Otak adalah organ kompleks yang mengontrol pikiran, memori, sentuhan, keterampilan motorik, dan banyak proses lainnya. Agar dapat berfungsi optimal, otak membutuhkan darah yang kaya oksigen. Namun dalam kondisi tertentu, pembuluh darah di otak dapat pecah dan memicu kondisi yang mengancam jiwa.
Penyebab pembuluh darah pecah di otak
Pembuluh darah pecah di otak disebabkan oleh aneurisma otak, yakni kondisi ketika pembuluh darah otak melebar atau menonjol karena lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya aneurisma. Faktor-faktor lain yang juga meningkatkan risikonya adalah:
- kebiasaan merokok,
- trauma atau cedera kepala,
- penyalahgunaan kokain,
- melemahnya dinding pembuluh darah sejak lahir,
- usia di atas 40 tahun, atau
- telah mengalami menopause.
Aneurisma otak menandakan bahwa pembuluh darah di otak mengembang dan menonjol, seperti buah anggur kecil, akibat melemahnya dinding pembuluh darah.
Pembuluh darah yang menggelembung ini bisa pecah sewaktu-waktu dan menyebabkan kondisi fatal seperti perdarahan subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid terjadi di antara otak dan jaringan tipis yang menutupi otak. Jika tidak ditangani segera, kondisi tersebut bisa menimbulkan kerusakan otak.
Walaupun tidak semua kasus aneurisma berujung pada kematian, dampak dari kondisi ini tidaklah ringan. Salah satunya adalah hilangnya fungsi dari bagian tubuh tertentu.
Tanda dan gejala pecah pembuluh darah di otak

Pecah pembuluh darah di otak kadang tidak menimbulkan gejala yang berarti, terutama bila penggelembungan pada pembuluh darah berukuran kecil.
Namun, bila ukurannya lebih besar dan sudah memberi tekanan pada jaringan atau saraf otak, Anda mungkin akan mengalami tanda dan gejala, seperti:
- nyeri pada bagian atas atau bagian dalam salah satu mata,
- pupil mata membesar atau melebar,
- penglihatan kabur,
- mati rasa pada satu sisi wajah,
- sakit leher, serta
- mual dan muntah.
Akan tetapi, bila pembuluh darah sudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak, Anda akan merasakan sakit kepala parah yang terjadi secara mendadak.
Di samping itu, tanda dan gejala lain yang mungkin menyertainya adalah:
- mual dan muntah,
- leher kaku,
- penglihatan kabur,
- sensitif pada cahaya,
- kelopak mata terkulai,
- kebingungan mental, serta
- hilangnya kesadaran, bahkan koma.
Menurut laporan Kemenkes RI, diperkirakan satu orang mengalami pecah aneurisma setiap 18 menit. Setiap 500.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat kondisi ini.
Berdasarkan data per September 2021, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) saat ini menangani kurang-lebih 100 kasus aneurisma otak setiap tahunnya.
Penanganan pembuluh darah pecah di otak
Brain Aneurysm Awareness Month yang jatuh setiap September setiap tahunnya, mengangkat tema Raising Awareness, Supporting Survivors, Saving Lives.
dr. Abrar Arham, Sp.BS, pada kampanye ini menyebutkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang aneurisma otak perlu ditingkatkan.
Ia juga berharap kualitas deteksi dini serta layanan kesehatan di Indonesia dapat ditingkatkan.
Dalam deteksi dini, menurutnya harus dilakukan edukasi pencegahan serta penanganan yang komprehensif pada pasien yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak. Akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah.
Penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan kolaborasi multidisiplin melibatkan dokter bedah saraf, neurointerventionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya. Di samping itu, diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik.
dr. Abrar Arham, Sp.BS
Guna mengevaluasi secara detail kelainan pada pembuluh darah otak yang bermasalah, sering kali dokter akan merekomendasikan prosedur DSA (Digital Subtraction Angiography).
Hasil dari pemeriksaan tersebut nantinya bisa membantu dokter menentukan jenis terapi terbaik untuk mengatasi pembuluh darah pecah di otak.
Terdapat beberapa cara mengobati pembuluh darah pecah di otak yang bisa dilakukan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing metode tersebut.
1. Clipping aneurysm

Clipping aneurysm merupakan prosedur operasi bedah mikro untuk mengatasi aneurisma otak.
Ahli bedah saraf akan mengangkat bagian tengkorak untuk mengakses aneurisma. Selanjutnya, sebuah klip logam khusus akan dipasangkan untuk menghentikan aliran darah ke sana.
2. Coiling aneurysm
Coiling aneurysm adalah teknik endovaskular minimal invasif. Pada tindakan ini, ahli bedah memasukkan kawat kecil (coil) melalui pembuluh darah menuju lokasi target.
Coil ini dapat membentuk gumpalan darah atau trombosis yang membantu menghentikan aliran darah ke dalam aneurisma yang pecah.
3. Cerebral flow diverter
Cerebral flow diverter adalah inovasi terkini dalam penanganan aneurisma, terlebih yang besar dan kompleks.
Angka keberhasilan dari perawatan ini mencapai 95 persen. Teknik ini telah mulai diterapkan di RSPON dalam beberapa tahun belakangan ini.
Beberapa keunggulan dari teknologi ini adalah:
- prosedurnya relatif cepat,
- pascapengobatan tidak perlu perawatan ICU,
- lamanya waktu rawat inap berkurang,
- tidak ada luka sayatan, serta
- lebih nyaman untuk pasien.
Selain pengobatan pembuluh darah pecah di otak di atas, dokter biasanya juga menyarankan pasien untuk melakukan perubahan gaya hidup.
Beberapa hal yang perlu diterapkan adalah berhenti merokok, menghindari penyalahgunaan obat, menjalani pola makan untuk pengidap hipertensi, dan olahraga secara teratur.
Pengecekan otak juga harus dilakukan secara berkala supaya kekambuhan bisa diketahui lebih cepat dan segera ditangani.
Kesimpulan
- Penyebab pembuluh darah pecah di otak adalah aneurisma. Kondisi ini berisiko fatal bila tidak segera ditangani.
- Gejala pecahnya pembuluh darah otak antara lain sakit kepala parah dan mendadak, nyeri mata, penglihatan kabur, leher kaki, hingga hilang kesadaran.
- Penanganan aneurisma otak meliputi prosedur clipping aneurysm, coiling aneurysm, dan cerebral flow diverter, yang masing-masing memiliki keunggulan tertentu.