Salah satu penyebab anak terlambat berbicara dengan lancar adalah apraksia. Anak yang lahir dengan kondisi ini akan kesulitan menggerakan otot-otot di wajah, sehingga keterampilan berbicaranya jadi terganggu.
Namun, bukan hanya pada anak-anak, apraksia juga bisa dialami oleh orang dewasa. Selain kesulitan berbicara, apraksia juga bisa memengaruhi fungsi bagian tubuh yang lain. Berikut penjelasan lengkapnya.
Apa itu apraksia?
Apraksia atau apraxia adalah gangguan saraf dan otak yang memengaruhi kemampuan bergerak atau sistem motorik tubuh.
Pada kondisi ini, otot memiliki kekuatan yang normal. Otak juga mengerti gerakan yang ingin di lakukan.
Namun, otot tidak mampu merespons sinyal perintah dari otak. Akibatnya, tubuh tidak dapat melakukan gerakan tersebut.
Apraksia dapat terjadi di bagian tubuh mana pun. Selain sulit menggerakkan wajah, kaki, dan tangan, penderita kondisi ini sering kali susah berkomunikasi.
Kondisi ini juga bisa dialami oleh siapa saja di semua usia, termasuk anak-anak.
Apa penyebab apraksia?
Penyebab apraksia adalah kerusakan pada otak. Apraxia sering kali terjadi akibat adanya kerusakan pada bagian otak kiri. Namun, kerusakan pada bagian otak lainnya juga bisa menyebabkan kondisi ini.
Ada beberapa kerusakan otak yang bisa memicu terjadinya apraksia. Berdasarkan kerusakan tersebut, apraxia bisa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Apraksia yang diperoleh
Apraxia jenis ini terjadi akibat adanya kondisi lain sebagai pemicunya. Kondisi tersebut menyebabkan cedera atau kerusakan pada bagian otak yang mengatur pergerakan bagian tubuh tertentu.
Meski terkadang bisa terjadi pada anak-anak, jenis ini lebih sering dialami oleh orang dewasa. Kondisi ini akan memengaruhi kemampuan motorik yang sebelumnya telah dimiliki oleh penderita.
Beberapa kondisi penyebab apraxia meliputi berikut ini.
- Tumor otak.
- Kondisi penyebab penurunan fungsi otak dan saraf (penyakit neurodegeneratif).
- Demensia.
- Stroke.
- Cedera trauma otak.
- Hidrosefalus.
Dilansir dari Stroke Engine, sekitar 30% penderita apraksia pernah mengalami stroke terlebih dahulu.
2. Apraksia bawaan
Apraksia juga bisa terjadi sejak dalam kandungan. Jenis ini mulai muncul seiring dengan proses tumbuh kembang anak.
Pada anak-anak, kondisi ini paling sering memengaruhi perkembangan kemampuan bahasa anak. Apraxia pada anak juga sering kali disertai dengan afasia.
Penyebab pasti apraksia jenis ini belum diketahui. Namun, biasanya apraksia bawaan terjadi pada anak dengan riwayat kondisi ini di dalam keluarga.
Oleh karena itu, jenis ini diduga terjadi karena adanya kelainan genetik.
Apa saja gejala apraxia?
Apraksia bisa ditandai dengan kesulitan menggerakan otot dengan baik. Pada kondisi ini, tubuh melakukan gerakan yang berbeda dari yang diperintahkan oleh otak.
Penderita sering kali tidak menyadari kesalahan tersebut. Gejala apraksia bisa dibagi berdasarkan bagian tubuh yang terdampak.
Berikut gejala apraxia pada kemampuan berbicara.
- Kata-kata yang tidak jelas, berulang-ulang, atau tertinggal saat berbicara. Penderita kesulitan menyusun kata-kata dalam susunan yang tepat.
- Kesulitan mengucapkan kata-kata dengan benar.
- Kesulitan menyusun kalimat yang panjang, baik setiap saat atau kadang-kadang.
- Hanya bisa menyusun kalimat yang pendek.
- Lebih mudah menyusun kata-kata saat menulis dibanding berbicara.
Sementara itu, gejala apraksia pada bagian tubuh lain bisa meliputi berikut ini.
- Apraksia buccofacial atau orofacial: Kesulitan melakukan gerakan wajah, seperti menjilat bibir, menjulurkan lidah, atau bersiul.
- Apraksia idealis: Kesulitan melakukan gerakan yang bertahap, seperti mengenakan kaus kaki sebelum memakai sepatu.
- Apraksia ideomotor: Kesulitan melakukan menggunakan alat-alat tertentu dengan benar. Misalnya, jika diberi obeng, penderita mungkin akan mencoba menulis dengan obeng seperti pena.
- Apraksia kinetik tungkai: Kesulitan membuat gerakan yang tepat dengan lengan atau kaki. Misalnya, kesulitan mengancingkan kemeja, mengikat sepatu, atau bahkan berjalan.
Pemeriksaan ke dokter sebaiknya dilakukan jika gejala yang dialami sudah mengganggu kegiatan sehari-hari atau timbul gejala lainnya setelah mengalami stroke atau cedera otak.
Bagaimana cara mendiagnosis apraksia?
Apraxia cukup sulit untuk dideteksi karena terbagi ke dalam beberapa jenis yang berbeda.
Dokter biasanya akan melakukan beberapa langkah pemeriksaan, termasuk menilai kemampuan bergerak pasien saat melakukan atau menirukan gerakan tertentu.
Ambil contohnya, dokter akan meminta pasien untuk minum dari gelas atau menggunakan alat tertentu sesuai dengan kegunaanya.
Untuk memastikan kondisi yang dialami adalah gejala apraksia, dokter mungkin juga akan melakukan tes lanjutan, seperti berikut ini.
- CT scan atau MRI, untuk menemukan tumor, stroke, atau cedera otak lainnya.
- Elektroensefalogram (EEG), untuk mendeteksi epilepsi.
- Pungsi lumbar (lumbar puncture), untuk melihat adanya peradangan atau infeksi yang berdampak pada otak.
Selain itu, pemeriksaan kemampuan bahasa dan kepintaran mungkin perlu dilakukan jika apraxia diduga memengaruhi kemampuan berbicara.
Bagaimana cara mengobati apraksia?
Apraksia biasanya perlu ditangani secara bersama-sama oleh tenaga medis dibantu anggota keluarga atau kerabat pasien.
Terapi okupasi dan terapi wicara umumnya berperan penting untuk membantu meredakan gejala apraksia.
Selama pengobatan, terapi bertujuan untuk melatih kemampuan pasien dalam melakukan gerakan otot, seperti menggerakan anggota tubuh atau berbicara.
Pada kasus yang parah, terapi wicara bisa dilakukan sebanyak 3 hingga 5 kali seminggu. Jika kondisi pasien telah membaik, jadwal terapi bisa dikurangi.
Berbagai kegiatan terapi wicara untuk membantu anak yang susah bicara terkait apraksia, antara lain sebagai berikut.
- Latihan mengucapkan kata atau frasa tertentu berkali-kali selama sesi terapi.
- Latihan menggerakkan mulut dan mengeluarkan bunyi-bunyian, misalnya meniru suara hewan, mobil, atau benda-benda di sekitar.
- Latihan merangkai dan mengucapkan kalimat lewat percakapan.
Bukan hanya pada orang dewasa, latihan ini juga bisa dilakukan untuk membantu anak yang terlambat berbicara.
Untuk membantu meningkatkan komunikasi saat berinteraksi, keluarga dan kerabat perlu memerhatikan hal berikut.
- Hindari memberikan perintah yang rumit.
- Gunakan kaliamt sederhana untuk menghindari salah paham.
- Bicara dengan nada suara normal dan tidak perlu berteriak.
- Beri penjelasan sebaik mungkin.
- Gunakan alat bantu komunikasi bila diperlukan.
Selain itu, untuk memudahkan kegiatan sehari-hari, berikut tips yang bisa dilakukan.
- Jaga lingkungan tetap nyaman dan tenang bagi pasien.
- Ajari pasien secara perlahan dan tidak terburu-buru. Jangan paksa pasien untuk melakukan kegiatan yang terlalu sulit untuknya agar tidak timbul rasa frustasi.
- Sarankan hal lain yang lebih mudah dilakukan, seperti menggunakan sepatu yang bisa langsung dipakai tanpa tali sepatu.
Mengenali adanya gejala depresi pada penderita apraxia juga sangat penting dalam proses pengobatan. Jika timbul gejala depresi atau frustasi yang parah, terapi mental mungkin juga perlu dilakukan.
Banyak penderita apraxia yang kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari sendiri sehingga perlu bergantung pada orang lain.
Oleh karena itu, tanyakan kepada dokter kegiatan apa saja yang aman untuk dilakukan. Hindari kegiatan yang bisa menimbulkan cedera dan selalu perhatikan keamanannya.
[embed-health-tool-bmi]