Pada dasarnya, kawat gigi atau behel membantu memperbaiki gigi yang berantakan. Hal ini kemudian bisa melindungi dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut secara keseluruhan. Sayangnya, ada beberapa kondisi gigi yang tidak bisa dibehel. Seperti apakah itu?
Seperti apa kondisi gigi yang tidak bisa dibehel?
Behel tidak dianjurkan untuk Anda yang memiliki gigi dan gusi yang tidak sehat. Gigi berlubang umumnya menjadi masalah utama yang membuat gigi tidak bisa dibehel.
Perawatan behel perlu usaha ekstra sehingga gigi berlubang yang tidak diperbaiki terlebih dulu bisa bertambah parah dan bahkan memicu komplikasi serius.
Dokter gigi akan mengobati gigi berlubang dengan perawatan yang sesuai, mungkin dengan tambal gigi, perawatan saluran akar, atau cabut gigi sebelum mulai memasang behel pada gigi.
Pastikan Anda selalu berkonsultasi dengan dokter gigi untuk mengindari timbulnya masalah setelah menjalani persiapan dan pemasangan kawat gigi.
Sementara bila dikaitkan dengan usia penggunanya, pada umumnya tidak ada batasan khusus mengenai waktu memasang kawat gigi yang paling tepat.
Ahli ortodontis pada umumnya menganjurkan pasang kawat gigi setelah gigi permanen tumbuh sempurna, yakni pada anak-anak atau remaja sekitar usia 9–14 tahun.
American Academy of Orthodontics bahkan merekomendasikan anak-anak berusia di bawah 7 tahun untuk mengunjungi ortodontis guna menentukan perlu-tidaknya penggunaan behel.
Di samping itu, pemasangan kawat gigi saat dewasa bukan tanpa risiko. Anda mungkin perlu operasi untuk memperbaiki masalah pada tulang penyokong sebelum pasang behel.
Perawatan setelah pemasangan behel pada orang dewasa juga relatif lebih lama, mulai dari 18 bulan hingga tiga tahun tergantung keparahan kondisinya.
Macam-macam gigi yang harus dibehel
Secara umum, manfaat memakai kawat gigi adalah memperbaiki susunan gigi yang berantakan.
Gigi berantakan (maloklusi) bisa membuat gigi tidak sejajar atau rata. Kondisi ini bisa membuat Anda kesulitan berbicara, menggigit dan mengunyah makanan, hingga membuat wajah tidak simetris dan mengurangi rasa percaya diri.
Dikutip dari Cleveland Clinic, maloklusi berdasarkan tingkat keparahannya dapat dibedakan ke dalam tiga kelas sebagai berikut.
- Maloklusi kelas 1: gigitan masih normal, tetapi gigi atas sedikit tumpang tindih dengan gigi bawah.
- Maloklusi kelas 2: gigi depan atas lebih maju dibandingkan gigi depan bawah, juga dikenal sebagai retrognatisme atau overbite.
- Maloklusi kelas 3: gigi depan bawah lebih maju dibandingkan gigi depan atas, juga dikenal sebagai prognatisme atau underbite.
Selain ketiga kelas maloklusi tersebut, berikut tanda-tanda lainnya yang bisa Anda gunakan untuk mengetahui kondisi gigi seperti apa yang harus dibehel.
1. Gigi atas terlalu maju (overbite)
Ovebite yang lebih umum dikenal sebagai gigi tonggos terjadi ketika posisi gigi atas lebih maju daripada posisi gigi bawah di luar batas normalnya.
Normalnya, deret gigi atas dan bawah punya beda jarak yang tak terlalu terlihat. Namun, Anda bisa dikatakan memiliki gigi tonggos bila jarak keduanya lebih dari 2 milimeter (mm).
2. Gigi bawah terlalu maju (underbite)
Sebaliknya, posisi rahang bawah maju lebih dari rahang atas juga bisa menimbulkan gangguan underbite atau dalam dunia medis dikenal sebagai mandibula prognatisme.
Selain bisa menggangu fungsi rongga mulut, underbite juga membuat penampilan dagu lebih maju. Ini bisa menurukan rasa percaya diri bila tidak ditangani.
3. Gigi berjejal (overcrowding)
Kriteria umum lainnya dari gigi yang harus dibehel yaitu gigi berjejal. Pada kondisi ini, gigi saling tumpang tinding akibat terbatasnya ruang saat gigi hendak tumbuh.
Salah satu kondisi yang diakibatkan oleh overcrowding yakni gigi gingsul. Kawat gigi bisa membuat tampilan gigi yang gingsul tampak lebih rapi dan mudah dibersihkan.
4. Gigi tidak rapat (spacing)
Gigi yang tidak rapat alias renggang ditandai dengan jarak antargigi yang terlalu jauh sehingga menimbulkan celah kosong di antaranya. Ini bisa Anda alami bila ukuran gigi terlalu kecil atau tulang rahang terlalu besar.
Timbulnya celah antargigi membuat sisa makanan mudah tersangkut. Akibatnya, bakteri dan plak semakin banyak sehingga menyebabkan gangguan pada rongga mulut.
5. Gigi bercelah (diastema)
Diastema merupakan kondisi yang menimbulkan celah antara kedua gigi yang bersebelahan, tetapi utamanya mengacu pada celah antara dua gigi seri bagian atas.
Pemasangan behel bisa membantu menggeser posisi gigi dan menutup celah antargigi. Jika kondisinya cukup ringan, bahkan Anda bisa menggunakan behel transparan (clear aligner).
6. Gigitan terbuka (open bite)
Pertumbuhan gigi yang tidak sejajar dapat menciptakan celah antara gigi depan atas dan bawah. Kondisi ini umumnya dikenal sebagai open bite.
Ini paling sering ditemukan pada anak-anak yang mengisap dot atau ibu jari setelah usia lima tahun. Kebiasaan ini memaksa gigi bergerak dan mengubah bentuk langit-langit mulut.
7. Impaksi gigi
Tidak jarang, kondisi gigi yang tidak tumbuh sepenuhnya atau tertanam pada gusi (impaksi) menjadi salah satu alasan mengapa gigi Anda harus dibehel.
Dokter gigi akan sedikit membedah gigi yang terimpaksi sebelum memasang behel. Gigi ini akan dipasangi kawat dan ditarik oleh gigi yang lain agar keluar dari gusi dan bisa dirapikan.
Untuk menentukan kondisi gigi mana yang tidak boleh dan harus dibehel, lebih baik konsultasikan dengan dokter gigi ortodontis yang menangani masalah gigi, rahang, dan wajah.
Jika Anda dianjurkan untuk memasang behel, dokter juga akan menentukan perawatan yang tepat untuk menjaga kesehatan gigi ke depannya.
Buat janji dengan dokter gigi ortodontis di klinik penyedia layanan perawatan ortodontik tepercaya dan terdekat dari rumah Anda.
Kesimpulan
- Gigi umumnya tidak bisa dibehel jika gigi, gusi, atau tulang rahang tidak dalam kondisi sehat dan kuat.
- Dokter gigi akan memperbaiki gangguan pada gigi dan gusi terlebih dahulu sebelum memasang kawat gigi.
- Kondisi gigi yang berantakan (maloklusi), seperti gigi tonggos dan gigi gingsul, seharusnya dibehel untuk menjaga kesehatan rongga mulut.