah saraf juga turut terlibat untuk mengakses saraf sensorik di sepanjang tulang belakang.
Selanjutnya, dokter akan memotong serat yang tidak normal untuk meningkatkan kelenturan sambil mempertahankan fungsi motorik dan sensorik lainnya.
Jika Anda merasa mengalami tegang otot setelah stroke, bicaralah dengan dokter atau terapis fisik untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Biasanya, pengobatan medis atau terapi fisik tidak cukup memberikan hasil yang maksimal, sehingga memerlukan terapi berkelanjutan.
[embed-health-tool-bmi]