Saya juga berusaha menahan diri untuk tidak mengambil tindakan apa pun atas dorongan tersebut.
Sedikit demi sedikit, saya berupaya menghindari untuk larut dalam beban pikiran (overthinking) atau terpenjara dalam kepercayaan yang belum tentu benar.
Dalam hal ini, saya beruntung karena tak memeranginya sendirian. Suami dan keluarga saya amat membantu dan terus memberikan dukungan.
Berdamai dengan skizofrenia dan berkarya

Salah satu stresor (pemicu stres) terbesar saya berasal dari cita-cita yang sudah saya rencanakan sejak bertahun-tahun.
Untuk mengendalikan skizofrenia yang saya miliki, saya pun memberanikan diri untuk berhenti bekerja. Tidak mudah bagi saya, mengingat menjadi wanita karier merupakan impian saya sejak lama.
Dalam pekerjaan, saya bahkan memiliki performa terbaik meskipun ternyata pada saat itu saya sudah memiliki skizofrenia.
Namun, psikiater saya pun menyarankan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan. Mertua saya pun menyatakan hal serupa kepada suami saya.
Setelah suami juga menjanjikan saya untuk tidak lagi melanjutkan pekerjaan. Saya pun sempat berpikir untuk beberapa saat.
Saya sudah terbiasa memiliki pemasukan sendiri, sudah menekuni minat di bidang sumber daya manusia dan karier, serta melatih para pegawai atau untuk menemukan potensinya.
Setelah saya resign, saya akan tidak memiliki ini semua. Saya pun memantapkan diri untuk keluar dari pekerjaan saya. Keluarga tak henti-hentinya memberikan dukungan atas keputusan besar ini.
Saya bahkan bisa menikmati hal-hal yang dulu tidak saya sukai, misalnya memasak dan melakukan pekerjaan domestik.
Karena ini pula, saya menemukan hobi baru, seperti fotografi, memasak sehat, dan menekuni eco printing (kesenian corak kain) dengan dedaunan dengan pewarna alami.
Menjalani dunia baru setelah skizofrenia
Perjuangan bertahun-tahun untuk menerima kondisi yang saya miliki perlahan-lahan membuahkan hasil.
Ya, sejak tahun 2013 hingga saat ini, saya hanya mengonsumsi obat dengan dosis terkecil untuk mempertahankan efek obat yang bermanfaat.
Saya pun bisa beraktivitas seperti pada umumnya. Skizofrenia bahkan tidak kambuh selama sebelas tahun.
Hal ini membuat saya percaya jika stigma skizofrenia di luar bisa dipatahkan jika ingin berusaha sungguh-sungguh.
Salah satu hal yang saya sangat tekuni semenjak memiliki skizofrenia adalah kegiatan eco printing. Ini membuat saya senang dan semakin rileks.
Dari sini, saya bisa menyimpulkan jika obat-obatan dan kontrol pikiran yang konsisten lah yang berperan penting dalam kondisi mental saya.
Saya pun memberanikan diri untuk mencoba hobi baru yang lebih menantang, yakni berpelesir atau backpacking hemat bersama teman saya. Tidak tanggung-tanggung, saya bahkan bisa terbang ke luar negeri.
Dukungan keluarga demi kesembuhan saya

Sejak awal saya menunjukkan gejala skizofrenia, keluarga saya tak henti-hentinya memberikan dukungan. Suami saya selalu memberikan opsi yang sebisa mungkin mengurangi stres saya.
Suami pula yang membantu saya menemukan minat terhadap fotografi. Dia lah yang mengajari saya teknik-teknik fotografi. Kami pun sering hunting foto setiap akhir pekan.
Saya pun mendapat dukungan dari suami dan anak saya untuk menulis buku terkait perjalanan skizofrenia dan backpacking saya. Mereka juga ingin saya bisa memberikan inspirasi bagi orang banyak.
Buah hati saya juga membantu mengingatkan saya untuk mengonsumsi obat, bahkan sejak ia berusia empat tahun.
Mertua saya pun menginginkan hal yang terbaik untuk kesehatan mental saya.
Saya pun sepakat, menjauhi stresor dengan berhenti bekerja adalah ide yang cukup bijak bagi saya. Keputusan ini berkat andil beliau.
Buktikan skizofrenia tetap bisa berkarya dan hidup normal
Ada berbagai stigma yang muncul bagi pemilik skizofrenia. Saya sama sekali tidak setuju dengan pernyataan miring tersebut.
Tudingan skizofrenia tidak bisa apa-apa atau kata-kata menyakitkan dan nyeleneh lainnya sama sekali tidak benar.
Kita bisa beraktivitas seperti biasa. Hal ini tentu harus didukung lingkungan yang suportif. Hargai keberadaan kita dan hentikan julukan-julukan, seperti “orang gila”.
Kita juga bisa berkarya jika ada lingkungan yang memberikan wadah. Jika semua aspek sudah sangat mendukung, kita pasti bisa menjalani kegiatan sehari-hari.
Karena perjalanan saya dengan skizofrenia, saya juga bisa membuka diri dengan hal-hal baru.
Pengalaman ini justru mengantarkan saya menemukan minat baru yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Andri (50) bercerita untuk Hello Sehat
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar