Saat menjelang usia dua tahun, mungkin ibu akan menyadari kalau anak balita sering teriak tanpa penyebab yang jelas. Padahal sedang duduk bermain, tiba-tiba saja ia teriak dengan suara melengking. Sebenarnya, bukan tanpa sebab balita sering teriak. Kenali penyebab mengapa anak balita sering teriak dan cara mengatasinya, yuk, Bu!
Apa penyebab anak balita sering teriak?
Semakin bertambahnya usia, perkembangan dan kemampuan anak juga bertambah, termasuk soal perkembangan emosional.
Si kecil secara perlahan akan memahami emosi senang, sedih, bahagia, atau kecewa.
Namun, untuk sampai tahap pemahaman tersebut, ibu perlu melalui fase yang cukup mengganggu.
Salah satu fase ini adalah mendengar celotehan sampai teriakan balita yang sering membuat orangtua bingung dan kesal.
Agar lebih memahami kondisinya, berikut beberapa penyebab anak balita sering teriak yang perlu orangtua ketahui.
1.Belum mengerti emosi
Mengutip dari Healthy Children, pada usia 1-3 tahun, anak mulai mencoba berbagai hal baru yang ia temukan, termasuk soal perasaan.
Teriakan ini adalah bagian dari tanda bahwa anak sedang bertumbuh. Selain itu, teriakan bisa menjadi cara anak untuk mencoba mengungkapkan emosi yang ia rasakan.
Anak bisa teriak saat kesal, sedih, kecewa, atau bahkan bahagia. Meski terkesan membingungkan orangtua, ini adalah hal yang sangat wajar.
Ketika ibu melihat anak berteriak, pastikan kalau ia berada pada situasi yang aman.
Perhatikan apakah ada benda tajamdi sekitar anak dan jangan sampai ia melukai dirinya sendiri.
2. Teriak sebagai cara anak berkomunikasi
Berdasarkan panduan perkembangan anak dari Center for Disease Control and Prevention (CDC), bayi usia 18 bulan akan lebih mudah untuk mengekspresikan amarahnya.
Amarah menjadi salah satu penyebab anak sering teriak. Sebenarnya, ini adalah caranya untuk berkomunikasi.
Kemampuan bicara dan perkembangan bahasa bayi kurang dari dua tahun masih belum sempurna. Namun, ia sudah memiliki keinginan untuk menyampaikan sesuatu.
Saat anak menyampaikan sesuatu dan orangtua atau pengasuh sulit mengerti, ia akan lebih mudah kesal dan berteriak.
3. Mencari perhatian
Saat balita tiba-tiba teriak, coba perhatikan kondisi si kecil, apakah lingkungan sekitar sedang memperhatikannya?
Pasalnya, salah satu penyebab anak balita sering teriak adalah karena ia tidak mendapat perhatian dari orang yang ada di dekatnya.
Teriak adalah cara anak mengekspresikan “Ayo, sini lihat aku!” saat sedang asyik bermain.
4. Merasa tertekan
Tanpa orangtua sadari, ada situasi yang membuat anak tertekan. Ambil contoh, saat anak berebut mainan dengan temannya atau ingin memiliki barang milik orang lain.
Pada usia dua tahun ke atas, anak sudah mengerti rasa kepemilikan. Jadi, ketika si kecil punya mainan dan temannya merebut, ia bisa merasa tertekan.
Kondisi ini yang kemudian menjadi penyebab anak sering teriak sampai berhasil mendapatkan mainannya kembali.
Anak juga bisa berteriak ketika ada kondisi yang membuatnya malu, takut, atau sedih.
Pada saat ini, teriakan menjadi perantara untuk meluapkan emosi yang ia rasakan.
5. Kelelahan
Saat orang dewasa lelah, pasti merasa kesal. Begitu pula dengan anak-anak.
Hanya saja, perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa terletak pada cara meluapkan rasa lelah.
Mengingat anak masih belajar mengenal emosi, saat ia merasa lelah, kesal, atau lapar, ekspresi yang ia keluarkan tentu berbeda dengan orang dewasa.
Cara meluapkan kekesalannya adalah dengan teriakan yang melengking bahkan sampai menangis.
Cara mengatasi anak balita yang sering teriak
Teriakan anak tentu membuat orangtua tidak nyaman, apalagi bila terjadi di tempat umum.
Nah, berikut beberapa cara untuk mengatasi anak sering teriak.
1. Pelankan suara ibu
Saat anak mulai sering teriak, hadapi dengan suara pelan.
Pasalnya, jika anak sering teriak dan ibu merespons dengan suara tinggi, justru menjadi penyebab situasi semakin parah.
Ajak si kecil bicara dengan suara pelan sambil menatap matanya. Ini bisa membuat anak merasa ibu mendengarnya.
2. Ajak anak memahami emosinya
Anak usia 1-5 tahun memang belum memahami emosi secara baik. Namun, ibu bisa memberi pemahaman secara perlahan pada si kecil.
Saat ibu mendengar anak sering teriak, tanyakan apa yang menjadi penyebab si kecil melakukan hal itu.
“Adik kenapa? Susah bikin menara pakai balok susun, ya?” Saat ibu bertanya pada si kecil, pastikan menatap matanya dan lihat respons anak.
Mungkin ia menjawab dengan sikap atau mengarahkan sesuatu, misalnya menunjuk balok susun yang jatuh.
“Oh, baloknya jatuh, ya. Coba simpan yang besar di bawah terus yang kecil di atas biar nggak jatuh”
Lewat cara ini, anak akan merasa aman karena ada yang menemani sekaligus mengajarkan cara mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.
3. Jauhkan benda berbahaya
Saat emosi anak sedang tidak terkendali, pastikan ia berada di tempat yang aman.
Artinya, tidak ada benda tajam atau berada di tempat tinggi yang bisa membuatnya celaka.
Ketika anak sering teriak, secara spontan mungkin akan melempar mainan dan bisa menjadi penyebab masalah baru.
Ambil contoh, kecelakaan atau benturan yang tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Pada titik yang kurang terkendali, kondisi ini bisa memicu tantrum pada anak. Ibu perlu mewaspadai jenis tantrum yang melewati batas normal.
[embed-health-tool-vaccination-tool]