backup og meta

Keguguran Bisa Memicu Wanita Mengalami Gangguan Stress dan Trauma

Keguguran Bisa Memicu Wanita Mengalami Gangguan Stress dan Trauma

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Imperial College London, 4 dari 10 wanita berisiko mengalami gangguan trauma dan stress akibat keguguran yang dialaminya. Selain keguguran, wanita yang memiliki kehamilan ektopik (hamil di luar kandungan) yang juga cenderung berisiko mengalami stress dan trauma, meski risikonya tidak sebesar wanita yang keguguran.

Risiko gangguan mental PTSD pada wanita yang keguguran

Dalam penelitian yang dipublikasikan oleh jurnal BMJ Open tersebut, tim peneliti mensurvei 113 wanita yang baru saja mengalami keguguran maupun kehamilan ektopik. Mayoritas wanita dalam penelitian ini mengalami keguguran pada usia kehamilan sekitar 3 bulan, sementara sekitar 20 persennya lagi, mengalami kehamilan ektopik di mana bayi mulai tumbuh di luar rahim.

Kasus keguguran telah memengaruhi 1 dari 4 kehamilan yang terjadi. Keguguran sendiri didefinisikan sebagai hilangnya janin sebelum berusia 24 minggu, meskipun kebanyakan kasus keguguran terjadi sebelum usia janin 12 minggu. Keguguran bisa terjadi karena berbagai alasan termasuk usia, perubahan hormonal, gaya hidup, kondisi rahim atau masalah fisik lainnya. Sedangkan kehamilan ektopik jauh lebih jarang memengaruhi, kira-kira terjadi pada 1 dari 90 kehamilan.

Hasil survei juga menunjukkan, empat dari sepuluh wanita dilaporkan mengidap gejala post traumatic stress disorder (PTSD) tiga bulan setelah kehilangan calon bayinya. Gangguan trauma dan stress akibat keguguran ini, juga dilandasi oleh peristiwa penuh tekanan yang menakutkan dan menyedihkan. Sehingga tidak jarang menyebabkan seseorang teringat kembali kejadian tersebut lewat mimpi buruk, kilas balik, pikiran atau gambaran di saat-saat tidak diinginkan.

Gejalanya bisa mulai berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah kejadian sampai  bisa menyebabkan masalah tidur, kemarahan, dan bahkan berubah menjadi depresi.

Wanita yang keguguran membutuhkan dukungan psikologis untuk mengatasi trauma

Para periset dari Imperial College  London mengatakan bahwa temuan tersebut menyarankan agar perempuan secara rutin dipantau perihal kondisi tersebut, dan mendapat dukungan psikologis spesifik setelah kasus hilangnya kehamilan.

Ada anggapan dan sebuah mitos tertentu juga di masyarakat yang ikut memengaruhi. Katanya, kehamilan belum boleh dipublikasikan kalau kehamilan itu sendiri belum berusia minimal 3 bulan. Parahnya lagi, hal itu juga berlaku apabila terjadi keguguran dalam kurun waktu 3 bulan kehamilan. Nah, sayangnya hal yang dipendam ini bisa mengakibatkan rasa sakit yang mendalam pada wanita. Efek psikologis kehilangan ini harusnya dibicarakan dan dicurahkan, bukan malah dipendam sendirian bersama suami.

Lebih jauh lagi, hampir sepertiga dari para peserta mengatakan bahwa gejala trauma dan stress berdampak pada kehidupan kerja mereka, dan sekitar 40 persennya melaporkan bahwa hubungan mereka dengan teman dan keluarga ikut terpengaruh. Dr Jessica Farren, penulis utama penelitian dari Departement of Surgery and Cancer di Imperial mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa wanita harus memiliki kesempatan untuk mendiskusikan emosi yang mereka rasakan dengan seorang ahli medis profesional.

Tips mengatasi stres dan trauma setelah keguguran

Berikut ini, ada beberapa cara atau langkah yang bisa Anda ikuti jika sedang berjuang melawan efek pasca keguguran yang ingin dilewati:

  • Anda bisa memulainya dengan melakukan konseling pada dokter psikiater atau ahli psikologi. Mereka dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang mungkin membuat pikiran dan hati Anda tenang, dan juga dapat merekomendasikan tahap-tahap konseling untuk lebih lanjutnya.
  • Cari teman serta keluarga Anda yang sekiranya dapat menjadi seseorang yang diandalkan dalam mendukung proses memulihkan perasaan Anda. Coba bicarakan dengan kerabat yang berpengalaman untuk mencurahkan isi hati Anda secara mendalam.
  • Jika gejala trauma atau stress akibat keguguran berlangsung lebih dari 2 bulan, minta tindak lanjut pengujian untuk PTSD. Karena banyak penelitian yang menemukan bahwa 25% korban keguguran memenuhi risiko kriteria mengalami PTSD sebulan setelah keguguran.

Bila memang Anda mengalami PTSD,  tidak perlu malu untuk meminta bantuan kepada psikiater (dokter pakar kejiwaan). Penyakit terkait psikis dan kejiwaan pun memerlukan penanganan yang sama pentingnya dengan penyakit fisik. Anda pun tetap berhak menjalani hidup sehat dan bahagia.

Anda juga bisa berkonsultasi kepada dokter kandungan jika menemukan masalah kesehatan lain pascakeguguran yang Anda alami. Buat janji dengan dokter kandungan Anda terlebih dahulu melalui platform Hello Sehat agar lebih mudah.

[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Women may be at risk of post-traumatic stress disorder following a miscarriage or ectopic pregnancy, suggests a new study https://www.sciencedaily.com/releases/2016/11/161102080121.htm Diakses pada 19 Juni 2017

Misscariage can trigger PTSD http://www.bbc.com/news/health-37833287 Diakses pada 19 Juni 2017

Be Alert for PTSD After Pregnancy Loss http://www.webmd.com/baby/news/20161102/be-alert-for-ptsd-after-pregnancy-loss Diakses pada 20 Juni 2017

Versi Terbaru

30/09/2022

Ditulis oleh Ihda Fadila

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

Kapan Bisa Berhubungan Intim Setelah Melahirkan Caesar?

Keguguran Berulang Disebabkan Oleh Faktor Genetik, Mitos Atau Fakta?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 30/09/2022

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan