Sugar rush adalah istilah untuk kondisi tubuh yang menjadi terlalu aktif setelah mengonsumsi makanan tinggi gula. Rupanya, kebenaran efek konsumsi makanan manis ini masih simpang siur dalam dunia medis.
Apakah sugar rush fakta atau hanya mitos? Simak penjelasan berikut.
Sugar rush, mitos atau fakta?
Sugar rush adalah kondisi yang dipercaya dapat membuat seseorang menjadi hiperaktif karena menyantap gula dalam jumlah banyak.
Biasanya anak-anak paling sering dianggap mengalami sugar rush ketika mereka terlalu aktif bergerak atau kegirangan setelah mengonsumsi makanan manis.
Hal ini tak terlepas dari pemahaman sederhana bahwa asupan tinggi gula adalah bahan bakar atau sumber energi bagi tubuh.
Orang mengira makin banyak mengonsumsi makanan manis, tubuh makin berenergi sehingga membuat anak bergerak berlebihan, seperti berlari atau melompat tanpa henti.
Makanan tinggi gula juga mampu meningkatkan suasana hati.
Itulah mengapa jika anak-anak terlalu senang atau terus tertawa setelah makan camilan manis, perubahan perilaku ini dianggap sebagai efek sugar rush.
Nah, sugar rush sebagai efek konsumsi makanan manis memang terdengar masuk akal, tapi ternyata hal ini keliru.
Saat mengonsumsi makanan tinggi gula, tubuh memang akan mengolah gula menjadi energi. Namun, tubuh akan memproses gula menjadi energi secukupnya saja.
Sisa gula yang berlebih akan disimpan di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen. Jadi, tidak semua asupan gula akan langsung diproses menjadi energi.
Artinya, anak-anak tidak akan menjadi hiperaktif hanya karena makan camilan manis berlebih.
Sugar rush menurut penelitian
Untuk membuktikan fenomena sugar rush, para ahli pun melakukan beragam penelitian.
Riset pada jurnal Neuroscience & Biobehavioral Reviews menemukan efek yang berbeda dari sugar rush ketika tubuh mendapatkan asupan gula yang tinggi.
Para peneliti menganalisis 31 studi yang melibatkan total 1.259 partisipan mengenai hubungan antara konsumsi karbohidrat dan pengaruh suasana hati.
Asupan gula yang cukup tinggi justru membuat tubuh menjadi lebih cepat lelah dan menurunkan fokus atau konsentrasi.
Efek ini bahkan sudah muncul sejak satu jam pertama setelah tubuh mengonsumsi gula dalam jumlah banyak.
Selain itu, temuan dalam jurnal The BMJ menunjukkan konsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik (IG) tinggi meningkatkan risiko gejala depresi dan kecemasan.
Pasalnya, makanan dengan IG tinggi memiliki kandungan gula yang lebih mudah diproses menjadi energi oleh tubuh.
Proses pengolahan gula menjadi energi yang lebih singkat ternyata membuat kadar gula darah menurun dalam waktu cepat.
Jika mengonsumsi makanan manis terus-menerus, kadar gula darah pun jadi cenderung naik-turun.
Kondisi gula darah yang tidak stabil lantas meningkatkan pelepasan hormon kortisol dan adrenalin.
Kortisol dan adrenalin berpengaruh terhadap kondisi stres, depresi, dan gangguan kecemasan. Peningkatan kadar kedua hormon ini juga membuat orang cepat marah dan mudah lapar.
Jadi, efek konsumsi makanan tinggi gula yang membuat tubuh menjadi hiperaktif dalam sugar rush tidak terbukti dalam penelitian.
Asupan gula yang tinggi secara menerus justru membuat tubuh cenderung tidak berenergi dan meningkatkan risiko gangguan suasana hati.