Proses kehamilan pada transpria
Seperti dijelaskan sebelumnya, transpria yang memiliki rahim dan indung telur tetap bisa hamil.
Meski begitu, terapi testosteron yang dijalani beberapa transpria perlu dipertimbangkan ketika mereka memilih untuk menjalani proses kehamilan dan melahirkan.
Terapi testosteron berfungsi untuk menekan efek estrogen dan menimbukan sifat-sifat seksual pria. Hal ini juga sekaligus menekan siklus menstruasi dalam 6–12 bulan pascaterapi.
Pada dasarnya, prosedur ini tidak menyebabkan transpria mandul. Hal ini terbukti dari sebuah survei pada 41 transpria di Amerika Serikat yang berhasil hamil dan melahirkan.
Bahkan juga diketahui bahwa pada kelompok transpria yang menjalani terapi sebelum hamil, sebanyak 20% di antaranya hamil sebelum siklus menstruasinya kembali.
Selain bisa hamil dan melahirkan seperti perempuan pada umumnya, laki-laki transgender juga tetap bisa menyusui bayinya secara normal.
Sebuah studi kasus yang dimuat dalam jurnal Obstetrics and Gynecology (2019) melaporkan pengalaman hamil dan melahirkan pada seorang pria transgender berusia 20 tahun.
Setelah menjalani kehamilan dan persalinan normal, transpria tersebut tetap dapat menyusui selama 12 minggu sebelum memulai terapi testosteron kembali.
Meski begitu, hal ini tentu tidak berlaku bagi mereka yang menjalani mastektomi atau operasi pengangkatan payudara untuk mempertegas ekspresi gendernya.
Kehamilan dengan prosedur transplantasi rahim

Prosedur transplantasi rahim relatif baru dan bersifat eksperimental. Artinya, masih dibutuhkan banyak penelitian lanjutan untuk mengetahui manfaat dan risikonya bagi kesehatan.
Sejauh ini, penelitian tentang transplantasi rahim melibatkan wanita cisgender atau yang punya identitas gender sama dengan jenis kelamin saat lahir.
Belum ada cukup bukti yang menjelaskan tentang transplantasi rahim pada laki-laki transgender yang ingin hamil. Meski begitu, prosedur ini tentu lebih berisiko pada pria daripada wanita.
Pembedahan untuk transplantasi rahim cenderung lebih rumit, sebab tubuh pria tidak dirancang untuk menampung dan menyuplai darah yang cukup untuk organ ini.
Tubuh pria juga tidak memproduksi hormon yang dibutuhkan saat masa kehamilan. Akibatnya, mereka akan membutuhkan banyak terapi hormon.
Laki-laki yang bisa hamil dari transplantasi rahim membutuhkan operasi caesar. Pasalnya, ukuran tulang panggul pria yang sempit tentu tidak memungkinkan untuk melahirkan normal.
Karena risiko transplantasi rahim yang sangat besar, laki-laki transgender pada dasarnya tidak disarankan untuk hamil dengan menggunakan prosedur ini.
Dokter atau ahli yang menangani pria transgender akan menyarankan metode lain, seperti ibu pengganti atau surrogate mother bila ia memang ingin memiliki keturunan.
Pria transgender bisa menyewa rahim dan bahkan menerima donor sel telur dari ibu pengganti, lalu memberikan spermanya untuk mendapatkan kehamilan.
Kesimpulan
- Seseorang yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki tidak bisa hamil dan melahirkan.
- Ini karena mereka tidak memiliki organ reproduksi yang mendukung kehamilan, seperti rahim (uterus) dan indung telur (ovarium).
- Prosedur transplantasi rahim dianggap bisa membantu laki-laki transgender supaya bisa hamil dan memiliki keturunan.
- Namun, prosedur ini masih bersifat eksperimental, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat dan risikonya.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar