Epilepsi atau lebih dikenal dengan sebutan ayan, adalah gangguan sistem saraf pusat yang memicu kejang kambuhan bahkan sampai hilang kesadaran. Agar gejala epilepsi tidak kambuh, pasien akan diresepkan obat antiepilepsi atau menjalani pengobatan lainnya. Penasaran, apa saja obat dan pengobatan yang harus dijalani pasien dengan penyakit ayan? Mari bahas satu per satu pada ulasan di bawah ini.
Daftar obat untuk mengobati penyakit epilepsi
Penyakit epilepsi memang tidak bisa disembuhkan secara total. Akan tetapi, ada sederet obat yang bisa membantu mengendalikan gejala ayan, seperti kejang. Berikut ini adalah obat yang biasanya diresepkan dokter sebagai cara mengobati penyakit epilepsi:
Sodium valproate
Obat ini digunakan untuk mengatasi gejala penyakit epilepsi dan mencegah kepala pusing pada anak dan orang dewasa. Sodium valporate tidak diperuntukkan bagi orang yang memiliki penyakit hati atau masalah metabolik.
Wanita hamil atau berencana hamil harus konsultasi lebih dahulu pada dokter. Biasanya obat ini diminum 2 kali sehari, yakni di pagi dan sore hari. Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul, sirup, dilarutkan dalam makanan atau minuman, serta cairan suntikan.
Carbamazepine
Obat ini digunakan untuk mengobati diabetes neuropati dan penyakit epilepsi. Dosis yang diberikan beragam, mulai dari satu kali hingga empat kali sehari. Anda bisa mengonsumsi obat ini dalam bentuk tablet, sirup, dan dimasukkan lewat anus (supposituria). Orang yang memiliki masalah pada jantung dan tulang tidak dianjurkan minum carbamazepine.
Lamotrigine
Lamotrigine digunakan sebagai obat untuk epilepsi dan mencegah suasana hati memburuk, jika memang menunjukkan tanda-tanda depresi. Dosis obat ini biasanya diresepkan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang paling sering terjadi adalah sakit kepala dan ruam pada kulit.
Konsultasikan lebih dahulu pada dokter jika Anda punya masalah hati, penyakit ginjal, meningitis, sedang hamil atau merencanakan kehamilan.
Levetiracetam
Levetiracetam merupakan obat generik untuk mengatasi penyakit epilepsi. Dosis awal biasanya diberikan sebanyak satu kali sehari dan bisa ditingkatkan menjadi dua kali sehari.
Jika Anda punya masalah ginjal, berencana hamil atau sedang hamil, konsultasikan lebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan obat. Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala, mengantuk, tenggorokan gatal, dan hidung tersumbat.
Selain minum obat, operasi juga bisa mengobati epilepsi
Terapi obat epilepsi sebetulnya cukup efektif mengendalikan kejang pada penderita epilepsi. Sayangnya, banyak kasus kejang epilepsi yang tidak mempan ditangani dengan obat epilepsi dari dokter.
Bahkan, sekitar 30 persen pasien tidak kuat dengan efek samping obat yang ditimbulkan, seperti sakit kepala, gemetar yang tidak terkendali (tremor), ruam, gelisah, dan sebagainya.
Sebagai solusinya, pasien akan dianjurkan untuk menjalani pengobatan epilepsi lewat jalur operasi, atau disebut juga dengan bedah epilepsi. Ada tiga tujuan utama operasi epilepsi, di antaranya:
- Mengangkat area otak yang memicu kejang.
- Memblokir jalur saraf otak yang menyebabkan kejang.
- Memasukkan alat tertentu ke otak untuk mengurangi dampak epilepsi terhadap kesehatan pasien, yaitu kerusakan otak, kerusakan tulang, hingga kematian mendadak.
Perlu dicatat bahwa pengobatan epilepsi lewat jalur operasi hanya bisa dilakukan jika area otak penyebab kejang tidak memegang fungsi vital pada tubuh, seperti pusat gerak tubuh, bahasa, atau sentuhan. Jika area otak ini terkena dampak operasi, maka pasien bisa saja menjadi kesulitan untuk bergerak maupun berbicara.
Jenis operasi untuk penyakit epilepsi
Tidak semua pasien akan menjalani prosedur operasi epilepsi yang sama. Hal ini tergantung dari seberapa parah kejang yang Anda alami dan letak penyebab kejang itu sendiri.
Dikutip dari Mayo Clinic, ada tiga jenis operasi epilepsi yang paling sering dilakukan, yaitu:
1. Resective surgery
Jenis operasi ini paling sering dilakukan untuk mengendalikan kejang epilepsi. Resective surgery dilakukan dengan mengangkat sedikit area otak, biasanya sebesar bola golf, yang memicu kejang. Setelah menjalani operasi epilepsi ini, Anda akan diberi obat untuk mencegah efek samping.
2. Corpus callosotomy
Operasi corpus callosotomy lebih sering dilakukan pada anak-anak yang mengalami kejang parah. Caranya adalah dengan dengan memotong jaringan saraf yang menghubungkan belahan otak kanan dan kiri yang menyebabkan kejang. Hal ini dapat membantu mengurangi keparahan kejang pada anak-anak.
3. Hemispherectomy
Mirip seperti cospus callosotomy, prosedur hemispherectomy juga lebih sering dilakukan pada anak-anak yang mengalami kejang akibat kerusakan pada salah satu belahan otak, entah itu sisi kanan atau kiri. Operasi epilepsi ini dilakukan dengan mengangkat lapisan luar pada separuh bagian otak.
Kabar baiknya, sebagian besar operasi epilepsi memberikan hasil yang memuaskan. Kebanyakan pasien tak lagi mengalami kejang epilepsi setelah operasi. Kalaupun masih mengalami kejang, durasinya akan jauh berkurang dan terbilang jarang.
Meski begitu, dokter akan tetap memberikan obat epilepsi selama satu tahun ke depan untuk membantu mengendalikan kejang epilepsi. Namun, jika Anda justru mengalami kejang epilepsi yang sulit dikendalikan setelah minum obat, sebaiknya kurangi dosisnya atau bahkan berhenti minum obat epilepsi.
Risiko efek samping operasi epilepsi
Sama seperti jenis operasi lainnya, pengobatan epilepsi dengan pembedahan juga memiliki risiko dan efek samping yang harus diperhatikan. Hal ini dapat berbeda-beda untuk setiap orang karena tergantung dari jenis bedah epilepsi dan seberapa banyak area otak yang diangkat.
Beberapa risiko dan efek samping bedah epilepsi yang mungkin terjadi meliputi:
1. Gangguan ingatan
Area lobus temporal otak bertanggung jawab untuk memproses memori sekaligus menggabungkannya dengan sensasi rasa, suara, penglihatan, sentuhan, dan emosional. Bedah epilepsi yang dilakukan pada area otak ini dapat membuat pasien sulit mengingat, berbicara, hingga memahami informasi yang diberikan.
2. Perubahan perilaku
Area lobus frontal adalah bagian otak yang terletak di belakang dahi. Fungsinya untuk mengendalikan pikiran, penalaran, dan perilaku. Jika bedah epilepsi dilakukan pada area otak ini, pasien cenderung akan hilang kendali, perubahan suasana hati yang drastis, hingga depresi.
3. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda dapat terjadi jika bedah epilepsi dilakukan pada lobus temporal otak. Anda mungkin juga akan mengalami kesulitan untuk melihat benda pada jarak jauh akibat efek samping dari bedah epilepsi.
Untuk mempercepat pemulihan dari efek samping tersebut, pasien dianjurkan untuk rawat inap 3 sampai 4 hari setelah operasi di bawah pengawasan dokter. Anda mungkin akan mengalami nyeri dan pembengkakan di bagian tubuh tertentu selama beberapa minggu setelahnya. Namun tak perlu cemas. Yang terpenting, lakukan kontrol rutin untuk memantau kondisi kesehatan Anda pasca operasi.
Lengkapi pengobatan epilepsi dengan terapi
Selain obat atau operasi, pengobatan alternatif seperti terapi juga bisa menjadi cara untuk mengatasi penyakit epilepsi. Beberapa terapi tersebut antara lain:
Stimulasi saraf vagus
Dokter akan menanamkan stimulator saraf vagus yang mirip seperti alat pacu jantung yang dilengkapi kabel penghubung ke saraf vagus di leher. Perangkat ini akan mengirimkan energi listrik ke otak.
Efektivitas terapi ini dalam mengurangi gejala penyakit ayan sebesar 20-40 persen. Oleh karena itu, pasien tetap harus minum obat antiepilepsi. Efek samping dari pengobatan ini adalah sakit tenggorokan, suara serak, sesak napas, atau batuk.
Stimulasi otak dalam
Pada stimulasi otak dalam, ahli bedah menanamkan elektroda ke bagian tertentu otak Anda, biasanya talamus. Elektroda terhubung ke generator yang ditanamkan di dada atau tengkorak, yang kemudian mengirimkan sinyal listrik ke otak dan dapat mengurangi kejang.
Terapi diet ketogenik
Beberapa penderita epilepsi dapat mengurangi kejang dengan mengikuti diet ketat yang tinggi lemak dan rendah karbohidrat. Diet ini dikenal dengan diet ketogenik, yang tujuannya menjadikan lemak sebagai bahan utama penghasil energi untuk tubuh.
Konsultasikan dengan dokter jika Anda atau buah hati sedang mempertimbangkan diet ketogenik. Penting untuk memastikan bahwa anak Anda tidak kekurangan gizi saat mengikuti diet.
Efek samping dari diet ketogenik yang mungkin terjadi meliputi dehidrasi, sembelit, pertumbuhan yang melambat karena kekurangan nutrisi dan penumpukan asam urat dalam darah, yang dapat menyebabkan batu ginjal. Efek samping ini jarang terjadi jika diet diawasi oleh dokter atau ahli gizi.
[embed-health-tool-bmi]