Cairan ketuban sendiri merupakan salah satu pendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi selama di dalam kandungan. Cairan ketuban muncul 12 hari setelah pembuahan terjadi. Kemudian, pada usia kehamilan sekitar 20 minggu, jumlah cairan ketuban akan bergantung pada seberapa banyak urine (air kencing) yang dihasilkan oleh bayi saat dalam kandungan. Pada perkembangan normal, bayi akan menelan cairan ketuban yang kemudian diproses oleh ginjal dan dikeluarkan dalam bentuk urine.
Namun, ketika ginjal dan saluran kemih janin tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, ini akan menimbulkan masalah yang membuat bayi lebih sedikit menghasilkan urine. Akibatnya, jumlah cairan ketuban yang dihasilkan cenderung berkurang.
Berkurangnya cairan ketuban membuat bayi jadi tidak mempunyai bantalan di dalam rahim. Hal ini membuat bayi mengalami tekanan pada dinding rahim, menyebabkan gambaran wajah yang khas dan bentuk tubuh yang tidak biasa. Nah, kondisi inilah yang disebut dengan sindrom Potter.
Yang terjadi apabila bayi mengalami sindrom Potter
Bayi yang mengalami sindrom ini mempunyai ciri-ciri telinga yang lebih ke bawah dari bayi normal, dagu kecil dan tertarik ke belakang, lipatan kulit yang menutupi sudut mata (lipatan epicanthal), serta pangkal hidung melebar.
Kondisi ini juga bisa menyebabkan anggota badan yang lainnya tidak normal. Selain itu, kekurangan cairan ketuban selama kehamilan juga bisa menghambat perkembangan paru-paru bayi, sehingga paru-paru bayi tidak bisa berfungsi dengan baik (hipoplasia paru). Kelainan ini juga bisa menyebabkan bayi mengalami cacat jantung bawaan.
Diagnosis sindrom Potter
Sindrom Potter biasanya sudah mulai terdiagnosis pada masa kehamilan lewat tes ultrasound (USG). Meskipun dalam beberapa kasus, kondisi ini juga baru diketahui setelah bayi lahir.