Akan tetapi, saya sudah membulatkan tekad untuk sembuh. Saya sadar bahwa saya tidak bisa terus bermalas-malasan. Saya harus mencari aktivitas baru yang bisa mendorong saya agar lebih produktif.
Secara perlahan, saya mencoba untuk kembali menjalani hidup normal dengan membiasakan bangun pagi dan minum obat secara teratur. Syukur alhamdulillah, kondisi saya mulai membaik setelahnya.
Selain orang tua, dukungan istri juga sangat membantu saya agar lebih semangat menjalani pengobatan.
Saya menikahi istri saya di tahun 2012. Sebelumnya, saya tidak pernah bercerita mengenai kondisi saya dengan sang istri. Begitu hubungan kami mulai memasuki masa-masa yang lebih serius, ibu saya kemudian menceritakan perihal kondisi saya yang mengidap skizofrenia.
Mulanya, istri saya tak percaya bila saya memiliki pengalaman mengidap skizofrenia dan memakai narkoba. Menurutnya, saya terlihat baik-baik saja. Sekian lama kami bersama, istri saya mulai memahami bahwa kondisi skizofrenia pada setiap orang dapat berbeda-beda.
Hingga saat ini, sang istri masih setia menemani saya kontrol ke psikiater. Terkadang, istri juga membantu saya mengambil obat ke rumah sakit.
Sebenarnya, sempat terjadi pertengkaran di antara kami, lantaran kebutuhan untuk mengonsumsi ganja kambuh kembali. Namun setelah berpikir panjang, saya tidak akan bisa lepas dari kondisi ini bila saya tidak disiplin saat menahan keinginan tersebut.
Saya merasa saya harus fokus mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Lagipula, saya tak mau menjadi contoh yang buruk untuk anak saya.
Selain itu, saat ini saya juga bergabung dalam Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Melalui komunitas ini, saya bisa saling berbagi cerita tentang pengalaman mengidap skizofrenia dan memberi dukungan satu sama lain.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar