backup og meta

Gangguan Skizoafektif

Gangguan Skizoafektif

Schizoaffective disorder atau gangguan skizoafektif adalah gangguan mental yang sering kali disangka sebagai “gila” atau kesurupan. Bagaimana penyakit ini bisa terjadi? Tindakan apa yang harus dilakukan untuk menanganinya?

Apa itu gangguan skizoafektif?

Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang ditandai gabungan gejala skizofrenia, yaitu halusinasi atau delusi, juga gejala gangguan suasana hati berupa depresi atau mania.

Dilansir dari Mayo Clinic, schizoaffective disorder terbagi menjadi dua tipe berikut. 

  • Tipe bipolar: meliputi episode mania dan terkadang depresi berat.
  • Tipe depresi: hanya meliputi episode depresi berat.

Gangguan skizoafektif sangat sulit untuk dipahami dan tidak seperti penyakit mental lainnya. Ini karena gejalanya cenderung berbeda pada masing-masing pasien.

Karena sering dianggap sebagai gila atau kesurupan, pengidapnya biasanya tidak segera mendapat perawatan. Hal ini bisa menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya, pengidap gangguan skizoafektif dapat mengalami penurunan dalam produktivitas kerja dan prestasi di sekolah akibat gejala penyakit mental yang dialaminya.

Seberapa umumkah kondisi ini?

Kasus gangguan skizoafektif lebih langka daripada skizofrenia, gangguan bipolar, dan depresi. Menurut sebuah studi asal Finlandia, sebanyak tiga dari 1.000 orang (0,3%) dapat mengalami gejala penyakit mental ini dalam hidupnya.

Tanda dan gejala gangguan skizoafektif

Gejala gangguan skizoafektif berbeda pada tiap orang, tergantung pada tipenya.

Pengidap penyakit mental ini umumnya mengalami sebuah siklus gejala. Ada saat-saat ketika mereka mengalami gejala berat, lalu diikuti dengan membaiknya gejala. 

Berikut gejala yang biasa ditunjukkan oleh seseorang yang mengalami gangguan skizoafektif.

  • Delusi, yakni meyakini sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
  • Halusinasi dalam bentuk melihat, mendengar, mencium bau, atau merasakan hal-hal yang sebenarnya tidak ada.
  • Gejala depresi, seperti kerap merasa hampa, sedih, dan tidak berharga.
  • Perubahan suasana hati atau peningkatan energi secara tiba-tiba yang tidak sesuai dengan perilaku atau karakter pasien.
  • Ketika diberikan pertanyaan, pasien hanya akan menjawab sebagian pertanyaan atau memberikan jawaban yang sama sekali tidak berhubungan.
  • Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mengalami penurunan produktivitas kerja dan prestasi di sekolah.
  • Ketidakpedulian dengan penampilan dan/atau kebersihan serta ketidakmampuan untuk merawat diri sendiri.

Penyebab gangguan skizoafektif

Hingga saat ini, penyebab gangguan skizoafektif belum diketahui secara pasti.

Namun, beberapa faktor berikut ini diduga berperan dalam kemunculan gejala gangguan mental ini pada diri seseorang.

  • Struktur otak: kelainan komposisi atau ukuran bagian tertentu pada otak, misalnya pada hipokampus dan talamus.
  • Genetik: memiliki anggota keluarga yang mengidap gangguan skizoafektif, skizofrenia atau gangguan bipolar.
  • Lingkungan: masalah maupun orang sekitar yang menyebabkan stres berlebihan atau trauma secara emosional.
  • Konsumsi obat: efek samping dari penggunaan obat psikoaktif dan psikotropika yang mengganggu pikiran.

Dampak gangguan skizoafektif

gangguan kecemasan merupakan salah satu dampak skizoafektif

Gangguan skizoafektif merupakan masalah kesehatan mental yang perlu ditangani dengan serius.

Apabila dibiarkan begitu saja, penyakit ini bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih serius atau bahkan kematian pada pengidapnya.

Sejumlah dampak schizoaffective disorder yang perlu Anda waspadai meliputi:

  • hilangnya pekerjaan,
  • komplikasi kesehatan,
  • gangguan kecemasan,
  • kemiskinan dan tunawisma,
  • konflik keluarga atau dengan orang lain,
  • perasaan terkucilkan dari lingkungan sekitar,
  • keterlibatan dalam penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang, serta
  • munculnya pikiran atau upaya untuk bunuh diri.

Diagnosis gangguan skizoafektif

Skizoafektif termasuk gangguan mental yang harus didiagnosis oleh dokter spesialis kejiwaan. Maka dari itu, Anda sebaiknya tidak melakukan diagnosis sendiri.

Gangguan ini ditandai dengan sedikitnya dua poin dari kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) sebagai berikut.

  • Delusi atau halusinasi selama dua minggu berturut-turut atau lebih.
  • Episode perubahan mood, baik depresi maupun mania, yang berlangsung berturut-turut.
  • Perubahan mood sering terjadi selama berlangsungnya penyakit.
  • Gejala-gejala tidak disebabkan oleh penggunaan zat atau obat-obatan.

Untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit fisik yang mirip dengan gejala skizoafektif, psikiater juga bisa menyarankan serangkaian tes medis sebagai berikut.

  • Tes fisik untuk mengesampingkan kemungkinan penyebab lain dan mengecek apakah terdapat komplikasi fisik. 
  • MRI atau CT scan untuk memeriksa kelainan pada struktur otak dan sistem saraf pusat.
  • Pemeriksaan darah untuk memastikan bahwa gejala yang dialami pasien bukan dari pengaruh obat-obatan, alkohol, atau kondisi kesehatan lainnya.

Pengobatan gangguan skizoafektif

beda psikolog dan psikiater

Cara mengatasi gangguan skizoafektif bergantung pada jenis dan tingkat keparahan gejalanya.

Pasien akan mendapatkan kombinasi perawatan dengan obat-obatan, terapi psikologis, dan pelatihan keterampilan agar bisa kembali beraktivitas sehari-hari.

Perubahan gaya hidup juga dapat membantu memudahkan Anda hidup dengan gangguan ini. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan.

  • Belajar lebih jauh tentang gangguan skizoafektif sehingga Anda lebih mampu mengikuti pengobatan yang telah direncanakan dokter dengan disiplin.
  • Mencari tahu hal-hal yang dapat memicu gejala sebagai langkah pencegahan.
  • Membuat rencana terkait tindakan yang harus dilakukan ketika gejala kambuh.
  • Menerapkan pola hidup sehat serta menjauhi narkoba, alkohol, dan rokok yang dapat mengganggu pengobatan dan memperparah gejala.
  • Bergabung dengan kelompok pendukung (support group) untuk bertukar pikiran dengan sesama pasien terkait cara menghadapi penyakit ini dengan baik.

Dalam beberapa kasus, pasien mungkin perlu dirawat inap di rumah sakit. Pengobatan jangka panjang yang dilakukan secara rutin juga bisa membantu mengendalikan gejala.

Kesimpulan

  • Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang membuat pengidapnya mengalami gabungan gejala skizofrenia dan gangguan suasana hati.
  • Gejala gangguan ini meliputi halusinasi, delusi, perasaan sedih dan tidak berguna, hingga perubahan suasana hati secara tiba-tiba.
  • Penanganan gangguan mental ini harus disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala.
  • Pengobatan dapat melibatkan konsumsi obat-obatan, terapi psikologis, pelatihan keterampilan, atau kombinasi ketiganya.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

What is Schizoaffective Disorder? (2023). Cleveland Clinic. Retrieved December 18, 2023, from https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21544-schizoaffective-disorder

Schizoaffective disorder. (2019). Mayo Clinic. Retrieved December 18, 2023, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/schizoaffective-disorder/symptoms-causes/syc-20354504

Schizoaffective disorder. (2018). MedlinePlus. Retrieved December 18, 2023, from https://medlineplus.gov/genetics/condition/schizoaffective-disorder/

Schizoaffective disorder. (2023). Mind. Retrieved December 18, 2023, from https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/schizoaffective-disorder/about-schizoaffective-disorder/

American Psychiatric Association. DSM-5 Task Force. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-5.

Versi Terbaru

03/01/2024

Ditulis oleh Bayu Galih Permana

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: Diah Ayu Lestari


Artikel Terkait

4 Faktor Risiko Utama Skizofrenia, dari Genetik Hingga Stres Kronis

Benarkah Gangguan Jiwa Bisa Menular? Ini Jawaban dari Para Ahli


Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Bayu Galih Permana · Tanggal diperbarui 03/01/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan