Peringatan dan perhatian pakai obat everolimus
Menggunakan obat ini menurunkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi bakteri, virus, atau jamur.
Jika Anda pernah menderita hepatitis B di masa lalu, infeksi mungkin akan aktif kembali dan Anda akan mengalami gejala selama pengobatan dengan obat ini.
Jadi, beri tahu dokter jika Anda pernah terkena penyakit hepatitis.
Selain itu, beri tahu dokter jika Anda memiliki alergi pada obat sejenis dan beberapa kondisi berikut ini.
- Hiperlipidemia (jumlah kolesterol yang berlebihan dalam darah).
- Diabetes.
- Penyakit hati.
- Riwayat masalah perdarahan.
- Riwayat infeksi berulang.
- Penyakit ginjal.
Obat ini terkadang bisa mengurangi kesuburan pada pria. Jadi, pasien pria yang berencana memiliki anak, perlu konsultasi lebih lanjut dengan dokter.
Jika Anda akan menjalani operasi, termasuk operasi kecil dan perawatan gigi, beri tahu dokter atau dokter gigi bahwa Anda sedang mengonsumsi obat ini.
Sebelum menjalani perawatan, pasien wanita perlu memastikan diri tidak hamil dengan mengikuti tes kehamilan.
Kemudian selama perawatan, tes darah perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap obat, kemungkinan infeksi, dan fungsi ginjal.
Apakah obat everolimus aman untuk ibu hamil dan menyusui?

Belum ada data yang memadai penggunaan everolimus pada ibu hamil.
Menurut situs EMC UK, studi pada hewan telah menunjukkan efek racun pada kehamilan dan perkembangan janin.
Oleh sebab itu, obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan dan pada wanita usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Obat ini tidak diketahui dapat mengalir dalam ASI manusia atau tidak. Namun pada tikus, obatnya bisa bercampur dengan ASI.
Oleh karena itu, wanita yang mengonsumsi obat ini tidak boleh menyusui selama pengobatan dan selama 2 minggu setelah dosis terakhir.
Interaksi everolimus dengan obat lain
Selama menggunakan obat ini, Anda tidak boleh mengikuti vaksinasi.
Di samping itu, beri tahu dokter jika Anda menggunakan obat-obatan ini karena bisa menimbulkan interaksi.
- Obat untuk transplantasi organ atau gangguan kekebalan tertentu, misalnya siklosporin.
- Obat untuk infeksi jamur, misalnya ketokonazol, flukonazol, dan itrakonazol.
- Antibiotik tertentu, seperti eritromisin dan klaritromisin.
- Obat untuk mengobati TBC, contohnya rifampisin.
- Obat epilepsi, seperti karbamazepin, fenobarbital, dan fenitoin.
- Obat hipertensi, mislanya amipril, lisinopril, enalapril, verapamil, dan diltiazem.
- Obat penyakit jantung misalnya dronedaron.
- Obat untuk mengobati depresi seperti nefazodon.
- Obat untuk mengobati infeksi HIV, misalnya ritonavir, efavirenz, nevirapin, dan fosamprenavir.
Tidak semua pasien bisa mengonsumsi obat ini, dan dalam perawatannya pun tes kesehatan perlu dijalani untuk memantau kesehatan dan efektivitas obat.
Oleh karena itu, wajib konsultasi lebih dahulu ke dokter sebelum menggunakan obat.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar