Baca semua artikel berita seputar coronavirus (COVID-19) di sini.
Beberapa bulan belakangan keseharian hidup kita telah banyak berubah. Sejak COVID-19 dinyatakan pandemi oleh World Health Organization (WHO), banyak kebiasaan baru yang kita jalani dan perlahan menjadi sesuatu yang normal, atau disebut dengan new normal.
New normal adalah suatu waktu di mana Anda bersedia beradaptasi dan menjalani tatanan baru untuk jangka panjang. Setelah PSBB dicabut, apakah hidup akan kembali normal? Atau kita akan mulai terbiasa dengan perubahan dan melanjutkan keadaan new normal?
Keadaan new normal akibat pandemi COVID-19
Sejak Maret 2020, pemerintah Indonesia menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai upaya meratakan kurva angka kasus infeksi COVID-19.
Penerapan tersebut menimbulkan banyak efek psikologis karena paksaan perubahan kehidupan sosial akibat pandemi COVID-19. Banyak orang mulai hidup dalam masa transisi yang mana sebagian besar merasa terseok-seok mengikuti perubahan cepat ini.
Para pekerja harus menyesuaikan diri dengan bekerja dari rumah. Penjual-penjual berganti lapak dari toko ke platform online. Kaum muda-mudi yang sering menghabiskan waktu di kafe-kafe harus tetap berada di rumah.
Banyak pasangan batal melakukan pesta pernikahan sebagai usaha mencegah penularan virus corona. Menikah tanpa pesta yang tadinya tidak biasa jadi terasa normal.
Begitupun dengan hal lain yang terlihat kecil perlahan menjadi kebiasaan, seperti mencuci tangan pakai sabun, mengenakan masker, atau langsung berganti baju dan mandi saat pulang dari bepergian.
[covid_19]
Terbiasa dengan kehidupan new normal ini bisa disebut sebagai keharusan. Ini juga mengingat vaksin penangkal COVID-19 belum ditemukan.
Bilapun PSBB dicabut atau dilonggarkan, kita tetap harus melakukan pencegahan penularan coronavirus. Semua orang seakan-akan harus menjalani kehidupan baru yang aman untuk berinteraksi, bekerja, dan melakukan rutinitas harian.
Psikolog klinis yang juga penulis buku The Psychology of Pandemics Steven Taylor menyebutkan bahwa kita mungkin tidak akan benar-benar kembali ke keadaan normal.
Menurutnya, psikologis kita akan terbiasa menjaga diri dari risiko tertular dan merasa aman dengan cara hidup baru ini.
Mungkin sebagian dari kita masih sulit menerima dan beradaptasi dengan keadaan. Sebagian yang lain masih mencari cara untuk bisa beraktivitas secara maksimal dengan menerapkan physical distancing sebagaimana yang dianjurkan.
Tidak perlu khawatir jika belum beradaptasi dengan new normal ini, karena kita memang masih di tengah-tengah perang melawan pandemi COVID-19.
“Cara Anda beradaptasi akan membaik seiring waktu. Mayoritas orang akan menemukan cara untuk mengatasinya dan bergerak maju,” kata ketua asosiasi psikiater Amerika Joshua Morganstein.
Tahapan psikologis yang membuat kita terbiasa dengan new normal
Bagaimana kita perlahan beradaptasi dengan keadaan new normal akibat pandemi COVID-19?
Psikiater Amerika Serikat Elizabeth Kubler-Ross menggambarkan kondisi ini sama seperti kondisi berduka. Berikut lima tahapan psikologisnya.
- Penolakan terhadap situasi. Tahap ini akan melibatkan penghindaran, kebingungan, goncangan, atau ketakutan.
- Marah dengan apa yang terjadi. Tahap ini akan melibatkan perasaan frustrasi, iritasi, dan kecemasan.
- Tawar-menawar atau berjuang untuk menemukan makna dari apa yang terjadi. Dalam tahap ini, terdapat keharusan membuat kesepakatan untuk menyelesaikan rasa penyesalan atau rasa bersalah.
- Depresi. Tahap ini dapat menimbulkan perasaan kewalahan, tidak berdaya, atau terisolasi.
- Penerimaan. Pada tahap ini, seseorang akan mencapai perasaan tenang dan menerima keadaan. Selain itu, penerimaan terhadap keadaan juga membuat pikiran mulai bekerja dan mencari tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya untuk beradaptasi dengan keadaan.
Bosan Saat Social Distancing dan Karantina di Rumah? Coba 6 Kegiatan Ini, Yuk!