Tingkat kematian akibat herpes zoster memang sangat rendah, tetapi penyakit ini bisa sangat menurunkan kualitas hidup seseorang yang mengalaminya. Mempertimbangkan hal tersebut, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) memasukkan vaksin herpes zoster rekombinan (HZR) ke dalam jadwal terbaru imunisasi bagi orang dewasa.
Melalui sosialisasi yang diadakan pada Rabu (24/07) di Jakarta Pusat, Dr. dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, dr. Suzy Maria Sp.PD-KAI, Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi SpPD-KAI, Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD K-AI, dr. Calvin Kwan, serta dr. Imran Pambudi, MPHM menyampaikan pentingnya pemberian vaksinasi, khususnya vaksin HZR bagi kelompok berisiko.
Siapa yang membutuhkan vaksin herpes zoster?
Sebelum membicarakan tentang vaksinasi, para dokter menyampaikan bahwa herpes zoster (cacar api/cacar ular) merupakan penyakit yang terjadi akibat reaktivasi virus Varicella zoster yang menyebabkan cacar air.
Itu artinya, meski Anda sudah terkena cacar air bertahun-tahun lalu dan dinyatakan sembuh, beberapa virus masih bertahan di dalam tubuh.
Karena penurunan kekebalan terkait usia (ARDI), virus tersebut bisa aktif kembali (reactivated) dan menyebabkan herpes zoster.
Prof. Samsuridjal selaku Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PB PAPDI menyebutkan bahwa dari pengamatan yang lebih mendalam di Amerika Serikat, ditemukan bahwa 1 dari 3 orang dengan riwayat cacar air mengalami herpes zoster.
Perlu diingat bahwa tidak pernah mengalami cacar air bukan berarti tidak ada virus Varicella zoster dalam tubuh Anda.
Pasalnya, bisa saja perkembangan virus ditahan oleh sistem imun (kekebalan tubuh) sehingga Anda tidak mengalami cacar air.
“Lebih dari 90% orang dewasa memiliki virus Varicella zoster (VZV) yang tidak aktif di sistem saraf. Virus ini menunggu teraktivasi seiring bertambahnya usia sehingga berisiko menyebabkan herpes zoster,” ujar Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi.
Sejauh ini, ada dua kelompok yang dianjurkan untuk segera mendapatkan vaksin herpes zoster, yaitu lansia di atas 60 tahun dan orang dewasa berusia di atas 19 tahun dengan kekebalan tubuh yang lemah karena salah satu atau beberapa kondisi berikut.
- HIV/AIDS.
- Penyakit paru kronis.
- Autoimun atau imunokompromais.
- Pemberian obat untuk menekan kekebalan tubuh.
- Kanker.
- Gangguan endokrin-metabolik.
- Penyakit kardiovaskular.
- Diabetes.
Vaksin zoster rekombinan akan diberikan dalam dua dosis. Selang waktu antara dosis pertama dan dosis kedua adalah 2–6 bulan.
Seseorang dengan imunodefisiensi, imunosupresi, atau risiko imunosupresi akan mendapatkan dosis kedua lebih cepat.
Sementara itu, ibu hamil dan menyusui adalah kelompok yang belum disarankan untuk menerima vaksin herpes zoster.
Seberapa efektif vaksin herpes zoster?
Pemberian vaksin bisa menurunkan hingga 90% risiko reaktivasi VZV yang menyebabkan herpes zoster pada orang dewasa dan komplikasinya.
“Efikasinya (kemampuan vaksin dalam mencegah dan menekan penularan penyakit) mencapai 90% dengan ketahanan hingga 10 tahun. Jika (pasien) pada akhirnya tetap terkena herpes zoster, vaksin akan mengurangi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup pasien,” papar dr. Soekamto.
dr. Soekamto juga menjelaskan bahwa seseorang yang sudah pernah terkena herpes zoster tetap disarankan mendapat vaksin. Pasalnya, sekitar 10% orang yang pernah mengalami herpes zoster dilaporkan mengalaminya lagi.
Selain itu, perlu Anda ketahui bahwa rasa sakit karena herpes zoster berkali lipat lebih berat jika dibandingkan dengan cacar air.
Meski lukanya sudah menghilang, sekitar 30% orang dengan herpes zoster masih melaporkan rasa sakit pada kulitnya hingga enam bulan bahkan dua tahun setelahnya. Komplikasi ini disebut sebagai neuralgia pascaherpes (PHN).
Obat pereda nyeri memang bisa mengurangi, tetapi tidak cukup efektif. Hanya 14% pasien PHN yang merasa puas dengan pengobatan nyeri.
“Komplikasi (herpes zoster) lainnya termasuk infeksi saraf di sekitar mata (herpes zoster oftalmikus) pada 25% pasien, kardiovaskular dan serebrovaskular, serta gangguan pendengaran. Pasien juga bisa mengalami efek psikologis dan gangguan aktivitas sehari-hari, seperti berkurangnya aktivitas perkumpulan sosial atau bepergian,” tambah Prof. Samsuridjal terkait komplikasi herpes zoster.
Selain itu, perawatan pasien herpes zoster dengan obat-obatan dikhawatirkan bisa memberikan “beban” lebih pada pasien dengan komorbid. Pasalnya, itu artinya mereka harus minum lebih banyak obat dalam waktu bersamaan.