Ketika berusaha menghentikan penggunaan obat-obatan, alkohol, atau zat adiktif tertentu, seseorang mungkin mengalami withdrawal syndrome.
Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro
Ketika berusaha menghentikan penggunaan obat-obatan, alkohol, atau zat adiktif tertentu, seseorang mungkin mengalami withdrawal syndrome.
Kondisi ini ditandai dengan kemunculan halusinasi hingga kehilangan kesadaran. Lantas, apa yang harus dilakukan saat mengalami withdrawal syndrome? Simak ulasan berikut untuk informasinya.
Withdrawal syndrome (WD) adalah serangkaian respons tubuh setelah berhenti menggunakan atau mengurangi penggunaan zat adiktif, seperti alkohol dan obat-obatan tertentu.
Umumnya, kondisi ini terjadi saat pengurangan atau penghentian zat dilakukan secara tiba-tiba.
Sindrom yang juga dikenal sebagai gejala putus obat atau sakau ini melibatkan kombinasi dari gejala fisik, mental, serta emosional.
Tingkat keparahan dan durasi gejala putus obat dapat bervariasi, tergantung pada kondisi tubuh dan jenis zat yang digunakan oleh orang tersebut.
Withdrawal syndrome bisa menimbulkan efek yang membahayakan jika tidak ditangani dengan tepat. Oleh sebab itu, seseorang dengan withdrawal syndrome perlu berkonsultasi ke dokter.
Dokter akan mendiagnosis pengidap kemudian menentukan perawatan yang aman untuk menghentikan atau mengurangi penggunaan zat-zat tersebut.
Menurut Alcohol and Drug Foundation, keparahan gejala tergantung pada jenis zat, durasi penggunaan, usia, kesehatan fisik dan psikis, hingga metode penghentian yang digunakan.
Berikut ini adalah gejala umum dari withdrawal syndrome yang paling umum.
Segeralah berkonsultasi dengan dokter bila Anda atau orang terdekat Anda mengalami tanda-tanda withdrawal syndrome saat berhenti mengonsumsi zat adiktif.
Tubuh setiap orang berbeda sehingga gejala yang timbul tidak selalu sama. Mungkin juga ada tanda dan gejala lain yang tidak disebutkan dalam daftar di atas.
Apabila Anda merasakan kekhawatiran atau memiliki pertanyaan lebih lanjut seputar gejala putus obat, sebaiknya konsultasikan dengan dokter.
Withdrawal syndrome terjadi ketika seseorang berusaha mengurangi atau menghentikan asupan zat-zat adiktif secara tiba-tiba.
Ketika seseorang secara rutin memperoleh zat tersebut dalam jangka waktu tertentu, tubuh akan membangun toleransi dan ketergantungan terhadap obat atau zat tersebut.
Toleransi artinya tubuh membutuhkan dosis yang lebih besar untuk mendapatkan efek yang sama.
Sementara itu, ketergantungan berarti tubuh membutuhkan zat tersebut guna menghindari munculnya gejala withdrawal syndrome.
Alhasil, ketika seseorang tiba-tiba mengurangi atau menghentikan asupan zat tertentu, keseimbangan tubuh akan terganggu sehingga gejala WD pun muncul.
Withdrawal syndrome akan memengaruhi kondisi fisik, mental, atau emosional pengidapnya. Tingkat keparahannya tergantung pada jenis zat yang digunakan.
Beberapa jenis zat yang dapat menyebabkan withdrawal syndrome bila pemakaiannya dikurangi atau dihentikan tiba-tiba adalah:
Itulah salah satu alasan mengapa penggunaan obat-obatan dengan kandungan amfetamin atau metamfetamin tidak boleh dihentikan tanpa saran dokter.
Seseorang yang mengalami kecanduan alkohol, obat-obatan, atau zat adiktif lainnya biasanya membutuhkan bantuan dari orang di sekitarnya untuk memeriksakan diri ke dokter.
Untuk mendiagnosis kondisi ini, dokter dan tenaga kesehatan mental akan mengacu pada kriteria dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5).
Dokter juga akan menanyakan riwayat penggunaan obat dan gejala yang dialami pasiennya. Tes medis, termasuk tes darah lengkap dan urinalisis, juga bisa dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang.
Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani program rehabilitasi sesuai dengan pasal 54 dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Peraturan tersebut juga mendorong peran aktif dari orang-orang di sekitar pecandu supaya bisa terlepas dari jerat zat terlarang dan kembali ke masyarakat.
Menurut penjelasan Badan Narkotika Nasional (BNN), berikut adalah beberapa tahapan dari proses rehabilitas narkoba.
Tahapan rehabilitasi yang pertama adalah pemeriksaan fisik dan psikis pecandu narkoba untuk menentukan apakah ia membutuhkan obat tertentu untuk mengurangi gejala withdrawal syndrome.
Beberapa jenis obat yang bisa diberikan untuk seseorang dengn gejala WD adalah metadon dan buprenorfin.
Jika tidak disertai gejala yang mengganggu, rehabilitasi medis atau detoksifikasi juga bisa dilakukan tanpa obat. Metode ini dikenal sebagai terapi cold turkey.
Setelah terbebas dari gejala, pasien akan melakukan rehabilitasi nonmedis yang melibatkan konseling dengan psikolog, terapi kelompok, maupun kegiatan keagamaan.
Terapi kelompok akan mempertemukan pasien dengan orang-orang yang memiliki kondisi serupa agar ia bisa saling berbagi dukungan dan tidak merasa sendirian.
Setelah lulus dari tahap medis dan nonmedis, mantan pecandu bisa kembali beraktivitas ke sekolah atau tempat kerja, tetapi tetap berada di bawah pengawasan BNN.
Selain itu, ia juga dapat melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan minat dan bakatnya.
Tahapan bina lanjut atau after care bertujuan untuk memastikan bahwa mantan pasien telah pulih sepenuhnya sehingga bisa menjalani kehidupan normal di masyarakat.
Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan pasien untuk mempercepat pemulihannya selama dan setelah menjalani program rehabilitasi.
Dukungan dari orang-orang di sekitar sangatlah dibutuhkan agar pasien rehabilitasi bisa pulih lebih cepat dan tidak kembali menggunakan zat adiktif.
Anda dapat berperan aktif dengan tidak menyudutkan atau memberi hukuman sosial pada seorang pecandu yang tengah berusaha memulihkan kondisinya.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa
General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro