Ruam kulit biasanya muncul ketika alergi kambuh. Pemicu alergi bisa saja dari makanan atau bahan apa pun yang menyentuh kulit. Siapa sangka, keringat tubuh nyatanya dapat memicu ruam-ruam pada kulit. Kondisi ini disebut dengan alergi keringat atau cholinergic urticaria.
Apa itu alergi keringat?
Alergi keringat atau cholinergic urticaria adalah reaksi alergi kulit ketika tubuh berkeringat. Kondisi ini biasanya timbul berupa biduran dan terjadi selama 15 – 30 menit.
Kondisi ini biasanya akan hilang dengan sendirinya dan kebanyakan memang tidak berbahaya. Namun, reaksi alergi akibat perubahan suhu tubuh ini bisa jadi serius jika respon yang muncul berlebihan.
Masalah kulit ini biasanya muncul pada pria berusia 20 hingga 30-an.
Gejala alergi keringat
Berikut beberapa gejala alergi kulit pada cholinergic urticaria yang mungkin Anda rasakan.
Ruam kecil pada beberapa bagian tubuh.
Kemerahan pada kulit yang mengalami ruam.
Rasa gatal.
Gejala pada kulit tersebut akan timbul sekitar 5 – 15 menit setelah rangsangan panas muncul. Gejala bisa berlangsung selama 15 – 30 menit.
Ruam kulit dan rasa gatal umumnya muncul di bagian mana pun. Namun, biasanya bagian badan dan leher yang akan menjadi area pertama yang mengalami alergi keringat.
Kemudian, gejala menyebar pada wajah, tangan, serta kaki. Alergi biang keringat ini hampir tidak pernah terjadi telapak tangan, telapak kaki, serta ketiak.
Rasa gatal di permukaan kulit juga dapat disertai dengan gejala alergi yang menyerang saluran cerna, seperti:
rasa mual,
muntah-muntah,
nyeri perut,
diare, dan
peningkatan jumlah produksi saliva.
Pada kasus yang serius, cholinergic urticaria juga dapat memicu reaksi alergi serius (anafilaksis). Inilah gejalanya.
Kesulitan bernapas.
Suara bernapas abnormal atau mengi.
Nyeri perut.
Sakit kepala.
Tekanan darah rendah.
Denyut jantung melemah.
Pembengkakan pada wajah dan bibir.
Kondisi tersebut cukup serius dan butuh penanganan sesegera mungkin.
Penyebab cholinergic urticaria
Para ahli menduga bahwa penyebab alergi keringat disebabkan oleh adanya peningkatan reseptor pada saraf kulit.
Selain itu, keringat bisa memicu produksi antibodi imunoglobulin E.
Bagian dari sistem imun ini menganggap keringat sebagai benda asing berbahaya. Oleh karena itu, tubuh pun mengeluarkan reaksi alergi untuk melawannya.
Faktor risiko cholinergic urticaria
Ada beberapa faktor yang memicu alergi keringat. Inilah beberapa yang perlu Anda ketahui.
Olahraga.
Paparan suhu tinggi, seperti mandi air hangat.
Mengonsumsi makanan pedas.
Stres.
Berada pada ruangan yang panas.
Menggunakan kain yang bisa menghangatkan tubuh, seperti menggunakan jaket atau selimut tebal.
Diagnosis alergi keringat
Ada beberapa tes yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis alergi keringat. Mengutip situs DermNet, berikut beberapa jenisnya.
1. Mandi dengan air hangat
Ini akan membuat kulit terpapar langsung dengan panas dan udara di kamar mandi pun akan meningkat. Dokter nantinya akan mengecek reaksi tubuh yang timbul.
2. Latihan fisik
Mirip dengan mandi air hangat, dokter akan mengamati reaksi kulit ketika tubuh berolahraga hingga berkeringat.
Dokter menyuntikkan senyawa metakolin yang berguna untuk memicu ruam agar bisa mendeteksi alergi keringat.
Meski demikian, hanya sepertiga pasien yang menunjukkan hasil positif setelah menjalani tes ini. Jadi, tes ini sudah jarang bahkan tidak lagi dipakai untuk diagnosis.
Pengobatan alergi keringat
Anda bisa mendinginkan kulit dengan cepat untuk mengurangi reaksi alergi yang muncul.
Jika alergi tak kunjung mereda, ada beberapa obat-obatan yang bisa diberikan dokter.
Mengutip studi terbitan Clinical and Molecular Allergy (2017), dokter biasanya memilih antihistamin generasi kedua sebagai pengobatan yang diberikan pertama kali.
Inilah jenis obat alergi antihistamin yang mungkin Anda dapatkan.
Obat antihistamin biasanya diminum setiap hari. Jika Anda juga memiliki alergi dingin, Anda mungkin mendapatkan obat ketotifen.
Obat ini bersifat sedatif sehingga mungkin Anda merasa mengantuk.
Memang, ada pula jenis obat antihistamin, seperti hydroxyzine (Vistaril), terfenadine (Seldane),cimetidine (Tagamet), atau ranitidine (Zantac).
Namun, obat-obatan ini tidak disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati biduran akibat keringat.
Selain itu, ada beberapa jenis obat atau tindakan yang mungkin Anda dapatkan. Berikut ragam pengobatannya.
Danazol: danazol adalahobat golongan steroid anabolik, diberikan bila antihistamin tidak mampu mengurangi gejala.
Beta-blocker: jenis obat beta-blocker yang digunakan adalah propranolol.
Omalizumab: Mengikat imunoglobulin E di dalam darah. Obat suntik ini diberikan untuk pasien alergi keringat yang tidak bisa reda dengan pengobatan lainnya.
Pencegahan alergi keringat
Cara paling sederhana untuk mencegah cholinergic urticaria adalah dengan menghindari pemicu reaksi alergi tersebut.
Inilah beberapa hal yang bisa Anda hindari.
Makanan pedas dan panas.
Minuman panas.
Alkohol.
Ruangan panas dengan sirkulasi udara buruk.
Sauna.
Berendam di air panas.
Selain itu, hindari pula olahraga atau aktivitas fisik yang dapat meningkatkan temperatur tubuh dengan sangat cepat.
Pastikan Anda melindungi diri dari paparan sinar matahari langsung ketika keluar rumah pada siang hari.
Alergi keringat adalah biduran yang timbul akibat keringat. Satu-satu cara pencegahannya adalah dengan menghindari pemicunya.
Jika tidak kunjung membaik, dokter akan memberikan obat minum hingga suntik.
Rangkuman
Faktor pemicu alergi kulit adalah suhu panas, makanan pedas, olahraga, dan stres.
Gejala umum yang timbul, yaitu bentol, kulit kemerahan, dan gatal.
Alergi pertama muncul di bagian leher dan tengah tubuh, lalu merambah ke wajah, tangan, dan kaki.
Bila suhu dingin tidak meredakan gejala, dokter akan memberikan obat antihistamin generasi 2.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
Rujitharanawong, C., Tuchinda, P., Chularojanamontri, L., Chanchaemsri, N., & Kulthanan, K. (2020). Cholinergic Urticaria: Clinical Presentation and Natural History in a Tropical Country. Biomed Research International, 2020, 1-6. doi: 10.1155/2020/7301652
Cholinergic Urticaria: Causes, Treatment, and Images — DermNet. (2022). Retrieved 13 September 2023, from https://dermnetnz.org/topics/cholinergic-urticaria
Chronic urticaria | DermNet NZ. (2022). Retrieved 13 September 2023, from https://dermnetnz.org/topics/chronic-urticaria
Kocatürk, E., & Grattan, C. (2019). Is chronic urticaria more than skin deep?. Clinical and Translational Allergy, 9(1). doi: 10.1186/s13601-019-0287-2
Anaphylaxis – Symptoms and causes. (2022). Retrieved 13 September 2023, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/anaphylaxis/symptoms-causes/syc-20351468
Immunoglobulin E (IgE) Defined | AAAAI . (2022). Retrieved 13 September 2023, from https://www.aaaai.org/Tools-for-the-Public/Allergy,-Asthma-Immunology-Glossary/Immunoglobulin-E-(IgE)-Defined
Luisa, R., Fabiana, F., & Isola, S. (2019). H1-Antihistamines for Allergic Diseases: Old Aged but Not Old-Fashioned Drugs. International Journal of Allergy Medications, 5(1). doi: 10.23937/2572-3308.1510037
Recto, M., Gabriel, M., Kulthanan, K., Tantilipikorn, P., Aw, D., & Lee, T. et al. (2017). Selecting optimal second-generation antihistamines for allergic rhinitis and urticaria in Asia. Clinical and Molecular Allergy, 15(1). doi: 10.1186/s12948-017-0074-3
Wright, J., Chu, H., Huang, C., Ma, C., Wen Chang, T., & Lim, C. (2015). Structural and Physical Basis for Anti-IgE Therapy. Scientific Reports, 5(1). doi: 10.1038/srep11581
Versi Terbaru
13/09/2023
Ditulis oleh Larastining Retno Wulandari
Ditinjau secara medis olehdr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.