Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2020, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan beban tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia setelah India. Estimasi beban kasus yang ditanggung per tahun 2019 mencapai 854.000. Sedangkan untuk kasus TB resistan obat (TB RO), Indonesia merupakan 1 dari 10 negara yang berkontribusi terhadap 77% kasus TB RO secara global.
Sayangnya, dari keseluruhan estimasi tersebut masih banyak yang terlambat memulai pengobatan atau tidak mematuhi aturan minum obat dengan benar.
Program-program komunitas sangat penting untuk membantu mereka menjangkau dan memulai pengobatan lebih dini sehingga penyakitnya bisa ditangani sejak awal.
Komunitas pendamping bagi pasien TB resistan obat di Indonesia
Tuberkulosis resistan obat (TB RO) adalah kondisi ketika obat-obatan antibiotik untuk TB lini pertama sudah tidak mempan dalam menyembuhkan infeksi TB dalam tubuh pasien.
Saat pasien TB mengalami resistan obat maka penanganannya menjadi lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Tingginya jumlah penderita TB resistan obat dipicu oleh berbagai macam faktor. Beberapa fakor pemicu TB RO adalah metode pengobatan yang kurang memadai dan pasien yang lalai menjalani pengobatan. Karena itu peran
Organisasi dan komunitas bisa menjadi pendorong lebih banyaknya pasien TB RO yang terdiagnosis dan memastikan mereka melakukan pengobatan dengan tekun.
Peran komunitas sangat penting dalam mendukung upaya diagnosis pasien TB dan pengobatan untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan. Komunitas menjadi aspek penting dalam mewujudkan Indonesia bebas TB di tahun 2030 yang dicanangkan Kementerian Kesehatan dan organisasi kesehatan dunia (WHO).
Program MANDIRI-TB dari komunitas dan organisasi
Dalam mendukung eliminasi TB 2030, Yayasan KNCV Indonesia (YKI) menjalankan proyek bernama Mandiri-TB (Mobilisasi Jejaring untuk Kemandirian Melawan TBC). Program ini akan dijalankan di 4 kota yaitu Medan (Sumatera Utara), Jakarta Utara (DKI Jakarta), Surabaya (Jawa Timur), dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Proyek Mandiri-TB dirancang untuk mendorong dan memperkuat kapasitas organisasi masyarakat dan organisasi pasien dalam melakukan advokasi. Organisasi masyarakat sipil diharapkan aktif dalam melakukan pendampingan terhadap pasien TB resistan obat dalam pengobatan termasuk pendampingan psikososial pasien TB RO.
Program Mandiri-TB akan membantu komunitas dan organisasi masyarakat pendamping TB untuk mendapatkan pendanaan baik dari pemerintah (APBD) maupun swasta (CSR dan filantropi). Program ini juga memberikan pengawasan dan pemantauan secara berkelanjutan untuk alokasi pendanaan.
Selain itu Mandiri-TB bertujuan untuk memperkuat kapasitas organisasi masyarakat sipil dan komunitas pasien dalam melakukan konseling perubahan perilaku pasien. Termasuk dalam mewujudkan pelayanan TB berkualitas dan berpusat pada kesembuhan pasien.
‘’Dalam implementasinya, proyek MANDIRI-TB akan melakukan dua strategi utama. Pertama melalui pendekatan multisektoral untuk meningkatkan komitmen pemerintah daerah dan sektor swasta terkait anggaran kegiatan TBC. Kedua, meningkatkan akses layanan TBC RO yang berkualitas dan berpusat pada komunitas,” terang dr. Jhon Sugiharto, MPH, Direktur Yayasan KNCV Indonesia.
Proyek ini juga turut berkontribusi dalam mewujudkan kemandirian program penanggulangan TB melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, penyedia layanan kesehatan, organisasi masyarakat, serta sektor swasta.
Mandiri-TB akan dilaksanakan dari awal tahun ini hingga September 2022. Targetnya yakni 100% pasien TB RO di 4 wilayah intervensi dapat memulai pengobatan dan 80% di antaranya dapat menyelesaikan pengobatan.