Anda mungkin sudah tidak asing dengan istilah love language, tapi pernahkah Anda mendengar tentang stress language? Sama halnya dengan bahasa cinta, stress language adalah karakter yang terbentuk atas kebiasaan Anda dalam merespons stres.
Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro
Anda mungkin sudah tidak asing dengan istilah love language, tapi pernahkah Anda mendengar tentang stress language? Sama halnya dengan bahasa cinta, stress language adalah karakter yang terbentuk atas kebiasaan Anda dalam merespons stres.
Dengan mengetahui stress language, Anda bisa mengontrol reaksi ketika stres dengan lebih baik. Untuk mengetahui apa jenis stres language Anda, simak informasi berikut.
Anda mungkin pernah melihat seseorang yang menghilangkan stres dengan cara yang berkebalikan dengan apa yang Anda lakukan selama ini.
Namun, tenang saja, ini merupakan hal yang normal karena setiap orang bisa memiliki cara yang berbeda untuk menghadapi stres.
Menurut laman Simply Psychology, setidaknya ada empat respons yang bisa ditunjukkan oleh tubuh ketika menghadapi situasi penuh tekanan yang menimbulkan stres.
Pada dasarnya, setiap orang bisa memiliki respons stres yang beragam. Artinya, pada satu waktu Anda mungkin lebih memilih melawan, tetapi pada waktu yang lain terpaksa berada dalam mode freeze.
Dari kecenderugan seseorang dalam merespons situasi yang menyebabkan tekanan, stress language bisa dibedakan menjadi beberapa jenis berikut.
Sesuai namanya, seseorang dengan jenis stress language the exploder cenderung langsung bereaksi ketika menghadapi situasi yang menegangkan.
Mereka mungkin marah atau bahkan menyalahkan orang lain ketika terseret dalam situasi yang menyebabkan stres.
Tak hanya didominasi oleh respons fight, the exploder juga kerap melakukan flight. Hanya saja, caranya mungkin tidak jauh berbeda ketika mereka melakukan fight.
Sebagai contoh, mereka mungkin berteriak demi menghentikan perdebatan yang tak kunjung usai.
Artikel terkait
Jika Anda sering merasa tidak berdaya atau putus asa ketika menghadapi stres, the imploder adalah julukan yang tepat.
Pasalnya, seseorang dengan stress language ini cenderung memendam stresnya atau bahkan sudah merasa mati rasa untuk menunjukkan emosinya.
Alhasil, alih-alih mengungkapkan ketidaksetujuannya akan suatu hal, mereka memilih untuk memendamnya karena enggan membuat konflik semakin besar.
Jenis stress language ini akan membuat seseorang langsung bereaksi pada kondisi yang menimbulkan stres, tetapi benar-benar fokus untuk mencari penyelesaiannya.
Inilah yang membedakan para fixer dengan the exploder yang hanya fokus untuk menyalurkan emosinya.
The fixer bisa dibilang cocok untuk menjadi pemimpin karena mereka bisa menyusun rencana atau tindakan ketika terjadi suatu hal yang mendesak.
Namun, tak jarang stress language ini membuat seseorang mencoba memperbaiki sesuatu yang sebenarnya tidak perlu.
Pernah mendengar tentang toxic positivity? Itu bisa menjadi sebutan lain untuk stress language yang disebut the denier.
Pasalnya, jenis stress language ini akan membuat seseorang menghindari stres dengan berusaha mencari sesuatu yang positif di dalamnya.
Cara ini memang tidak sepenuhnya salah. Namun, kebiasaan ini bisa menyebabkan Anda menghadapi situasi buruk yang sama berulang kali.
Seorang the number akan berusaha membuat dirinya mati rasa terhadap perasaan stres. Alhasil, mereka mungkin terlihat baik-baik saja meski sebenarnya sedang berada dalam kondisi penuh tekanan.
Sayang, tak jarang seorang number akan mengalihkan stresnya ke hal-hal yang merugikan, seperti penyalahgunaan alkohol, penggunaan media sosial secara berlebihan, sampai kecanduan game.
Seperti halnya love language, tiap orang pada dasarnya memiliki setiap sisi dari berbagai stres language di atas dengan porsi yang berbeda.
Namun, mengingat penelitian tentang stres language masih sangat terbatas, Anda tak perlu pusing untuk menerka-nerka mana porsi yang paling banyak dalam tubuh Anda.
Selama Anda bisa mengatasi stres dengan baik, porsi stress language Anda berarti sudah seimbang.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa
General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro