backup og meta

Mengenal Pemanis Aspartam dan Dampaknya bagi Tubuh

Mengenal Pemanis Aspartam dan Dampaknya bagi Tubuh

Pemanis buatan banyak digunakan untuk menambahkan cita rasa manis pada makanan, salah satunya aspartam. Meskipun pemanis buatan, rupanya aspartam memiliki sejumlah manfaat bagi tubuh. 

Untuk mengetahui manfaat maupun efek konsumsinya dalam jangka panjang, jangan lewatkan ulasan lengkapnya di bawah ini.

Apa itu aspartam?

Aspartam adalah pemanis buatan yang terbuat dari gabungan dua asam amino, yaitu asam aspartat dan fenilalanin. 

Zat ini umum digunakan untuk menggantikan peran gula pada makanan dan minuman.

Studi dalam The Yale Journal Of Biology And Medicine (2010) menjelaskan bahwa aspartam memiliki tingkat rasa manis hingga 200 kali lipat dibandingkan dengan gula pasir biasa.

Meski jauh lebih manis dibandingkan dengan gula pasir, keduanya sama-sama memiliki kandungan kalori sebanyak 4 kkal per gramnya. 

Rasa manis yang jauh di atas gula pasir itu membuat kita hanya perlu mengonsumsinya dalam jumlah sedikit. 

Dengan demikian, secara otomatis jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh juga akan menjadi lebih sedikit.

Amankah penggunaan aspartam?

equal aspartam

Aspartam yang dikonsumsi dalam jumlah wajar sebenarnya aman untuk kesehatan.

Meski merupakan pemanis buatan, penggunaan zat ini telah disetujui oleh FDA Amerika Serikat sebagai pemanis yang aman untuk dikonsumsi sejak tahun 1981.

Senada dengan FDA, BPOM Indonesia juga mengizinkan penggunaan aspartam sebagai pemanis buatan asalkan tetap memperhatikan pembatasan jumlah asupan per harinya. 

Berikut ini sejumlah manfaat pemanis buatan ini untuk tubuh jika dikonsumsi dalam batas wajar.

1. Membantu mengontrol berat badan

Salah satu penyumbang kalori besar dalam makanan adalah tingginya kandungan gula.

Selain mengatur makanan bergizi seimbang, langkah kecil lain yang bisa Anda lakukan adalah dengan memilih pemanis yang kandungan kalorinya kecil seperti aspartam.

Dengan rasa yang jauh lebih manis daripada gula biasa, Anda hanya perlu mengonsumsi pemanis buatan ini dalam jumlah sedikit.

2. Membantu pasien diabetes

Aspartam kerap dipilih oleh pasien diabetes untuk memberikan rasa manis pada makanan dan minumannya, sebagai pengganti gula

Dengan menggunakan pemanis buatan ini, para diabetesi tetap dapat menikmati rasa manis tanpa perlu mengkhawatirkan lonjakan gula darah.

Meski aman bagi penderita diabetes, penggunaannya juga tidak bisa sembarangan. Anda tetap harus memperhatikan kandungan gula tersembunyi pada makanan dengan pemanis aspartam.

3. Mencegah karies gigi

karies gigi pada anak

Aspartam termasuk dalam jenis pemanis buatan intens (intense sweeteners) bersama sakarin dan sulfame.

Menurut studi dalam ISRN Dentistry (2013), mikroorganisme di mulut tidak memecah intense sweeteners menjadi asam, sehingga tidak dapat menyebabkan karies gigi.

Namun, perlu diingat, kandungan asam sitrat atau fosfat pada beberapa makanan dan minuman dengan aspartam dapat menyebabkan erosi gigi

4. Meningkatkan nafsu makan

Dengan rasa manisnya, aspartam dapat memperkaya cita rasa makanan. Hal ini dapat memengaruhi nafsu makan seseorang untuk mengonsumsi makanan atau minuman tersebut lebih banyak.

Bagi Anda yang memiliki masalah nafsu makan, cobalah konsumsi makanan atau minuman yang mengandung pemanis alternatif ini.

Efek samping penggunaan aspartam

Sekalipun diizinkan dan aman, bukan berarti penggunaannya tak membawa kontroversi mengenai dampak buruk yang mungkin menyertai.

Berikut sejumlah efek samping konsumsi aspartam untuk kesehatan.

1. Meningkatkan risiko terkena diabetes tipe-2

Diabetes bisa picu gangrene

Sebagian diabetesi mungkin menggunakan pemanis buatan ini untuk pengganti gula. Namun, bagi Anda yang tidak memiliki riwayat penyakit ini bukan berarti dapat mengonsumsinya secara berlebihan.

Pasalnya, konsumsi pemanis buatan ini dengan berlebihan juga dapat berisiko meningkatkan kadar gula darah yang mengarah pada penyakit diabetes melitus tipe 2.

2. Memicu obesitas

Belum diketahui secara pasti apakah konsumsi aspartam secara langsung dapat menyebabkan obesitas.

Namun, umumnya makanan yang mengandung pemanis buatan ini dapat mengandung bahan-bahan lain yang menyumbang kalori tinggi.

Asupan kalori tinggi dari makanan dapat memicu obesitas jika dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka panjang.

3. Menyebabkan masalah perilaku

Di dalam tubuh, pemanis buatan ini diubah menjadi fenilalanin, asam aspartat, dan metanol. 

Ketiga senyawa ini memainkan peran penting dalam pengaturan suasana hati, fungsi kognitif, aktivitas motorik, kewaspadaan, pola tidur, hingga nafsu makan.

Konsumsi pemanis buatan berisiko menimbulkan masalah pada berbagai kondisi di atas. Efek samping ditandai dengan reaksi neuropsikiatri, seperti sakit kepala, kejang dan depresi.

4. Peningkatan risiko penyakit Alzheimer

Metanol, sebagai hasil metabolisme aspartam, dapat meningkatkan kadar radikal bebas yang merusak membran-membran sel tubuh, termasuk pada sistem saraf.

Dengan kata lain, paparan pemanis buatan ini dalam jangka panjang berpotensi memperburuk kerusakan sistem saraf (perubahan degeneratif).

Kondisi ini biasanya terkait dengan berbagai penyakit pada saraf seperti penyakit Alzheimer.

Amankah aspartam buat kanker?

rumah sakit kanker terbaik

Anggapan bahwa aspartam dapat menyebabkan kanker sebenarnya belum terbukti kebenarannya.

Menurut tinjauan yang dilakukan oleh lembaga European Food Safety Authority, aspartam bukanlah penyebab timbulnya tumor otak, kanker otak, kanker limfatik, maupun kanker hematopoietik.

Meski begitu, pemanis buatan ini dapat memperlambat proses apoptosis (mekanisme kematian sel) pada sel kanker dan meningkatkan proliferasi, yakni kondisi khas pertumbuhan bibit-bibit sel kanker.

Kesimpulan

Aspartam sebenarnya aman dikonsumsi dan memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan. Namun, Anda perlu ingat untuk mengonsumsinya dalam jumlah wajar  agar terhindar dari risiko masalah kesehatan yang tidak diinginkan.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Yang, Q. (2010). Gain weight by “going diet?” Artificial sweeteners and the neurobiology of sugar cravings: Neuroscience 2010. The Yale Journal Of Biology And Medicine, 83(2), 101. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2892765/

Aspartame. (2023). Retrieved 27 February 2023, from https://www.efsa.europa.eu/en/topics/topic/aspartame

Gupta, P., Gupta, N., Pawar, A., Birajdar, S., Natt, A., & Singh, H. (2013). Role of Sugar and Sugar Substitutes in Dental Caries: A Review. ISRN Dentistry, 2013, 1-5. doi: 10.1155/2013/519421

What is a Sugar Substitute? – Aspartame. (2023). Retrieved 27 February 2023, from https://aspartame.org/what-is-it-as-a-sugar-substitute/

Benefits of Aspartame – Aspartame. (2023). Retrieved 27 February 2023, from https://aspartame.org/benefits-of-aspartame/

Czarnecka, K., Pilarz, A., Rogut, A., Maj, P., Szymańska, J., Olejnik, Ł., & Szymański, P. (2021). Aspartame—True or False? Narrative Review of Safety Analysis of General Use in Products. Nutrients, 13(6), 1957. doi: 10.3390/nu13061957

Gallery. (2023). Retrieved 28 February 2023, from https://istanaumkm.pom.go.id/galeri/hoaks-tentang-keamanan-pangan-aspartam

European Food Safety Authority. (2011). Statement of EFSA on the scientific evaluation of two studies related to the safety of artificial sweeteners. EfSA Journal9(2), 2089. https://www.efsa.europa.eu/en/efsajournal/pub/2089

Debras, C., Chazelas, E., Srour, B., Druesne-Pecollo, N., Esseddik, Y., & Szabo de Edelenyi, F. et al. (2022). Artificial sweeteners and cancer risk: Results from the NutriNet-Santé population-based cohort study. PLOS Medicine, 19(3), e1003950. doi: 10.1371/journal.pmed.1003950

Versi Terbaru

14/03/2023

Ditulis oleh Dwi Ratih Ramadhany

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Angelin Putri Syah


Artikel Terkait

Berbagai Tanda dan Efek Negatif dari Konsumsi Gula Berlebih

6 Jenis Pilihan Gula yang Sehat, Ada Madu hingga Stevia


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Dwi Ratih Ramadhany · Tanggal diperbarui 14/03/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan