Sebagian besar orang mungkin merasa bingung bila mendengar pertanyaan “apakah seorang laki-laki bisa hamil?” Nah, perkembangan teknologi kesehatan telah membuka peluang dan harapan terkait hal ini, terutama bagi komunitas transgender yang hendak memiliki keturunan.
Apakah seorang laki-laki bisa hamil?
Seseorang yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki dan mengidentifikasikan dirinya sebagai laki-laki pada dasarnya tidak bisa hamil maupun melahirkan.
Hal ini karena laki-laki tidak memiliki organ reproduksi yang mendukung kehamilan, khususnya rahim dan indung telur.
Rahim atau uterus merupakan organ reproduksi wanita yang akan jadi “rumah” bagi janin untuk tumbuh dan berkembang selama masa kehamilan.
Sementara itu, indung telur atau ovarium akan menghasilkan sel telur untuk dibuah sel sperma.
Organ reproduksi pria terdiri dari penis dan testis. Keduanya berperan untuk memproduksi sel sperma, yang nantinya akan membuahi sel telur wanita dan menimbulkan kehamilan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa bukan kodrat laki-laki untuk hamil. Ia membutuhkan perempuan untuk mengandung dan melahirkan anaknya.
Laki-laki transgender masih bisa hamil dan melahirkan
Pertanyaan seputar “apakah laki-laki bisa hamil?” sering dilontarkan oleh mereka yang punya identitas gender dan jenis kelamin yang berbeda.
Komunitas orang-orang yang disebut sebagai transgender ini akan mengidentifikasikan dirinya dengan gender yang berbeda dari jenis kelaminnya saat lahir.
Pada umumnya, istilah transgender ini mencakup dua kelompok, yakni transpria dan transpuan.
Transpria merupakan orang yang terlahir dengan jenis kelamin perempuan, tetapi mengidentifikasi diri sebagai laki-laki.
Sebaliknya, transpuan merupakan orang yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, tetapi mengidentifikasi diri sebagai perempuan.
Transpria bisa hamil asalkan masih memiliki rahim dan indung telur, sedangkan transpuan tidak bisa hamil karena sedari lahir memang tidak memiliki organ reproduksi tersebut.
Akan tetapi, ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa transpuan atau transpria yang telah diangkat rahimnya tetap bisa hamil dengan transplantasi rahim.
Proses kehamilan pada transpria
Seperti dijelaskan sebelumnya, transpria yang memiliki rahim dan indung telur tetap bisa hamil.
Meski begitu, terapi testosteron yang dijalani beberapa transpria perlu dipertimbangkan ketika mereka memilih untuk menjalani proses kehamilan dan melahirkan.
Terapi testosteron berfungsi untuk menekan efek estrogen dan menimbukan sifat-sifat seksual pria. Hal ini juga sekaligus menekan siklus menstruasi dalam 6–12 bulan pascaterapi.
Pada dasarnya, prosedur ini tidak menyebabkan transpria mandul. Hal ini terbukti dari sebuah survei pada 41 transpria di Amerika Serikat yang berhasil hamil dan melahirkan.
Bahkan juga diketahui bahwa pada kelompok transpria yang menjalani terapi sebelum hamil, sebanyak 20% di antaranya hamil sebelum siklus menstruasinya kembali.
Selain bisa hamil dan melahirkan seperti perempuan pada umumnya, laki-laki transgender juga tetap bisa menyusui bayinya secara normal.
Sebuah studi kasus yang dimuat dalam jurnal Obstetrics and Gynecology (2019) melaporkan pengalaman hamil dan melahirkan pada seorang pria transgender berusia 20 tahun.
Setelah menjalani kehamilan dan persalinan normal, transpria tersebut tetap dapat menyusui selama 12 minggu sebelum memulai terapi testosteron kembali.
Meski begitu, hal ini tentu tidak berlaku bagi mereka yang menjalani mastektomi atau operasi pengangkatan payudara untuk mempertegas ekspresi gendernya.
Kehamilan dengan prosedur transplantasi rahim
Prosedur transplantasi rahim relatif baru dan bersifat eksperimental. Artinya, masih dibutuhkan banyak penelitian lanjutan untuk mengetahui manfaat dan risikonya bagi kesehatan.
Sejauh ini, penelitian tentang transplantasi rahim melibatkan wanita cisgender atau yang punya identitas gender sama dengan jenis kelamin saat lahir.
Belum ada cukup bukti yang menjelaskan tentang transplantasi rahim pada laki-laki transgender yang ingin hamil. Meski begitu, prosedur ini tentu lebih berisiko pada pria daripada wanita.
Pembedahan untuk transplantasi rahim cenderung lebih rumit, sebab tubuh pria tidak dirancang untuk menampung dan menyuplai darah yang cukup untuk organ ini.
Tubuh pria juga tidak memproduksi hormon yang dibutuhkan saat masa kehamilan. Akibatnya, mereka akan membutuhkan banyak terapi hormon.
Laki-laki yang bisa hamil dari transplantasi rahim membutuhkan operasi caesar. Pasalnya, ukuran tulang panggul pria yang sempit tentu tidak memungkinkan untuk melahirkan normal.
Karena risiko transplantasi rahim yang sangat besar, laki-laki transgender pada dasarnya tidak disarankan untuk hamil dengan menggunakan prosedur ini.
Dokter atau ahli yang menangani pria transgender akan menyarankan metode lain, seperti ibu pengganti atau surrogate mother bila ia memang ingin memiliki keturunan.
Pria transgender bisa menyewa rahim dan bahkan menerima donor sel telur dari ibu pengganti, lalu memberikan spermanya untuk mendapatkan kehamilan.
Kesimpulan
- Seseorang yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki tidak bisa hamil dan melahirkan.
- Ini karena mereka tidak memiliki organ reproduksi yang mendukung kehamilan, seperti rahim (uterus) dan indung telur (ovarium).
- Prosedur transplantasi rahim dianggap bisa membantu laki-laki transgender supaya bisa hamil dan memiliki keturunan.
- Namun, prosedur ini masih bersifat eksperimental, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat dan risikonya.
[embed-health-tool-due-date]