Penyakit fisik atau gangguan mental tertentu, efek samping obat-obatan tertentu, hingga stres berat adalah beberapa contoh penyebab munculnya psikosis. Kondisi yang timbul secara bertahap ini dapat membuat seseorang mengalami halusinasi dan delusi.
Apa itu psikosis?
Psikosis adalah kondisi mental yang ditandai dengan kesulitan untuk membedakan kenyataan dan imajinasi.
Pengidap psikosis pada umumnya mengalami delusi dan halusinasi. Mereka juga bisa memiliki kepercayaan kuat akan suatu hal meski tidak sesuai dengan faktanya.
Selain delusi dan halusinasi, gejala lainnya yaitu cara berbicara yang tidak masuk akal serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
Kondisi ini tergolong sebagai masalah mental yang serius. Pasalnya, gejala yang dialami pengidapnya tidak hanya dapat berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga orang lain di sekitarnya.
Tanda dan gejala psikosis
Psikosis tidak langsung terjadi secara tiba-tiba. Kondisi ini akan muncul dan makin parah seiring berjalannya waktu, terlebih bila individu yang mengalaminya tidak segera mendapatkan penanganan.
Berikut adalah beberapa tanda dan gejala dari psikosis.
- Penurunan performa kerja di kantor atau nilai di sekolah.
- Kesulitan dalam berkonsentrasi atau berpikir jernih.
- Merasa curiga dan tidak tenang saat berada di sekitar orang lain.
- Kurang menjaga kebersihan diri.
- Menghabiskan waktu sendirian lebih lama dari biasanya.
- Merasakan emosi yang terlalu intens.
- Terkadang tidak merasakan emosi apa pun.
Studi dalam jurnal Psychological, Social and Integrative Approaches (2013) menyebut psikosis bisa terjadi dalam gejala episodik dan berulang jika kondisi pengidapnya semakin parah.
Gejala episodik berupa halusinasi dan delusi ini dapat menimbulkan kondisi lebih lanjut sebagai berikut.
1. Halusinasi
Seseorang yang mengalami psikosis biasanya juga mengalami halusinasi auditori, yaitu mendengar suara-suara yang seharusnya tidak ada.
Selain itu, ia mungkin juga merasakan sentuhan yang sebenarnya tidak ada (halusinasi taktil) atau melihat sesuatu/seseorang yang tidak nyata (halusinasi visual).
2. Delusi
Delusi, atau disebut juga waham, ditandai dengan keyakinan kuat yang tidak masuk akal dan tidak dapat dibuktikan secara faktual terhadap suatu hal.
Pengidap psikosis bisa mengalami delusi paranoid yang membuat mereka meyakini ada suatu dorongan dari luar yang memengaruhi tindakan mereka.
Ada pula individu yang percaya bahwa semua orang akan melukainya atau bahwa dirinya memiliki kekuatan supranatural.
Bahkan, beberapa orang yang mengalami delusi percaya bahwa dirinya adalah Tuhan. Kondisi ini termasuk dalam delusi grandeur.
Penyebab psikosis
Penyebab psikosis belum diketahui secara pasti. Meski begitu, ada banyak masalah kesehatan dan kebiasan yang berkaitan erat dengan kemunculan kondisi ini.
1. Efek obat-obatan
Penyalahgunaan obat-obatan terlarang, termasuk LSD, kokain, alkohol, amfetamin, atau ganja, bisa menyebabkan gangguan mental dan memicu psikosis.
Bahkan, kondisi ini bisa terjadi akibat pemakaian obat-obatan medis sekalipun, misalnya obat untuk penyakit Parkinson, steroid, dan kemoterapi.
2. Trauma psikologis
Kejadian traumatis, misalnya kehilangan orang yang dicintai, pelecehan seksual, atau peperangan, dapat memicu psikosis.
Jenis trauma psikologis dan usia seseorang saat mengalami peristiwa tersebut juga berpengaruh terhadap tingkat keparahan dari kondisi mental ini.
3. Cedera dan penyakit tertentu
Psikosis bisa muncul bila pengidapnya memiliki riwayat cedera otak, misalnya akibat kecelakaan. Ada pula kemungkinan bahwa kondisi ini merupakan gejala dari penyakit tertentu.
Penyakit tersebut termasuk infeksi human immunodeficiency virus (HIV), penyakit Parkinson, Alzheimer, malaria, stroke, dan tumor otak.
4. Gangguan mental lainnya
Psikosis juga dapat muncul sebagai salah satu gejala dari gangguan kejiwaan lainnya, seperti:
- skizofrenia,
- gangguan skizoafektif,
- brief psychotic disorder,
- kelainan delusional,
- psikosis bipolar, dan
- psikosis postpartum (postnatal).
Perbedaan psikosis dan skizofrenia
Tidak semua orang yang mengalami psikosis didiagnosis dengan skizofrenia. Menurut St. Patrick’s Mental Health Service, seseorang baru dapat didiagnosis dengan skizofrenia jika memiliki gejala psikosis lebih dari enam bulan.
Faktor risiko psikosis
Psikosis dapat terjadi pada siapa saja, dari berbagai kelompok usia atau ras. Studi menemukan bahwa faktor keturunan dan genetik mungkin berperan dalam kemunculan kondisi ini.
Seseorang yang hidup berdampingan dengan anggota keluarga, baik itu orangtua atau saudara kandung, yang mengidap kondisi mental juga berisiko lebih tinggi mengalami gangguan kejiwaan.
Jika salah satu anak kembar identik mengalami psikosis, ada kemungkinan sebesar 50% bagi anak yang satunya untuk mengalami hal yang sama.
Anak-anak yang lahir dengan mutasi genetik yang dikenal sebagai 22q11 deletion syndrome juga berisiko mengalami gangguan psikosis dan skizofrenia.
Diagnosis psikosis
Temui dokter bila orang terdekat Anda tampak semakin jauh dengan realita dan orang-orang di sekitarnya, juga jika ia mulai membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
Dokter spesialis kejiaan (psikiater) akan menegakkan diagnosis berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi secara menyeluruh.
Untuk memastikan tidak ada masalah fisik yang menimbulkan gejala tersebut, dokter juga akan melakukan serangkaian tes, seperti tes darah, CT scan, dan MRI otak.
Bila diperlukan, dokter juga akan memeriksa tulang belakang pasien untuk mencari tahu kemungkinan adanya infeksi, kanker, atau penyakit lainnya.
Pengobatan psikosis
Pengobatan dilakukan melalui pemberian obat-obatan dan terapi yang bertujuan agar pasien tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Dokter dapat meresepkan obat golongan antipsikotik seperti haloperidol serta obat golongan benzodiazepin (lorazepam dan alprazolam) untuk mengatasi rasa gelisah pasien.
Pengobatan lanjutan atau terapi akan tergantung pada penyebabnya. Beberapa di antaranya sebagai berikut.
- Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk membantu pasien mengelola gejala dan reaksinya dengan cara mengubah cara berpikir dan berperilakunya.
- Terapi psikologi dan penggunaan obat antidepresan atau antipsikotik untuk mengatasi depresi mental dan skizofrenia.
- Konsumsi obat, operasi, dan terapi untuk membantu mengendalikan gejala yang timbul pada orang dengan penyakit Parkinson dan kejang-kejang.
- Prosedur rehabilitasi untuk pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang.