Anda mungkin pernah mendengar istilah orang dengan kepribadian ganda. Dalam dunia medis, gangguan psikologis ini dikenal sebagai dissociative identity disorder atau gangguan identitas disosiatif.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Anda mungkin pernah mendengar istilah orang dengan kepribadian ganda. Dalam dunia medis, gangguan psikologis ini dikenal sebagai dissociative identity disorder atau gangguan identitas disosiatif.
Lantas, bagaimana gangguan ini memengaruhi kondisi pengidapnya? Adakah cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya? Temukan jawabannya melalui ulasan berikut!
Dissociative identity disorder (DID) adalah kondisi yang membuat pengidapnya membentuk dua atau lebih kepribadian di dalam dirinya.
Kepribadian asli disebut dengan kepribadian inti, sedangkan kepribadian lain disebut dengan kepribadian alternatif.
Setiap kepribadian yang dimiliki individu dengan gangguan identitas disosiatif bisa mempunyai karakteristik yang berbeda, termasuk nama dan jenis kelamin.
Saat kepribadian alternatif muncul, mereka biasanya mengalami amnesia dan tidak menyadari keberadaan kepribadian alternatif, termasuk tindakan yang dilakukannya saat kepribadian tersebut mengambil alih.
Sebelumnya, gangguan mental ini memiliki banyak sebutan, di antaranya split disorder, multiple personality disorder, dan kepribadian ganda.
Gangguan identitas disosiatif merupakan salah satu jenis utama gangguan disosiatif menurut buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Gangguan disosiatif sendiri merupakan masalah mental yang melibatkan ketidaksesuaian antara memori, pikiran, dan identitas sehingga berdampak pada aktivitas sehari-hari.
Orang yang berkepribadian ganda sering kali tidak menyadari bahwa dirinya memiliki gangguan psikologis tersebut.
Namun, mereka mungkin akan menunjukkan ciri-ciri kepribadian ganda sebagai berikut.
Beberapa gejala DID memang serupa dengan tanda gangguan kejiwaan lainnya. Jika Anda mengalami berbagai gejala tersebut, sebaiknya konsultasikanlah dengan psikolog atau psikiater untuk mencari tahu penyebabnya.
Peristiwa traumatis merupakan penyebab utama dari dissociative identity disorder.
Laman American Psychiatric Association menyebutkan bahwa sekitar 90% pengidap DID memiliki riwayat kekerasan seksual dan penelantaran.
Pengalaman perang, kecelakaan, atau bencana alam seperti gempa bumi atau tanah longsor juga bisa menjadi pengalaman traumatis yang menyebabkan DID.
Orang yang mengalami isolasi berkepanjangan karena sakit maupun kehilangan orang tersayang juga berisiko lebih tinggi mengalami gangguan mental ini.
Selain itu, kepribadian alternatif juga bisa muncul akibat faktor yang menimbulkan tekanan psikologis, seperti melihat kecelakaan lalu lintas, stres, tertekan, atau mengalami pelecehan seksual dan kekerasan.
Pada beberapa kasus, gangguan identitas disosiatif mungkin tidak berdampak negatif. Orang-orang dengan DID tetap bisa menjalani kehidupan yang produktif.
Bahkan, seseorang yang pemalu bisa diuntungkan dengan keberadaan kepribadian alternatif yang membuatnya mudah bergaul dan bersikap tegas.
Meski begitu, ada pula kasus DID yang berdampak negatif terhadap kehidupan individu yang mengalaminya atau orang-orang di sekitarnya.
DID yang tidak terkelola dengan baik bisa saja menyebabkan penurunan produktivitas dan masalah dalam berelasi.
Hal-hal yang terjadi di luar kendali kepribadian utama j bisa menjadikan individu dengan DID lebih rentan terjebak dalam penyalahgunaan obat-obatan terlarang hingga risiko bunuh diri.
Tidak ada tes laboratorium khusus untuk mendiagnosis DID. Dokter ahli kejiwaan (psikiater) akan menegakkan diagnosis melalui pemeriksaan fisik dan tes psikiatri.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa riwayat kesehatan pasien dan memperhatikan gejala yang dialami pasien.
Selanjutnya, dokter akan melakukan tes psikiatri dengan mengajukan pertanyaan tentang pikiran, perasaan, dan perilaku pasien kepada anggota keluarga atau orang terdekat yang mendampingi.
Setelah itu, psikiater dapat menggunakan hasil evaluasi tersebut untuk menegakkan diagnosis dengan mengacu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V.
Tujuan dari pengobatan dissociative identity disorder adalah meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perawatan yang tepat juga membantu “menghubungkan kembali” kepribadian yang berbeda menjadi satu identitas yang berfungsi dengan baik.
Berikut ini merupakan berbagai pengobatan untuk mengatasi gangguan identitas disosiatif.
Cognitive behaviour therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif dilakukan dengan cara mengubah pola pikir (kognitif) sehingga perilaku pasien bisa berubah.
CBT juga akan membantu pasien menemukan penyebab utama DID sehingga perawatan bisa dilakukan dengan optimal.
Dialectical behavior therapy sebenarnya merupakan bagian dari terapi perilaku kognitif. Tujuannya adalah memberikan pandangan positif pada kehidupan pasien.
Namun, jenis psikoterapi ini diberikan secara khusus untuk pasien dengan gejala dissociative identity disorder yang parah, terutama pada korban pelecehan seksual.
EMDR akan dilakukan dengan cara mengajak pasien mengingat kembali peristiwa traumatis di masa lalu.
Setelah itu, psikoterapis akan membantu mengatasi perasaan negatif yang muncul dengan gerakan tangan atau ketukan nada tertentu. Metode ini umumnya terdiri dari delapan sesi.
Tidak ada obat yang secara khusus bisa menangani gangguan identitas disosiatif. Pengobatan diberikan untuk mengatasi gejala DID supaya lebih terkontrol dan tidak memburuk.
Dokter biasanya meresepkan obat antidepresan atau obat penenang. Obat lain mungkin diresepkan sesuai gejala yang menyertainya.
Demi mendukung pengobatan dari dokter, pasien DID biasanya juga disarankan untuk melakukan berbagai perawatan rumahan seperti berikut.
Tidak ada cara khusus yang bisa dilakukan untuk mencegah dissociative identity disorder.
Namun, penanganan sedini mungkin terhadap peristiwa traumatis bisa meningkatkan kualitas hidup pasien dengan lebih cepat.
Oleh karena itu, jangan ragu untuk datang ke psikolog atau psikiater jika Anda pernah mengalami pengalaman traumatis yang membekas.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar